Tiga menit yang terasa seperti hitungan detik berlalu di dalam absolute barrier, diiringi tembakan bertubi-tubi dari Rey yang tak henti-hentinya menggempur perlindungan kami. Suara tembakan railgun berdentum keras di telinga, memantul di dalam ruang terbatas yang kami miliki. Rencana sudah jelas, tak ada lagi yang bisa dilakukan selain menjalankannya. Aku merasakan denyut adrenalin berderap, dan jantungku berdegup kencang saat Cedric melangkah maju, mengepalkan tangannya, matanya penuh tekad.
“Ayo, semua!” serunya.
Flash! Cahaya berkilau saat Cedric menghapus barrier. Rasanya seperti kehilangan perisai terakhir, tapi sekarang hanya ada satu arah: maju.
Roki yang paling kuat melesat lebih dulu. Tubuhnya melompat ke udara dengan kekuatan yang mengerikan, dan aku bisa melihat Rey mengincarnya. Railgun Rey bersiap memuntahkan peluru mematikan, mengarah langsung ke Roki yang tak terhentikan. Detik itu, segalanya melambat. Aku tahu kami hanya punya satu kesempatan.
“Ganti!” Cedric berseru.
Flash! Barrier one side yang dibentuk Cedric berhasil menghentikan peluru. Aku bisa merasakan getaran saat ledakan netralisasi menggema di sekitar kami, memberi kami kesempatan berikutnya.
“Stark!” teriakku, suaraku nyaris tenggelam oleh hiruk-pikuk pertempuran.
Flash! Stark bergerak cepat, posisinya sekarang berada jauh di belakang Rey, siap menembakkan panah. Aku bisa merasakan setiap ketegangan dalam gerakan Stark saat dia mengarahkan busurnya.
“ORION, TEMBAK!”
Piuuu! Panah melesat, memecah udara, dan aku bisa melihatnya melaju ke arah Rey yang masih melayang di udara. Mata Rey melirik ke belakang, menyadari ancaman itu.
“Molecular manipulation: solar shots,” ucap Rey dengan dingin. Dua senjata muncul di tangan kanan dan kirinya, bersiap membalas serangan Stark. Jantungku berdentum semakin cepat. Semua terasa tegang.
“Sekarang, Kesya!” suaraku menggema, penuh harapan.
Flash! Kesya melompat dengan lincah ke udara, tepat di atas kepala Rey. Flutnya bersinar, dan suara tajam menusuk ruang di sekitar kami.
“Flute: Scream!”
Suara frekuensi tinggi itu menghantam Rey dengan keras, mendorongnya jatuh ke tanah. Getaran dari gelombang suara membuat tubuhku terasa bergetar, tapi aku tahu ini adalah kesempatan kami.
“Rika!” Aku mendengar teriakan Stark mengingatkanku, dan segera, aku berlari ke arah tempat Rey jatuh.
“Imagination: Bubble Prison!” Seruanku menggema, dan seketika sekumpulan rantai cahaya muncul di udara, melingkari Rey dengan cepat. Rantai-rantai itu mengencang, membentuk penghalang yang sempurna.
Aku meringis menahan sakit ketika energi mengalir deras melalui tubuhku. Tubuhku gemetar saat aku mempercepat proses pembentukan penjara. Aku tahu waktu kami terbatas—hanya ada beberapa detik sebelum Rey bisa kembali menguasai dirinya.
“Cepat masuk!” seruku kepada yang lain, suaraku hampir pecah oleh tekanan.
Flash! Flash! Flash! Mereka melompat masuk tepat sebelum penjara itu terbentuk sempurna.
“Hiyaaaaa!” Aku berteriak keras, menahan semua rasa sakit yang menusuk tubuhku, mempercepat pembentukan penjara. Seolah aku bisa merasakan setiap neuron kepala ku menjerit, tapi aku tak peduli. Ini harus berhasil.
Ting! Suara rantai terakhir mengunci. Penjara berhasil terbentuk, menyegel Rey di dalamnya. Aku tersungkur, napasku tersengal-sengal. Kulihat Kesya melompat kegirangan, mengepalkan tangan ke udara.
