Malam Jumat telah berlalu, kegiatan mistis menguak misteri tempat-tempat angker telah dilaksanakan dengan baik. Kini sudah memasuki malam Selasa, waktunya Yogi dan kawan-kawan kembali beraksi mendatangi tempat-tempat yang dianggap angker.
Malam ini, karena Mbah Susilo sedang sakit, yang mendampingi anak-anak melakukan penelusuran dengan sepupunya yaitu ki Ageng yang merupakan usianya lebih muda dari Mbah Susilo 10 tahun. Ki Ageng meminta Yogi dan yang lain menemui di rumahnya yang tidak jauh dari sebuah danau.
Danau ini, bila waktu siang hari cukup ramai dan dijadikan objek wisata dadakan. Namun ketika malam tiba, suasana mencekam menyelimuti danau ini. Sempat berhembus kabar, bahwa di danau ini telah terjadi perahu tenggelam dikarenakan ada salah satu penumpangnya yang berbicara sembarangan dan melanggar adat setempat.
Yogi pun menyanggupi untuk datang ke kediamannya ki Ageng, Yogi dan kawan-kawan telah sampai di depan rumah ki Ageng.
Rumah ki Ageng begitu nampak asri karena ditumbuhi oleh tanaman-tanaman yang mempunyai pohon pendek seperti pepaya dan delima. Selain itu, terdapat pula sebuah gapura beraksitektur Bali.
Begitu akan mengetuk pintu, nampak ki Ageng sudah menunggu di teras depan sambil ngopi yang masih mengepul asap panas dalam cangkir. Ki Ageng menyapa Yogi dan kawan -kawannya.
“ Selamat datang di gubuk ki Ageng, silakan duduk dulu.” Sapa Ki Ageng sambil tersenyum.
“ Eh, Aki ..baru saja kita mau mengetuk pintu, rupanya sedang nyantai di teras.” Ucap Yogi sambil menghampiri Ki Ageng untuk bersalaman diikuti anak-anak yang lain.
Setelah beres menyalami Ki Ageng, Yogi pun duduk diikuti kawan-kawannya.
“ Kita duduk dulu sebentar ya, ngopi dulu dan makan bakwan goreng, masih jam 8 malam,”
“ Kita berangkat ke danau sekitar jam 11 malam , sekarang kita ngopi dulu sambil menikmati bakwan goreng.” Lanjut Ki Ageng.
Ketika Ki Ageng dan Yogi beserta kawan-kawan yang lain sedang mengobrol, tiba-tiba datang dari arah dalam rumah istrinya Ki Ageng dengan membawa nampan yang berisi beberapa gelas kopi dan juga sepiring bakwan goreng lengkap dengan cabai rawitnya.
“ Silakan dicicipi kopi dan bakwannya.” Ucap istrinya Ki Ageng hendak berbalik arah lagi menuju dalam rumah.
“ Terima kasih ibu atas jamuannya.” Ucap Yogi
“ Iya, dek Yogi sama-sama.”
***
Malam mulai semakin larut, setelah kopi dan bakwan gorengnya habis, Waktu juga telah menunjukan pukul 11 malam. Ki Ageng lalu beranjak dari kursi goyangnya dan segera mengajak anak-anak untuk menuju ke sebuah danau dekat rumah Ki Ageng.
“ Waktu sudah menunjukan pukul 11, mari anak-anak kita pergi ke danau.” Ajak Ki Ageng
“ Siap ki.” Jawab Yogi dan kawan-kawannya serempak.
Ki Ageng berjalan lebih dulu lalu kemudian Yogi dan yang lainnya menyusul sambil membawa senter dan membawa sarung yang dililitkan dilehernya karena cuaca dingin.
***
Jalan menuju danau hanya jalan setapak, jadi mau tidak mau jalan sendiri-sendiri dimulai Ki Ageng hingga yang paling belakang. Tidak memakan waktu lama, rombongan Ki Ageng pun telah sampai danau meski hanya berjalan kaki.Banyak terdengar suara jangkrik dan katak bersahutan.
Tiba-tiba dari arah danau terdengar suara….
Crrrraaaakkk….
Suara gemercik air seperti ada ikan besar yang melompat menuju atas danau.
“ Hati-hati semuanya, jaga lisan jangan sampai berkata yang dapat melanggar.” Ucap Ki Ageng mengingatkan Yogi dan kawan-kawannya.
“ Kenapa memangnya,Ki ?” tanya Restu penasaran.
“ Karena disini tempatnya para siluman ikan penghuni danau ini.” Ucap Ki Ageng menjelaskan secara jelas.
