Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love 90 Days
MENU
About Us  

Briefing untuk acara amal yang harusnya dilaksanakan kemarin dialihkan menjadi hari ini pada jam istirahat kedua, sebab banyak pendaftar yang berhalangan hadir. Hendra memberikan arahan singkat mengenai apa yang akan dilakukan pada kegiatan mereka nanti.

“Sasaran utama kita nanti adalah anak-anak dari SMA Nusantara, SMA Dharma Bhakti, dan SMA Taman Siswa yang merupakan tetangga sekolah kita.” Hendra sudah menggambar denah sederhana pada whiteboard dan menjelaskannya, dia menunjuk SMA Ventura yang terletak di antara SMA Nusantara dan SMA Dharma Bhakti. “Berhubung posisi sekolah kita strategis, jadi waktu pulang sekolah, kebanyakan mereka bakal lewat sekolah kita. Oh iya, kalian juga boleh menawarkan pada pengguna jalan lain asal tidak mengganggu lalu lintas. Paham?”

Semua mengangguk dan menggumamkan kata paham.

“Untuk bersiap-siap, kalian nanti nggak perlu ikutan jam pelajaran terakhir. Gue udah sediakan surat izin. Terus,” cowok itu melayangkan pandangannya ke sudut ruangan, tempat kaus berwarna putih dan pink ditumpuk, “itu ada kaus yang harus kalian pakai nanti. Satu ukuran, jadi mohon maklum kalau sedikit  kegedean atau kesempitan. Bawahannya pakai seragam khas sekolah aja.”

“Gue nggak mau pakai warna pink,” celetuk sebuah suara yang serentak membuat semua yang ada di ruangan ini menoleh ke arah sumber suara.

Ara yang duduk di bangku paling depan juga turut menoleh, otomatis terbelalak kala mendapati siapa gerangan pemilik suara tersebut.

Iago.

Cowok itu bersedekap, duduk di sebelah Alan. Ara menghela napas, sejak hari itu dia belum sekali pun berbicara dengan Iago. Waktu berpapasan di sekolah pun, mereka hanya bertegur sapa sekenanya. Belakangan ini Iago terkesan menjaga jarak dengan Ara. Beberapa kali Ara sempat berniat untuk menghubungi Iago, tapi niat itu memudar dengan cepat, secepat niat itu hadir di benaknya. Lagi pula, jika Ara benar-benar menghubungi Iago, apa yang akan dikatakannya?

Ara mendesah pelan, kenapa semuanya jadi terasa aneh?

Duh!

“Cowok pakai putih, cewek pakai pink,” jelas Hendra, membuyarkan benak Ara yang sibuk mempertanyakan ini dan itu.

Vika menyikut lengannya. “Dia ikutan?”

“Gue juga nggak tahu,” jawab Ara seraya menggeleng pelan. “Di daftar gue nggak ada nama Iago. Gue juga nggak tahu sejak kapan dia duduk di sana, seingat gue tadi Alan duduk sendiri.”

Namun tiba-tiba Ara ingat sebuah kalimat yang pernah diucapkan Iago padanya: Prince can do anything. Ara membuang napas pendek. “Iago bisa ngelakuin apa pun yang dia mau,” gumamnya.

“Apa? Lo bilang apa barusan?” desak Vika.

“Tuh anak bisa ngelakuin segala yang dia mau.”

“Ck, pantesan julukannya Prince.”

“Surat izin sama kaus bisa langsung diambil sewaktu kalian keluar dari sini, tapi jangan rebutan. Jumlahnya udah dihitung dan lebih dari cukup kok.” Suara Hendra yang lantang spontan membuat Ara menghentikan pengamatannya pada Iago. “Ada yang mau ditanyakan?”

“Nggak ada,” sahut Dion serampangan.

“Kalau nggak ada kita akhiri di sini. Atas partisipasinya, gue sebagai ketua OSIS SMA Ventura mengucapkan banyak-banyak terima kasih.”