“Berhasil!” serunya sambil memberikan tos kepada yang lain.
“Sekarang, perkecil ukurannya,” perintah Cedric dengan tenang. Aku mengangguk, menegakkan tubuhku meski setiap gerakan terasa seperti menyayat daging. Aku kembali merentangkan tanganku, fokus pada tugas selanjutnya—memperkecil ukuran penjara, memaksa Rey turun menginjak tanah.
Saat penjara semakin sempit, Rey tak punya pilihan lain selain mendarat. Jika dia mencoba melayang lagi, lompatan kami akan cukup untuk menghancurkannya.
“Bagaimana, Rey? Kaget?” Cedric mulai memprovokasi. Rey hanya menatap kami, tak langsung menjawab. Aku bisa melihatnya mencari celah, menilai situasi. Tidak ada jalan keluar, hanya empat sisi rantai yang menghubungkan lingkaran.
“Tak kusangka kalian punya kekuatan sebesar ini,” akhirnya Rey berkata, dengan nada dingin dan penuh perhitungan.
“Kenapa tidak?” jawab Stark, ikut terpancing. “Bukankah pemimpin kalian lebih kuat dari ini?”
Rey tersenyum tipis. “Ya, itu benar. Tapi yang berbeda dari yang kumaksud adalah ini bukan sekadar penjara. Ini adalah pelindung terkuat yang pernah kulihat, dan yang mengendalikannya bukanlah Hyper tipe superhuman.”
Matanya beralih kepadaku, tajam, seolah-olah dia bisa melihat langsung ke dalam jiwaku.
“Sebenarnya, kamu Hyper tipe apa, Rika?”
Aku bisa merasakan jantungku berdetak kencang. Semua mata kini tertuju kepadaku, menunggu jawaban. Tapi aku tak tergoyahkan. Fokusku tetap pada penjara ini. Aku tak akan membiarkan Rey mengalihkan perhatian atau memecahkan konsentrasiku.
“Jangan coba-coba mengganggu konsentrasi ku,” kataku ingin, meski jantungku berdegup cepat. “Aku tidak akan mengendurkan penjara ini sedikit pun.”
Tawa Rey yang tajam memecah keheningan, menggema di udara, membuat bulu kudukku berdiri. Suaranya penuh ejekan dan kekuatan yang menakutkan. Aku mencoba menahan diri, tetapi perasaan takut mulai merayap masuk, seperti kabut gelap yang membungkus diriku.
"Kamu tidak tahu, Rika?" Rey berkata dengan nada rendah namun tajam, seperti ular yang bersiap menerkam. Aku hanya bisa menggeleng perlahan, bingung dengan arah pembicaraannya, sementara dada ini dipenuhi kegelisahan yang kian membesar.
"Baiklah, biar kuberitahu satu hal yang mungkin belum kamu sadari," Rey melayang naik, kini hanya dua meter di atas tanah. Kami masih bisa menjangkaunya, tapi sesuatu dalam gerakannya membuat jantungku berdegup lebih cepat. Rasanya seperti dia tahu sesuatu yang sangat penting tentang diriku—sesuatu yang bahkan aku sendiri tidak tahu.
"Seorang Hyper hanya bisa memiliki satu jenis kekuatan," lanjutnya. "Itu mutlak, tidak bisa diubah-ubah. Namun, tak jarang ada Hyper yang memiliki dua kekuatan. Mereka yang kami sebut Hyper peringkat satu."
Perkataannya mulai menggantung di udara, seolah-olah dia sedang membangun sesuatu yang besar. Aku bisa merasakan detak jantungku di telingaku, ritmenya seiring dengan aliran ketegangan yang semakin meningkat. Rey melanjutkan, kali ini menatap langsung ke mataku dengan tatapan penuh rahasia.
"Tapi kamu, Rika, berbeda. Kekuatanmu... tidak mutlak. Tidak jelas, tidak punya eksistensi. Mudah dimodifikasi." Rey tersenyum tipis, mengerikan. "Aku selalu memperhatikanmu sejak pertarungan pertama kita di hotel tua itu. Aku tidak mungkin salah melihat."
