Loading...
Logo TinLit
Read Story - Surat untuk Tahun 2001
MENU
About Us  

Hari ini tidak ada jadwal kuliah. Lumayan berhemat karena aku harus menempuh perjalanan dengan kereta listrik untuk tiba di kampusku. Sebuah kampus Negeri di kota J. Memang tidak setiap hari aku mengikuti kelas. Semester ini, aku hanya mengambil beberapa mata kuliah pokok. Semuanya berhubungan dengan kondisi keluarga dan pekerjaaanku di Kafe Gerimis. Jarak tempuh lumayan jauh, namun terasa cepat karena aku menggunakan kereta listrik. Hanya sekitar empat puluh lima menit. Lalu sekitar 25 menit dari stasiun menuju kampus menggunakan bus kota.

Beberapa kali aku mendengar selentingan kabar bahwa ayah kini tinggal dekat daerah kampusku. Tetapi, tak satu kali pun ia muncul mencariku di kampus. Padahal pembayaran UKT  seharusnya masih menjadi  tanggung jawabnya.

Bos mengetuk lembut meja di ruangan Pantry, membuyarkan lamunanku perihal pembayaran UKT.

“Kenapa bengong, Salli?”

“Ti-tidak, akh .. aku hanya mengantuk.” Aku sedikit tergagap.

Hooaam …

Aku berpura-pura menguap.

Bos tersenyum, aku jadi dag-dig-dug.

Sebuah amplop coklat di sodorkan perlahan.

“Gajianmu, Salli!”

Mataku berbinar senang. Aku hampir melupakannya. Ini gajiku bulan November. Tapi kok aneh, amplop ini lebih terasa tebal dari biasanya.

“Kurasa ini salah Bos, ini bukan amplopku, sangat tebal!” ujarku bingung.

Bos mengambil posisi duduk santai menyandarkan bahunya yang lebar pada kursi jati dengan lekukan tinggi pada sandarannya. Bos terlihat berwibawa. Seketika nyaliku menciut. Aku selalu insecure berada dekat Bos. Mungkin kemiskinan membuatku rendah diri.

“Itu benar bagianmu, Salli. Aku memberi bonus karena kau sering kerja lembur, dan juga karena aku telah melarangmu bekerja di luar kafe.”

Bos memang telah melarangku mengambil pekerjaan tambahan di toko kelontong, sebagai gantinya ia berjanji akan membayarku lebih. Ibu menggantikanku bekerja di toko bunga, katanya sayang jika kesempatan bekerja dilewatkan. Sedangkan pekerjaan bersih-bersih di toko lain terpaksa aku tinggalkan. Aku juga tidak mau Ibu mengambil pekerjaan itu, terlalu berat untuknya.

“Ta-tapi tetap saja Bos, ini terlalu banyak.”

“Untuk pembayaran UKT-mu Salli!”

Bos menunjukkan jari telunjuknya persis di depan wajahku agar aku diam dan menerima. Oh, perasaanku campur aduk. Aku sangat ingin menerima. Tapi rasanya aneh jika bos menanggung biaya kuliahku juga. Sedangkan sebagian besar waktu makanku berada di sini telah ditanggung olehnya.

“Tidak semua untukmu, Salli. Sisihkan untuk adik dan ibumu berobat!” ucap bos menambahkan.

Aku semakin terpana. Rasa malu meliputi. Anehnya, aku masih saja memegang amplop tersebut erat. Aku memang sedang sangat bingung. Masih untung kuliahku di kampus negeri di mana pembayaran UKT sudah termasuk SKS yang wajib di ambil.

“Aku memang berencana akan menyetorkan pembayaran UKT tesebut pada bulan Januari. Setidaknya masih ada waktu dua bulan bagiku menabung sebagian dari penghasilan. Tetapi, bos justru memberiku sekarang.” suaraku bergetar saking terharunya. 

“Berkuliah saja dengan baik, Salli.” Bos mengatakan dengan santai, ia tersenyum seolah menenangkan agar aku tidak khawatir soal biaya kuliah.