Tepuk tangan menutup briefing ini. Ara memperhatikan Hendra yang masih berdiri di depan sana, cowok itu memiliki aura alpha yang membuat anak-anak lain segan terhadapnya, terlebih ketika dia tengah berbicara di depan ‘kawanannya’ seperti ini.

“Oh ya, bentar jangan bubar dulu,” cegah Hendra ketika semua hendak meninggalkan ruangan. “Nanti sehabis kegiatan, klub drama bakal ngadain acara buat seru-seruan. Untuk kita aja sih, tapi kalau mau ngajak temen yang lain juga nggak apa-apa.”

Ara tersenyum simpul. Rupanya meski klub drama tidak ada yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini, mereka sudah mempersiapkan acara sendiri.

“Ra,” panggil Hendra, cowok itu berjalan ke arahnya. “Lo nanti malem ada acara?”

Ara menggeleng.

“Lo mau jalan sama gue?”

“Ke mana?”

Hendra mengangkat bahu. “Kita bisa putusin nanti.”

“Oke.”

“Ya udah kalau gitu. Sampai ketemu nanti ya dan ... selamat bertugas.”

Ara hanya mengangguk kecil, tanpa sedikit pun sadar, bila di sudut lain ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dengan saksama.

*

 

Ara, Vika, dan Monic berdiri di depan kaca kamar mandi, bergantian memperbaiki penampilan mereka yang sudah kucel akibat dihantam dua ulangan sekaligus dalam sehari. Ara menyapukan bedak tipis-tipis setelah mencuci muka, kemudian memoleskan lip gloss beraroma peach milik Vika ke bibirnya. Terakhir, dia menguncir rambutnya seperti biasa.

“Rambut lo lepek banget, Ra,” komentar Monic, memegang helaian rambut Ara dengan ekspresi jijik.

“Gue belum keramas,” sahutnya. “Sengaja, nanti malem baru mau keramas. Males aja kalau habis keramas terus keringatan lagi.”

Vika mencebik. “Lo cantik-cantik kenapa jorok banget sih?”

“Biarin!”

“Ngomong-ngomong ini kenapa warnanya tabrak lari gini sih? Kaus pink, rok biru tua.” Vika memperhatikan dirinya sendiri.

“Tanya tuh sama pacar lo. Dia yang bagian pesan kausnya.”

“Dasar! Dia mah cowok kebagian putih, nggak masalah dipasangin sama bawahan biru tua,” sahut Monic.

Ara mengangguk setuju. “Harusnya warnanya disamain putih semua aja.”

“Eh, foto yuk!” ajak Vika sambil mengeluarkan ponselnya. “Gue lama nggak upload nih.” Akhir-akhir ini Vika memang jarang sekali mengunggah foto di akun Instagramnya, padahal banyak foto-foto cantik yang tersimpan di galeri ponselnya. Alasannya sih belakangan ini dia terlihat lebih gemuk.

Ara menyambutnya dengan antusias. “Yuk! Yuk! Ntar tag gue ya.”

“Beres.”

Setelah beberapa kali jepretan, mereka bertiga siap-siap meninggalkan kamar mandi. Ara mengamati penampilannya sekali lagi, menimbang-nimbang apakah dia akan memasukkan kaus pink bertuliskan Valentine Charity ini ke dalam rok, ataukah membiarkannya begini saja.

“Kalau dibiarin gini kok gue kelihatan kayak pakai baju abang gue, ya?” keluh Ara, tanpa sadar menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal. “Gue masukin dulu bentar,” katanya lalu masuk ke salah satu bilik kamar mandi.

“Gue gini aja.” Monic memperhatikan dirinya sendiri. “Biar nggak kelihatan kurus-kurus amat.”

“Gue juga gini aja. Biar perut buncit gue nggak kelihatan,” timpal Vika.

Mendengarnya, Monic langsung menyolot gemas, “Buncit dari Hong Kong?!”

“Akhir-akhir ini makan gue banyak, Mon. Jarum timbangan gue arahnya ke kanan melulu. Gue belum sempat diet.”