Cedric, yang tampaknya sudah tak sabar dengan kata-kata Rey, menyela dengan nada marah. "Jangan bertele-tele atau—" Namun, aku segera menghentikannya dengan isyarat tangan, meski dalam hati aku sendiri ingin segera mengakhiri percakapan ini.
"Kamu punya lebih dari tiga jenis kekuatan," Rey melanjutkan dengan santai, seolah tak ada yang bisa mengganggu fokusnya. "Telekinesis, barrier, rantai energi... dan aku yakin ada kekuatan lain yang kamu sembunyikan."
Aku terdiam. Perasaanku campur aduk antara kaget, takut, dan kebingungan. Benarkah yang dia katakan? Apakah aku ini lebih dari yang aku tahu? Namun, sebelum aku bisa mencerna semuanya, Rey melayang sedikit lebih tinggi, tangannya mulai berubah, senjatanya menyelimuti lengan, memancarkan kekuatan yang mencekam.
"Sekarang, aku sangat penasaran," katanya dengan suara sedingin es, "siapa sebenarnya dirimu, Rika?"
Kata-katanya membuat seluruh tubuhku merinding. Sebuah ketakutan purba muncul, seperti berada di hadapan sesuatu yang tak bisa kumengerti. Tapi aku tak punya waktu untuk memikirkan lebih jauh, karena teriakan Cedric menggema, memecah lamunanku.
“Seraaaang!”
Flash! Bum! Riko bergerak lebih dulu, menyerang Rey dengan pukulan yang cukup kuat untuk membuatnya terhempas ke tanah. Namun, dalam sekejap, Rey menghilang dari pandangan dan muncul di belakang Riko, membalas dengan pukulan keras.
"Bum!" Terdengar suara dentuman ketika pukulan itu mengenai Riko. Aku menahan napas.
"Dia menggunakan senjatanya untuk melapisi tangannya, memberikan dorongan lebih kuat," Stark menjelaskan dengan nada tenang meski situasi penuh tekanan.
Aku melihat Riko berdiri lagi, siap membalas. Pertarungan kini berlangsung sengit. Flash! Bum! Tinju demi tinju terlempar, seimbang antara udara dan darat. Setiap pukulan yang diberikan Riko seolah diimbangi oleh Rey dengan kekuatan yang sama.
"Orion, tembak!" Teriakan Stark memecah fokusku, panah melesat cepat menuju Rey. Aku bisa melihat gerakan mata Rey yang tajam, segera menyadari bahaya itu.
Piuuuu! Panah itu melesat dengan cepat, namun Rey sudah siap. Dia mengincar Stark dengan tatapan dingin, siap menghancurkan apapun yang ada di jalannya. Cedric, yang menyadari ini, segera berlari.
“Barrier: One side!” Cedric memblokir pukulan yang mengarah ke Stark. Dentuman keras terdengar saat barrier menahan kekuatan serangan Rey.
"Rika! Sudahkah?” Cedric memanggilku, suaranya penuh harapan.
Aku menganggukkan kepala, mengambil napas dalam, dan merentangkan tanganku ke depan. Saat ini, aku sudah siap.
“Imagination: binding chain!”
Cring-cring! Rantai energi ungu melesat dari tanganku, membungkus Rey dengan kuat. Tangan dan tubuhnya kini terikat, tak bisa bergerak sedikit pun. Aku merasa kekuatan rantai ini jauh lebih kuat dari sebelumnya. Tidak mungkin dia bisa melepaskan diri.
"Sekarang aku! Barrier: Energy blow!" Cedric berteriak sebelum menyerang.
Bum! Rey terpental keras, menghantam tameng penjara yang kami bentuk. Darah segar keluar dari mulutnya, wajahnya berubah pucat, dan aku bisa melihat tangan Rey patah akibat serangan tersebut.
“KALIAAAAN!” Rey berteriak marah, auranya semakin kuat, tubuhnya penuh luka tapi tetap melayang di udara. Aku bisa merasakan ketegangan meningkat, seperti badai yang siap menghantam. Ada sesuatu yang aneh. Mataku membesar saat aku menyadari sesuatu.