“Ta-tapi.., dengan begitu aku akan sering berada di kampus Bos,” ucapku terbata.

“Itu lebih baik, Salli.” Jawabannya dingin. Mata bos menerawang sejenak seperti memikirkan sesuatu.

Bos tersenyum tipis lalu berdiri hendak meninggalkan ruangan. Aku pikir bos kembali ketus namun aku salah, diacaknya rambut pada pucuk kepalaku sambil berlalu. Akibatnya, dadaku berdesir tak keruan. Apakah bos ingin menggodaku atau hanya iseng, tahukah ia perbuatan isengnya sangat membuatku salah tingkah. Oh .. Tuhan, sekali lagi kau kirimkan hal baik untukku, melalui manusia baik yang mengelilingi hidupku sekarang, apakah ini ujian-Mu atau pertolongan-Mu Tuhan?

Mungkin saja Tuhan ingin aku berpikir ulang tentang niat terselubungku, ingin mengakhiri kehidupan dengan cara mengubah masa lalu.

***

Lagi, gangguan kecemasan ini muncul tiba-tiba. Sebelah tangan merasakan tremor. Kedua mataku bergegas mencari sosok Sun, mengharapkan senyuman darinya menenangkan jiwa yang gelisah. Selama ini hanya senior yang mengetahui tentang anxiety ini. Namun, hingar bingar kafe di malam itu meredam niatku. Sosok Sun tertutup pelanggan kafe yang mengerumuni dirinya bermain gitar. Ini malam minggu, tentu saja ramai. Aku beringsut menjauh, menepi sendiri dari keramaian mencari tempat sepi. Tidak akan ada yang mengerti. Perasaan berkecamuk timbul tenggelam tanpa sebab. Rasa ingin menangis dan berteriak. Rasa kesal sekaligus marah. Aku terdiam. Tubuh menegang dan kaku namun isi kepalaku begitu berisik. Sebelum aku mengacau lalu menjatuhkan banyak barang, lebih baik aku berlari, ingin meluapkan. Poster Min Yoongi menjadi tujuanku, sayangnya sesampai di lorong dinding tertempelnya poster bias kesayangan tersebut … ada banyak gadis muda berfoto di sana. Aku kembali mencari tempat lain, merogoh saku kemeja berharap menemukan ponselku tapi sayangnya …  tidak ada, ponsel tertinggal di atas meja pantry. Oh, tidak! Dalam kebingunganku, aku mencoba menarik napas, mengeluarkannya lagi, menarik napas kembali … begitu terus sampai langkahku mencari tempat sepi tercekat sesuatu.

Di taman belakang, aku melihat punggung itu. Punggung pria yang termenung menatap bulan. Ketika ia menoleh beradu pandang dengan linang air mataku. Ia langsung mengerti, kali ini sorot matanya tidak galak atau dingin. Ada hangat yang tidak kupahami. Tetapi, rasanya aku tidak takut mendekatinya. Seperti ada magnet di bawah cahaya bulan. Apalagi setelah tanpa basa-basi bos memerintahkan,-

“Menangislah di punggungku!”

Aku mematuhinya, tanpa ragu berhambur berlari menuju punggung pria bulan tersebut.  Entah mengapa air mata terus meluncur tanpa terkendali. Ia kembali merenung menatap bulan dengan wajahku yang bersembunyi di balik punggungnya. Biasanya, reaksi Sun akan langsung menghibur jika anxiety ini kambuh, sibuk membuat tertawa agar hatiku merasa lebih baik. Akan tetapi, Moon tidak tersenyum seperti matahari, ia tetap sedingin bulan. Ia hanya membiarkanku mengeluarkan segala cemas, takut, gelisah yang terjadi beberapa menit. Kami berdiri di bawah sinar bulan tanpa bicara. Hanya berdua. Hening. Setelah itu aku meninggalkannya kembali sendirian berdiri menatap bulan dengan punggungnya yang basah oleh air mata.

