“Itu pasti pemimpin mereka,” sahut Yeriko dengan tenang.
Aku merasakan kegelisahan dalam diriku, memikirkan bagaimana mungkin Yeriko bereaksi begitu biasa saja. Pemimpin mereka sangat misterius, hampir tak terjangkau. “Yeriko, kau pernah bertemu orang ini?” tanyaku memastikan rasa penasaran yang membuncah.
“Aku pernah bertemu dengannya, bahkan sangat sering dulu,” jawabnya lagi-lagi tanpa ekspresi yang meyakinkan. Kata-katanya terdengar begitu biasa, namun tetap saja, rasa cemas melingkupi pikiranku.
“Kita akhiri percakapan ini, terima kasih, Rika, sudah menggunakan kemampuanmu. Itu sangat berguna ketika tidak ada radar di dunia ini,” lanjutnya. Aku mengangguk, merasa sedikit tersipu karena pujian itu, meski situasinya masih sangat tegang.
“Mari ikuti aku, kalian tidak perlu berjaga begitu ketat. Aku yakin mereka tidak akan menyerang saat pertemuan.” Kami mengangguk dan segera membawa perlengkapan, beberapa koper tangan yang berisi berkas-berkas penting untuk diplomasi ini. Yeriko telah menjelaskan sebelumnya tentang pentingnya koper-koper ini.
Gedung pertemuan ini dibangun di area netral. Garis netral ini berguna sebagai pemisah perbatasan antara dua wilayah konflik. Aku pernah membaca di buku tentang bagaimana garis netral digunakan di perbatasan Korea Utara dan Selatan. Garis ini benar-benar netral, tanpa pemilik, sebuah tempat yang aman untuk pertemuan diplomatik.
Yeriko memimpin jalan di depan dengan langkah cepat. Aku bisa merasakan ketegangan yang semakin memuncak. Hanya butuh lima menit berjalan menuju gedung pertemuan di garis netral, yang lebarnya sekitar 30 meter. Panjangnya aku tidak tahu pasti, malas berhitung.
“Mohon verifikasi wajah, Tuan,” seorang prajurit penjaga mengarahkan kami ke alat pemindai wajah. Kami bergantian untuk verifikasi, wajah kami sudah terdaftar di database gedung ini.
“Cedric, Rika, Luna, dan terutama kamu, Freya, harap diam saja. Kalian hanya bertugas menjaga aku dari serangan. Kalau ada provokasi dari lawan, jangan hiraukan, tunggu aba-abaku untuk bertindak,” kata Yeriko dengan tegas.
“Baik, Tuan,” balas Cedric dengan tegas. Dia benar-benar terlihat seperti tentara sekarang, bukan mantan petugas damkar.
Whoos, pintu gedung terbuka otomatis saat kami melangkah masuk.
“Cedric, apa bangunan ini menggunakan panel surya?” tanyaku mencoba mencairkan suasana. Namun Cedric hanya melihat dengan cermat, masih fokus mengawasi. Matanya bergerak-gerak, meneliti setiap sudut ruangan. Ya sudahlah, lebih baik aku fokus ke depan. Semuanya juga terlihat tegang. Suasana dalam gedung 10×10 meter ini terasa sangat menegangkan hingga ketegangan itu bertambah sesaat kami memasuki ruang pertemuan.
“Selamat datang, seharusnya kalian yang mengucapkan itu bukan?” suara berat seorang pria penuh luka di wajah dan tangannya bergema di ruangan. Aura gelap dan mengerikan keluar menekan atmosfer pertemuan.
“Maaf atas keterlambatan kami, Pemimpin besar Faksi Teror Malam, Artemis,” kata Yeriko dengan suara yang tenang.
Akhirnya aku kembali bertemu dengan pria ini. Pria dengan wajah penuh luka dan suara menakutkan. Namun suara Yeriko terdengar biasa saja, seolah ini pertemuan kesekian kalinya. Tidak ada segaris pun wajah takut atau terintimidasi oleh aura pria di ujung meja panjang ini.