“Cedric, pasang barriermu sekarang!” teriakku panik.
Semuanya segera berkumpul di tengah, flash! flash!, mengikuti instruksiku tanpa bertanya. Namun, wajah mereka dipenuhi kebingungan. Seharusnya ini adalah waktu penghabisan, namun ada perasaan janggal yang aku rasakan. Mereka semua menatapku, Stark yang pertama bertanya dengan nada kesal.
“Ada apa?”
Aku merasakan ketegangan yang menjalar di seluruh tubuhku saat suasana di sekeliling berubah semakin mencekam. Rey masih melayang di udara, perlahan berubah wujud, sementara mataku terus menatapnya penuh waspada. Ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang tidak bisa kuabaikan.
“Tidak ada waktu menjelaskan, Cedric. Pasang absolute barrier,” suaraku terdengar tegang, namun aku berusaha untuk tetap tenang. Cedric segera mengangguk dan tanpa ragu merentangkan tangannya, ucapannya tegas.
“Barrier: Absolute Barrier.”
Sementara itu, Stark menatapku tajam, penuh rasa penasaran dan sedikit frustasi. Aku tahu dia mendesakku untuk menjelaskan, tapi fokusku tertuju pada Rey. Ada sesuatu yang aneh tentang energinya. Perasaan buruk yang menggulung dalam diriku semakin jelas, seperti ada ancaman besar yang siap menghantam kami kapan saja.
“Apa yang kau lihat, Rika?” Cedric bertanya, nadanya penuh rasa ingin tahu, tapi aku masih belum bisa menjawab dengan jelas. Hatiku terombang-ambing oleh perasaan yang sulit kujelaskan. Stark mendesakku lagi.
“Iya, apa, Rika? Jangan sembunyikan!” suaranya keras, tapi bukan marah, lebih seperti dia ingin segera tahu apa yang ku rasakan. Aku menelan ludah, tenggorokanku kering, suaraku gemetar saat akhirnya aku berbicara.
“Ada yang janggal...,” kataku, nyaris berbisik, tapi cukup keras untuk didengar semua orang. Mereka menatapku dengan cemas.
Stark mengerutkan kening, jelas dia bingung. “Apa yang janggal? Jelaskan, Rika!”
Aku menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diriku sebelum menjelaskan. “Ada sesuatu yang aneh dengan aura dan energi Rey...”
“Aura? Energi? Apa maksudmu? Hei, jangan melamun!” Stark memotong, nadanya jelas kesal. “Itu hanya Rey, pria tua yang melayang menunggu transformasi tubuhnya selesai! Ini kesempatan kita untuk menghabisinya!”
“Itu benar, Rika,” Kesya ikut menimpali, suaranya lebih tenang, tapi dia jelas setuju dengan Stark. Namun, aku tahu apa yang kulihat dan rasakan. Aura biru tua yang menyebar di sekitar kami, melingkupi hampir seluruh ruangan dalam penjara energi ini. Dan energinya... entah bagaimana, aku bisa melihatnya dengan jelas. Kenapa mereka tidak bisa?
“Hey, berhenti melamun!” Riko mulai kehilangan kesabaran. “Jelaskan dengan jelas, Rika!”
Aku menarik napas panjang lagi, mencoba menenangkan diri meskipun jantungku berdegup kencang. “Sudah kubilang, ada yang janggal. Di sekitar kita ada aura biru tua yang menyelimuti, dan energinya... energinya seharusnya jelas. Kalian tidak melihatnya? Energi Jenderal Rey menyusut, seolah hilang, entah ke mana.”
Perbincangan terhenti sejenak. Semuanya mulai menghitung kemungkinan. Mata mereka kembali tertuju pada Rey yang masih terdiam di udara, tubuhnya bertransformasi, dan tak ada yang mencurigai apa yang kurasakan. Namun, aku tak bisa mengabaikan firasat buruk ini.