“Lo itu nggak buncit, Vi. Cuma rada-rada chubby.” sahut Ara yang baru saja keluar dari bilik kamar mandi.

“Tuh kan, gue gendut.” Vika merengek.

Monic merangkul Vika, mengarahkannya keluar kamar mandi. “Udah, nggak usah didengerin, biar nanti apa yang dibilang Ara balik ke dia sendiri.”

“Yeee, gitu aja ngambek.” Ara berjalan cepat mengikuti kedua sahabatnya.

Berhubung semua sudah mengetahui tugas masing-masing, acara amal ini bisa berjalan dengan teratur dan tepat waktu. Ara mengangkat sebuah kardus bekas mi instan yang berisi bunga mawar segar dan membawanya keluar.

“Sini, biar gue aja.”

Ara menoleh. Belum juga dia sempat menyahut, Iago sudah mengambil alih kardus dari tangannya. Tadinya Ara tidak memperhatikan, tapi setelah sadar, dia tertawa. “Gue baru nyadar kalau tulisan Valentine Charity di kaus putih buat cowok-cowok itu warna pink. Mana ada glitter-nya lagi.”

“Dion kan emang gesrek otaknya,” balas Iago cemberut. Tak hanya Iago, sepertinya semua cowok juga akan keberatan mengenakan kaus tersebut. Kecuali Dion.

“Buat cewek kausnya pink, tulisannya putih. Buat cowok kausnya putih, tapi tulisannya pink. Haha!”

“Ketawain aja terus!”

Ara mendecak pelan. “Nama lo nggak ada di daftar gue, kok lo bisa ikutan.”

“Gue langsung bilang ke Hendra.”

“Ck, dasar. KKN.”

Iago berhenti mendadak. “Gue udah bilang sama lo belum?”

Sebelah alis Ara terangkat.

“Kausnya cocok sama lo. Lo jadi kelihatan agak imut.”

“Emang biasanya gue nggak imut?”

Iago menggeleng perlahan. “Biasanya lo cantik.”

Ara tersipu. Hanya saja karena tidak mau ketahuan oleh Iago, dia berjalan cepat meninggalkan cowok yang masih terpaku di tempatnya tersebut.

Acara amal berjalan dengan lancar, walau sebenarnya meleset dari sasaran. Sebab kebanyakan yang membeli bunga mereka adalah para pengguna jalan yang bukan merupakan anak sekolah. Tak masalah, yang penting bunga mereka habis dan hasilnya siap untuk disumbangkan ke panti asuhan.

“Ra,” panggil sebuah suara dari kejauhan.

Ara dan Monic yang saat ini tengah sibuk menghitung jumlah uang yang didapat otomatis menoleh ke arah sumber suara. “Iago tuh....” Monic senyum-senyum sendiri, menyenggol rusuk Ara.

“Kenapa lagi sih tuh anak?” omel Ara.

Monic mengambil alih uang di tangan Ara dan segera mendorongnya menjauh. “Udah, sana.... Biar gue yang beresin sisanya.”

Mulut Ara membuka hendak membantah, tapi lagi-lagi Monic mendorongnya. “Iya. Iya. Gue tinggal dulu ya. Ntar gue balik lagi kok.”

Monic memberi isyarat OKE dengan tangannya.

Melihat Ara berjalan ke arahnya, Iago yang tak sabar memilih berlarian kecil menyongsong Ara ketimbang diam dan menunggu.

“Ini buat lo.” Iago menyodorkan setangkai bunga mawar pada Ara, napasnya sedikit terengah. “Gue nggak nyolong kok, gue beli.”

Ara menerimanya dengan ragu.

“Reaksi lo kayak baru pertama kali dapet bunga aja,” tegur Iago.

Ara melengos, sok jual mahal. “Bunga dari lo beda, cuma setangkai. Cowok-cowok yang dulu pernah ngasih gue, mereka ngasihnya buket sama boneka.”