 

Dear seseorang di tahun 2001

Sekarang aku baru menyadari ternyata tidak semua bentuk dukungan merupakan perhatian yang terlihat. Seperti Bos pemarah yang sering mengawasiku dengan mata tajam dan galak karena aku begitu ceroboh, ia meneriaki aku yang memecahkan piring karena takut aku terluka. Dan kini … pria bulan itu membiarkanku membasahi punggungnya dengan air mataku.

Salli, 2023

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Temu Yang Di Tunggu (up)
19569      4076     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
Laci Meja
499      337     0     
Short Story
Bunga yang terletak di laci meja Cella akhir-akhir ini membuatnya resah. Dia pun mulai bertekad untuk mencari tahu siapa pelakunya dan untuk apa bunga ini dikirim. Apa ini....teror?
Bukan kepribadian ganda
9611      1862     5     
Romance
Saat seseorang berada di titik terendah dalam hidupnya, mengasingkan bukan cara yang tepat untuk bertindak. Maka, duduklah disampingnya, tepuklah pelan bahunya, usaplah dengan lembut pugunggungnya saat dalam pelukan, meski hanya sekejap saja. Kau akan terkenang dalam hidupnya. (70 % TRUE STORY, 30 % FIKSI)
Da Capo al Fine
337      279     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir
Langit Tak Selalu Biru
81      68     4     
Inspirational
Biru dan Senja adalah kembar identik yang tidak bisa dibedakan, hanya keluarga yang tahu kalau Biru memiliki tanda lahir seperti awan berwarna kecoklatan di pipi kanannya, sedangkan Senja hanya memiliki tahi lalat kecil di pipi dekat hidung. Suatu ketika Senja meminta Biru untuk menutupi tanda lahirnya dan bertukar posisi menjadi dirinya. Biru tidak tahu kalau permintaan Senja adalah permintaan...
Let Me be a Star for You During the Day
1062      582     16     
Inspirational
Asia Hardjono memiliki rencana hidup yang rapi, yakni berprestasi di kampus dan membahagiakan ibunya. Tetapi semuanya mulai berantakan sejak semester pertama, saat ia harus satu kelompok dengan Aria, si paling santai dan penuh kejutan. Bagi Asia, Aria hanyalah pengganggu ritme dan ambisi. Namun semakin lama mereka bekerjasama, semakin banyak sisi Aria yang tidak bisa ia abaikan. Apalagi setelah A...
Camelia
592      333     6     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri
Just a Cosmological Things
952      538     2     
Romance
Tentang mereka yang bersahabat, tentang dia yang jatuh hati pada sahabatnya sendiri, dan tentang dia yang patah hati karena sahabatnya. "Karena jatuh cinta tidak hanya butuh aku dan kamu. Semesta harus ikut mendukung"- Caramello tyra. "But, it just a cosmological things" - Reno Dhimas White.
Listen To My HeartBeat
586      357     1     
True Story
Perlahan kaki ku melangkah dilorong-lorong rumah sakit yang sunyi, hingga aku menuju ruangan ICU yang asing. Satu persatu ku lihat pasien dengan banyaknya alat yang terpasang. Semua tertidur pulas, hanya ada suara tik..tik..tik yang berasal dari mesin ventilator. Mata ku tertuju pada pasien bayi berkisar 7-10 bulan, ia tak berdaya yang dipandangi oleh sang ayah. Yap.. pasien-pasien yang baru saja...
Looking for J ( L) O ( V )( E) B
2260      923     5     
Romance
Ketika Takdir membawamu kembali pada Cinta yang lalu, pada cinta pertamamu, yang sangat kau harapkan sebelumnya tapi disaat yang bersamaan pula, kamu merasa waktu pertemuan itu tidak tepat buatmu. Kamu merasa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dari dirimu. Sementara Dia,orang yang kamu harapkan, telah jauh lebih baik di depanmu, apakah kamu harus merasa bahagia atau tidak, akan Takdir yang da...