“Silakan duduk, pemimpin faksi hukum. Aku memaafkan keterlambatan kalian.”
“Terima kasih,” jawab Yeriko, lalu duduk di ujung meja panjang berhadapan dengan Artemis, jarak sekitar lima meter memisahkan mereka.
“Jadi apa yang ingin kau katakan?” suara Artemis membuat bulu kudukku berdiri. Instingku mengatakan, sosok di depanku sangat berbahaya.
“Wah, kau sangat tidak sabaran ya. Kupikir akan ada basa-basi dulu, padahal ini pertemuan pertama kita setelah sekian lama,” Yeriko menjawab santai, entah apa yang direncanakannya sampai berani begitu.
“Aku tidak perlu bernostalgia. Orang-orang seperti kalian hanya membual dan menyusahkan umat manusia,” balas Artemis dengan nada kesal.
“Baiklah, mari langsung ke intinya saja.” Yeriko memberi sinyal untuk menyerahkan isi koper itu kepadanya. Lalu ia membukanya. Di dalamnya hanya ada surat perjanjian dengan dua tempat tanda tangan.
“Apa yang kau inginkan?” Artemis memasang tatapan kesal. Sepertinya dia selalu kesal sepanjang pertemuan ini.
“Singkatnya, aku ingin kalian bergabung dengan faksi hukum dan membentuk kembali sistem pemerintahan yang baru dengan seluruh masyarakat yang tersisa—”
“Aku menolak.” Belum sempat kalimat Cedric selesai, pria kekar dengan wajah menakutkan itu memotongnya, bahkan tanpa membaca isi surat perjanjian.
“Kenapa?”
“Aku perlu alasan untuk menolak?”
“Tentu, ini negosiasi kan, mungkin saja aku bisa mempertimbangkan kebijakanmu.”
“Huh? Ha-ha-ha.” Artemis tertawa lepas lalu nyengir. “Kau bercanda? Kau bahkan tidak tahu rencanaku, atau ingin ku beritahukan?”
Aku menelan ludah, ini menegangkan. Tubuhku berkeringat deras, aura Artemis benar-benar menekan atmosfer ruangan ini. Aku bisa merasakan setiap serat ototku menegang dalam ketakutan yang tidak bisa ku jelaskan.
“Baiklah, akan ku beritahukan.” Artemis bergaya mengangkat kedua lengannya ke atas meja sebagai penyangga dagu. “Aku ingin membunuh seluruh rakyat miskin.”
Mataku membesar ketakutan, bukan hanya karena perkataannya, tetapi aura yang keluar saat kepercayaan diri Artemis meningkat memunculkan hawa ketakutan yang menggerogoti jiwaku.
“Kau ingin menghilangkan setengah populasi kota ini dan hanya golonganmu saja yang menguasai?” sahut Yeriko, dia tampak biasa saja dengan wajah tegasnya.
“Huh? Tidak-tidak, bukan begitu dasar payah. Seharusnya kau paham, bukankah Yeriko salah satu orang tercerdas di 45 sayap Garuda emas, tapi kenapa hal simpel begini tidak mudah dimengerti.” Artemis tertawa dengan nada mengejek.
“Bisa langsung ke intinya?” Yeriko memotong.
“Wow, sekarang kau ingin fokus tanpa basa-basi? Apa sudah gerah? Atau kau masih kesal dengan statusku yang masih bagian dari 45 sayap Garuda emas?”
Tunggu? Artemis bagian dari 45 sayap Garuda emas, bagaimana bisa? Si Artemis ini lebih mirip berandalan kota daripada orang-orang cerdas di program itu.
“Aku akan menjelaskan dengan suka rela, karena setelah ini bagaimanapun hasilnya akan berakhir dengan perang, kan?