“Ya mana gue tahu kalau ngasih lo harus buket bunga sama boneka. Gue kan nggak pernah ngasih gitu-gituan ke cewek.”

Ara tergelak dengan suara sinis. “Iago, lo itu kalau mau ngegombalin gue—”

“Gue nggak ngegombal.”

“Bohong banget kalau lo nggak pernah ngasih apa-apa ke Kak Lisa.”

“Hak lo buat nggak percaya, tapi gue emang nggak pernah ngasih apa-apa ke Lisa. Gue sama Lisa ... dulu kami sembunyi-sembunyi.”

Sebelah alis Ara terangkat. “Kenapa?”

“Gue nggak suka ngumbar-ngumbar hubungan kayak gitu, karena pasti akan jadi pusat perhatian.”

“Go,” Ara membuang napas pendek, “pacaran atau nggak, apa pun yang lo lakuin itu selalu jadi pusat perhatian. Lo nggak bisa nolak itu. Udah takdir.”

“Takdir, ya?” Air muka Iago berubah muram. Tak lama kemudian Iago beralih menatap Ara lekat-lekat. “Ra, kalau lo punya pacar, lo lebih suka terbuka atau sembunyi-sembunyi?”

“Hah?” Ara terkesiap. Sebuah pertanyaan yang sama sekali tidak berbobot. Meski begitu Ara tetap menjawabnya. “Gue belum pernah pacaran, tapi kalau suatu hari nanti gue punya pacar, gue akan biarkan hubungan itu berjalan apa adanya. Nggak dipamerin, juga nggak sembunyi-sembunyi.” Sebuah dengusan yang diikuti tawa kecil lolos dari bibir Ara. “Lagian kenapa harus sembunyi-sembunyi sih? Emang lo maling?”

Iago terkekeh. “Anggap aja gitu,” balasnya meladeni candaan Ara. Iago hendak melanjutkan kalimatnya, akan tetapi tidak jadi saat melihat Hendra berjalan ke arah mereka. “Tuh penggemar berat lo udah dateng. Gue cabut dulu.” Tanpa menanti respons dari Ara, Iago berlarian kecil menjauhinya.

“Ra...” panggil Hendra, mata cowok itu seketika tertuju pada bunga di tangan Ara. “Wah, ada yang ngeduluin gue ngasih lo bunga,” ujar Hendra agak kecewa.

“Gue beli.” Ara terpaksa berbohong. “Rencananya mau gue kasih ke bokap gue.”

“Oh.... Lo nggak ke ruang serba guna? Anak-anak udah pada ngumpul di sana.”

“Iya, gue juga mau ke sana. Tadi gue sama Monic masih ngitung berapa uang yang kita dapat.”

“Ra, gue ... mau ngomong sesuatu sama lo.”

Ara menghela napas. Bukan karena dia gugup, melainkan karena perasaannya mulai tidak enak.

“Ra, lo denger gue?” Hendra mengguncang tubuh Ara.

“E-eh, sori, lo bilang apa tadi?”

“Kalau gue nembak lo sekarang, lo bakal terima gue nggak?”

Mampus! Ara menunduk. Salah tingkah.

“Gue takut lo nolak gue, makanya gue tanya lo dulu.”

Mampus gue, batin Ara. Dia bingung harus mengatakan apa.

“Gue....” Ara menggigit bagian dalam pipinya.

Hendra menunduk. “Lo nolak gue,” ujarnya.

Ara menghela napas. “Hen, gue cuma nggak tahu sama perasaan gue ke lo,” balas Ara setelah sekian detik bergulat dengan pikirannya sendiri. “Jadi untuk sekarang, kita temenan kayak biasanya dulu aja ya. Nanti kalau perasaan gue udah jelas, kita mungkin bisa melangkah ke tahap selanjutnya.”

“Oke. Gue terima alasan lo. Tapi hari ini gue boleh gandeng tangan lo?”

Merasa tak enak, Ara memperbolehkannya.