Tiba-tiba, Edwin yang malam itu entah sedang memikirkan apa dan tidak fokus akhirnya pikiran kosong. Siluman ikan penghuni danau pun merasuki ke dalam tubuh Edwin.
“ Hahaha…mau apa kalian datang ke tempat kami? Mau celaka ? Hahaha.” Teriak siluman ikan yang merasuki Edwin dengan tertawa yang menggelegar.
“ Kita tidak akan mengganggu kalian, kita Cuma numpang berteduh.” Ucap Ki Ageng.
“ Halah alasan, pasti inginkan sesuatu kan untuk kami para siluman kabulkan ?”
“ Kita Cuma inginkan informasi, terkait warga kabupaten sebelah yang selalu tenggelam disini apakah itu ulah kalian?” tanya Ki Ageng dengan tegas.
“ Hahaha…kalau itu ulah kami mau bagaimana?” hahaha.”
“ Jadi benar itu ulah kalian, masalah apa yang membuat kalian begitu dendam dengan warga kabupaten sebelah?”
“ Permasalahan ini asal mula dari para leluhur kami yang mencintai seorang gadis warga kabupaten sebelah, namun rasa cinta itu ditolak oleh gadis pujaannya,”
“Hingga dendam sampai sekarang kepada keturunannya hingga tujuh turunan.” Lanjut siluman itu kemudian.
“ Lalu, apa yang menyebabkan danau ini banyak merenggut korban?”tanya Ki Ageng semakin penasaran.
“ Karena pemuda itu bunuh diri di sekitar danau ini, jadi siapapun warga keturunan kabupaten sebelah yang berkunjung ke danau ini akan celaka.”
“ Oh, jadi itu permasalahannya.”
Disaat Ki Ageng masih berbincang dengan siluman yang merasuki Edwin, Edwin pun lalu terbatuk-batuk dan mulai sadar dari kerasukannya.Hingga siluman itu pun menjauh dan keluar dari tubuh Edwin.
Edwin kemudian diberi minum air putih oleh Ki Ageng yang telah diberi mantra-mantra supaya makhluk astralnya tidak balik lagi merasuki Edwin.
“ Jadi begitu nak Yogi asal usulnya mengapa danau ini sering memakan korban terutama warga kabupaten sebelah.” Ucap Ki Ageng memberi informasi.
“ Begitu ya Ki, pantas saja setiap pekan ada saja yang menjadi korban, tetapi korbannya bukan warga asli sini.”
“ Iya, tetapi waspada juga harus, tetap hati-hati dan jaga diri.”
Malam pun semakin larut, dan gelap semakin mencekam juga semakin sepi. Akhirnya Yogi mengajak Ki Ageng untuk pulang.
“ Ki, kita pulang saja yuk..semakin malam suhu udara semakin dingin.”
“ Ya sudah kalau mau pulang, kita pulang sekarang, jalannya lewat jalur yang tadi ya.”
Ki Ageng, Yogi dan kawan-kawan yang lain lalu meninggalkan danau yang semakin gelap dan sepi itu.
Mereka pun akhirnya pulang menuju rumah masing-masing. Karena mata sudah mulai ngantuk dan badan juga sudah lelah. Besok pun harus berangkat menuju kampus dikarenakan ada tugas dari dosen yang harus dikumpulkan.
Pulang kembali dengan melewati jalur jalan setapak dan seperti biasa, Ki Agenglah yang pertama berjalan sambil memegang senter yang dibawanya. Beberapa menit kemudian, Ki Ageng telah sampai menuju rumahnya. Karena rumah Ki Ageng sangat dekat dengan danau yang tadi disinggahi, hanya kurang lebih beberapa meter saja.
“ Aki sudah sampai rumah, kalian mau mampir dulu atau tidak?” tanya Ki Ageng memastikan.
“ Tidak Ki, terima kasih banyak atas tawarannya, kita langsung pulang saja ya ki.” Ucap Yogi menolak ajakan Ki Ageng untuk mampir lagi ke rumahnya.
“ Ya sudah kalau tidak mau, kalian hati-hati dijalannya, aki masuk dulu ke dalam rumah, karena suhu udara mulai dingin tidak baik untuk orang tua macam aki.”
“ Iya Ki, kita pulang ya.” Ucap Yogi dan kawan-kawan bersamaan.
Mendengar itu aki Ageng hanya tersenyum dan segera memasuki rumahnya.
***
Lanjut
Comment on chapter Hantu Penunggu Jembatan Tua