Sepanjang lorong ini ada dua dinding tinggi berhadapan. Pada kanan kiri dinding itu tertempel poster besar grup idol asal korea selatan yang namanya telah mendunia. Aku tak mengerti sejak kapan bos juga menyukai BTS. Tetapi dua dinding ini adalah tempat favorit melepas lelahku. Aku selalu menghentikan langkah tepat pada dinding yang tersorot lampu ungu. Sebuah bingkai besar menghiasi poster bias kesayanganku. Sepertinya aku pun menuliskan ini ke dalam suratku yang ke dua.
Yeah, aku memang sengaja menceritakan semua tentang diriku, bagaimana aku menjalani hari-hari selama ini, apa saja hal yang kusukai, termasuk menyukai BTS (Bulletproof Boy Scouts) dikenal dengan nama lain di Korea Selatan, yakni Bangtan Sonyeondan. Pada tahun 2017, BTS menambah identitas mereka menjadi Beyond The Scene. Wajah bos/ Moon sendiri mengingatkanku dengan salah satu member BTS yaitu Kim Seokjin. Suara bos tak kalah merdu, apalagi ketika menyanyikan nyanyian gerimis sambil memetik gitar. Namun, bias kesayanganku di BTS adalah Min Yoongi, dan aku menjelaskannya panjang lebar dalam surat yag kukirimkan ke tahun 2001.
Dear seseorang pada tahun 2001
Saat ini aku hanya sedang terpaku menatap dinding tinggi tempat tertempel sebuah poster bias kesayangan. Kutahu di tahun tempat kau berada belum terdengar namanya.
Dia Min Yoongi atau Agustd atau Suga, tiga nama dalam satu raga. Orang bilang yang mengidolakannya memiliki trauma, terluka di kehidupan nyata, dikecewakan lelaki. Tidak semua, tetapi hampir semua.
Mmm, sama sepertiku.
Tidak ada ayah atau pasangan yang menjadi rumah bagiku. Hmm, terlahir dari kesepian itu aku menghibur diri. Menemukan cara membahagiakan diri sendiri, menyembuhkan luka sedikit demi sedikit.
Jangan menghakimiku untuk itu. Ada yang menegurku.
“Kenapa sih K-Pop melulu!”
Bukankah kita memiliki cara bahagia yang berbeda-beda?? Jangan karena berbeda selera lantas saling mencela. Mencintai K-Pop bukan berarti tidak cinta kebudayaan negeri sendiri. Sekali lagi ini hanya soal selera, sama halnya dengan film India, sinetron, telenovela atau drakor yang memiliki target pasar masing-masing.
Apakah kau yang membaca ceritaku ini masih heran dengan situasi yang kuceritakan?
Bagaimana di tahun keberadaanmu? Apa ada artis besar yang begitu diinginkan wanita untuk dijadikan suami? Ataukah kamu termasuk pada golongan orang-orang yang mencela kehaluan kami ini?
Ayolah … kalau kau ingin berhadapan dengan istri-istri Yoongi yang hampir separuh bumi. Akh, ya, itulah lelucon yang beredar di antara kami.
Bukankah hidup itu harus terus berlanjut ya … life goes on. Entah pada akhinya nanti kita akan temui perpisahan, datangnya hal menyakitkan atau mental hancur berkeping-keping. Sekali lagi, jangan kamu sepelekan berantakannya mental seseorang, yaa!
Setiap manusia memiliki validasi emosi yang berbeda. Biarkan saja aku tenggelam dalam halusinasi rasa yang tak perlu menantikan pengakuan nyata.
Senior mengatakan, setelah sumpah serapah bos menerjang bagai air bah tanpa peringatan, aku akan berlarian di koridor kafe begitu cepat, tentu saja untuk mengisi tangki cintaku full.
Senior juga berkata untuk tidak mengangguku saat aku memandangi wajah Min Yoongi di layar ponsel atau mendengar lagunya melalui earphone. Aku bukannya sedang bahagia melainkan berusaha bahagia.
Bisa saja ketika story instagram tentang Yoongi adalah sinyal aku yang tengah menangis dan bukannya tertawa. Hidup memang selucu itu ya … akh ya aku lupa, di tahun kamu berada belum banyak media sosial seperti di tahunku saat ini.
Lalu bagaimana cara kamu memvalidasi ekspresi ungkapan perasaan saat itu?
Sebuah tulisan random dari Salli, 2023
***
Langkahku kembali terhenti seseorang menepuk pundakku. Sebuah senyum menyambut arah mataku. Oh, ternyata senior menyusulku. Mungkin saja bos yang menyuruh, atau senior memang penasaran dengan sikapku yang cukup mencurigakan.
“Aku menyiapkan pancakes dan beberapa croissant untuk sarapan kita, ayo!”
Senior ini memang baik, dia tidak pernah melewatkan aku dalam breakfast bersama, bahkan ia akan menambahkan segelas susu untukku. Menurutnya, aku masih dalam masa pertumbuhan. Aku mengangguk, mengiyakan ajakannya. Aku memang lapar tapi rasa penasaranku saat ini lebih besar. Terlebih aku lebih menikmati sarapan tanpa kehadiran bos. Tatapan mata elang bos seakan menembus jantungku, setiap kali aku mengunyah atau menelan makanan di hadapannya. Dia baru benar-benar mengalihkan pandangannya setelah aku mengosongkan isi piring. Dia tidak tahu sikapnya yang demikian membuatku sering tersedak.
Senior hendak meraih tanganku ketika akhirnya aku memberikan alasan agar ia meninggalkanku.
“Ada yang harus kulakukan terlebih dulu, Senior!”
Aku segera berlari kecil menuju kotak pos merah dan mencoba mengintip. Lubang surat itu tidak terlalu lebar tapi cukup bagiku mengetahui isi di dalamnya telah kosong. Rasa gamang menyerbu, ada yang mengambil surat-surat itu atau benar-benar tertelan mesin waktu. Setengah tidak percaya ditambah kecurigaan yang menjalar membuatku terus mencoba mengintip lebih jelas. Sungguh aneh, bukankah ini yang kuharapkan terjadi, tapi di saat betul-betul terjadi aku mulai ragu.
“Apa yang kau lakukan, Salli?” tanya senior mengagetkan, rupanya ia mengikutiku. Mata senior melotot, membuat wajahnya menjadi sangat lucu, aku tidak bisa mengatakan ia tidak tampan. Aku menggeleng cepat, bagaimanapun aku tak ingin senior mengetahui bahwa aku percaya pada rumor surat menembus waktu. Aku membalik punggung senior dan menarik tangan senior yang masih tercium aroma adonan pastry, mengajaknya kembali ke ruang kafe untuk sarapan bersama. Hatiku masih entah berantah, bertanya-tanya bagaimana nasib surat yang kumasukkan pada kotak pos merah. Di antara surat-surat yang kukirim untuk tahun 2001, tentu saja aku tak lupa menyebutkan nama senior dalam surat-surat itu.