Tangan Hendra hangat, menggenggam erat tangan Ara seolah enggan melepaskannya. Meski begitu rasanya berbeda dengan genggaman Iago. Tangan Iago selalu menggenggam Ara dengan protektif, seakan berkata padanya; Lo punya gue.

“Yuk, kita nyusulin anak-anak ke ruang serba guna,” kata Hendra semringah.

Ara hanya mengangguk kecil. Hatinya bergejolak tak keruan. Bukan karena terlalu senang atau terlalu gugup, melainkan perasaan tidak nyaman itu terasa semakin nyata, menguasai hatinya.

Saat mereka hampir sampai di pintu masuk ruang serba guna, pintu itu terbuka. Sesosok cowok keluar dari sana dan berlari secepat mungkin.

“Iago....”

Tanpa sempat berpikir, Ara menarik lepas tangannya dari genggaman Hendra dan berlari menyusul Iago, tak memedulikan Hendra yang berusaha menggapainya kembali.

Hendra yang keberatan melepas Ara hanya bisa terpekur seraya menatap tangannya sendiri. “Lo sama Iago sebenernya ada hubungan apa, Ra?”

*

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Suami Untuk Kayla
7835      2482     7     
Romance
Namanya Kayla, seorang gadis cantik nan mungil yang memiliki hobi futsal, berdandan seperti laki-laki dan sangat membenci dunia anak-anak. Dijodohkan dengan seorang hafidz tampan dan dewasa. Lantas bagaimana kehidupan kayla pasca menikah ? check this out !
North Elf
2024      927     1     
Fantasy
Elvain, dunia para elf yang dibagi menjadi 4 kerajaan besar sesuai arah mata angin, Utara, Selatan, Barat, dan Timur . Aquilla Heniel adalah Putri Kedua Kerajaan Utara yang diasingkan selama 177 tahun. Setelah ia keluar dari pengasingan, ia menjadi buronan oleh keluarganya, dan membuatnya pergi di dunia manusia. Di sana, ia mengetahui bahwa elf sedang diburu. Apa yang akan terjadi? @avrillyx...
Today, I Come Back!
3765      1294     3     
Romance
Alice gadis lembut yang sebelumnya menutup hatinya karena disakiti oleh mantan kekasihnya Alex. Ia menganggap semua lelaki demikian sama tiada bedanya. Ia menganggap semua lelaki tak pernah peka dan merutuki kisah cintanya yang selalu tragis, ketika Alice berjuang sendiri untuk membalut lukanya, Robin datang dan membawa sejuta harapan baru kepada Alice. Namun, keduanya tidak berjalan mulus. Enam ...
Just a Cosmological Things
901      503     2     
Romance
Tentang mereka yang bersahabat, tentang dia yang jatuh hati pada sahabatnya sendiri, dan tentang dia yang patah hati karena sahabatnya. "Karena jatuh cinta tidak hanya butuh aku dan kamu. Semesta harus ikut mendukung"- Caramello tyra. "But, it just a cosmological things" - Reno Dhimas White.
SUN DARK
390      244     1     
Short Story
Baca aja, tarik kesimpulan kalian sendiri, biar lebih asik hehe
Aditya
1347      596     5     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
MERAH MUDA
499      358     0     
Short Story
Aku mengenang setiap momen kita. Aku berhenti, aku tahu semuanya telah berakhir.
AUNTUMN GARDENIA
141      123     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...
PELANGI SETELAH HUJAN
467      334     2     
Short Story
Cinta adalah Perbuatan
A Perfect Clues
5864      1604     6     
Mystery
Dalam petualangan mencari ibu kandung mereka, si kembar Chester-Cheryl menemukan sebuah rumah tua beserta sosok unik penghuninya. Dialah Christevan, yang menceritakan utuh kisah ini dari sudut pandangnya sendiri, kecuali part Prelude. Siapa sangka, berbagai kejutan tak terduga menyambut si kembar Cherlone, dan menunggu untuk diungkap Christevan. Termasuk keberadaan dan aksi pasangan kembar yang ...