“Tidak ada yang salah dengan pria itu,” Stark mendengus, suaranya marah. Dia menjadi lebih sering berteriak akhir-akhir ini. Tapi aku tahu ada yang salah.
Tiba-tiba, dengungan aneh terdengar di telingaku. Seperti suara sonar. Mataku membesar saat menyadari apa yang sedang terjadi. Itu bukan suara biasa—itu peringatan!
“Rika, ada apa?” Cedric bertanya, tangannya menggenggam bahuku, mencoba menenangkan aku yang terlihat sangat cemas.
Tubuhku gemetar saat kata-kata itu keluar dari mulutku. “Pria itu... dia akan meledakkan kita semua!”
Seketika, suasana yang semula penuh kontrol berubah kacau. Panik mulai menjalar di antara kami. Wajah-wajah mereka tegang, dan jelas ini berita buruk. Namun, di tengah semua itu, Cedric tetap tenang, meskipun dahinya berkerut.
“Bukankah itu bagus?” katanya. “Jika dia meledakkan dirinya sendiri, kita akan tetap aman di dalam barrier ini, kan?”
Aku menggeleng cepat, suaraku semakin keras. “Bukan itu masalahnya! Ya, kita akan bertahan di dalam barrier, tapi yang jadi masalah adalah di luar barrier!”
Kesya, yang sejak tadi tenang, kini mulai tampak khawatir. “Apa maksudmu, Rika?”
“Aku bisa merasakannya... Kekuatan yang dia kumpulkan ini... setara dengan bom nuklir! Ledakannya bisa menghancurkan puluhan kilometer. Seluruh kota... seluruh faksi... akan habis!”
Wajah Kesya berubah pucat, begitu pula dengan Cedric. Perasaan takut merayap di setiap sudut. Kami mungkin aman, tapi semua orang di luar sana tidak. Ledakan ini bukan hanya tentang kami; ini tentang ribuan nyawa yang terancam.
Tawa Rey kembali pecah, keras dan meresahkan. Saat dia berteriak, dia merobek bajunya, memperlihatkan benda biru yang tertanam di dadanya. Hatiku berdegup kencang. “Kristal komet...” pikirku, menahan napas.
Roki bersiap untuk menyerang, tetapi Stark menahannya. “Jangan! Jika kita merusak benda itu sekarang, ledakannya bisa terjadi kapan saja!” Stark memperingatkan, suaranya penuh ketegangan. Dia benar. Ini terlalu berbahaya.
“Ini gawat. Kita tidak memikirkan ini sejauh ini,” kata Stark sambil menggigit jarinya, matanya penuh kecemasan. Keheningan menyeruak saat kami semua mencoba mencari jalan keluar, tapi tidak ada solusi yang tampak jelas.
“Tunggu,” Cedric tiba-tiba berbicara, memecah keheningan. “Apa ada yang bisa menggunakan kemampuan teleportasi di sini?”
Kami saling bertukar pandang, berharap ada yang bisa menyelamatkan situasi ini. Tapi Stark segera menggeleng. “Tidak ada.”
Aku merasa buntu, sama seperti yang lain. Teleportasi mungkin satu-satunya jalan, tapi bagaimana jika tak ada yang bisa melakukannya? Apakah ini akhirnya?
Perlahan, aku mengangkat tanganku. Semua mata tertuju padaku, menunggu.
“Kenapa, Rika?” Cedric menatapku dengan alis terangkat.
Aku menggigit bibir, merasakan keraguan yang besar. “Aku... aku ingin mencoba kekuatan teleportasi.”
Seketika, mata mereka semua melebar, terutama Stark. “Serius kau bisa?” tanyanya dengan nada tidak percaya.
Aku menatap mereka dengan rasa ragu yang jelas tergambar di wajahku. “Sebenarnya... aku tidak tahu,” jawabku, suaraku patah-patah.
Seketika semuanya kembali cemberut. Itu artinya tidak ada harapan.
Halo readersvol. ada perubahan jadwal upload mulai bab berikutnya. Evolvera Life akan upload bab baru setiap 3 hari sekali. Terimakasih sudah menikmati cerita.
Comment on chapter Episode 22