“Tujuanku hanya satu, ingin menghilangkan ketimpangan sosial di kota ini. Tujuan mulia, bukan?
“Semua orang tahu kota ini yang paling parah tentang ketimpangan sosial termasuk ekonominya. Paling banyak masyarakat miskin dan justru paling besar kejahatan di kota ini. Itu semua karena golongan miskin yang bahkan tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan mereka sendiri.
“Menyedihkan— harus mengais makanan dari tempat sampah, mengemis, atau bahkan melakukan kejahatan yang meresahkan. Memang seharusnya kota ini disebut kota tanpa hukum bahkan sebelum sebutan itu melekat sekarang.”
Kami hanya termangu diam. Aku kesal, Freya, Luna, dan Cedric juga demikian. Aku tahu dari aura mereka yang terasa meningkat secara signifikan. Tapi mau bagaimana lagi, kami tidak diizinkan untuk melawan. Mencegah untuk membuka konflik baru di ruangan ini.
“Huh, kau ternyata hanya menang otot.” Yeriko akhirnya berbicara dengan nada tenang tetapi memprovokasi.
”Apa maksudmu?”
“Bahkan jika seluruh orang miskin dan termiskin di dunia mati secara bersamaan, tetap saja kejahatan akan ada di muka bumi ini. Kau benar-benar tidak paham konsep keseimbangan.”
“Kau salah, justru aku sangat paham. Aku tahu betul apa itu konsep keseimbangan. Aku hanya perlu menyeimbangkan ketimpangan sosial yang ada dengan menyisihkan yang tidak berguna. Bukan hanya itu, kota ini hanya memiliki sisa cadangan makanan yang menipis. Orang-orang seperti mereka akan menjadi buas pada waktunya dan sekarang pun mereka tidak pernah berubah, hanya bermalas-malasan tanpa solusi.
“Mereka sampah kota ini yang layak untuk dibakar demi keselamatan yang lain—”
“Aku tidak tahu masa lalu seperti apa yang membuat pemikiranmu seperti ini, Artemis. Aku hanya ingin mengingatkan terakhir kali, bahwa alam punya keseimbangannya. Biarlah apapun terjadi sesuai seharusnya tanpa perlu campur tangan, terutama tentang HAM.”
“Terserah apa katamu. HAM itu sudah tidak berlaku sejak dunia ini berubah. Sekarang hanya mengenal hukum rimba, mereka yang kuat yang berkuasa.
“Satu hal lagi sebelum aku pergi. Empat hari mendatang aku akan menunjukkan siapa yang berkuasa. Ini akan menjadi akhir dari kalian golongan bawah.” Artemis berdiri kemudian balik kanan melangkah keluar melalui pintu ruangan. Tidak ada kata perpisahan.
“Bentar tuan.” Astaga aku tidak sengaja berbicara menyuruhnya. Matilah aku.
“Kenapa Rika? Kau rindu denganku?” jawab Artemis, suaranya serak berat menggelegar. Aku terpaksa melanjutkannya meski jantungku berdegup kencang.
“Bagaimana tentang makanan yang kalian curi?”
Diam sejenak, Artemis berbalik menatapku. Tatapannya membuat kakiku gemetar.
“Kami tidak pernah mencuri, kami hanya mengamankan sisa makanan dari orang-orang tidak berguna di bawah kalian, dan aku juga masih menyisakan untuk orang-orang yang masih berguna.”
Dia berbalik kanan dan pergi bersama keempat pengawalnya.
“Kita balik ke markas. Ayo bergegas.”
Kami mengangguk. Seperti sebelumnya, Yeriko memimpin jalan di depan, kami berjaga di sekelilingnya. Setiap langkah terasa berat, penuh dengan ketegangan yang tak terucapkan. Sejauh ini tidak ada serangan apapun, dan aku bersyukur hal itu tidak terjadi hari ini. Namun, hal yang lebih buruk justru datang—perkataan Artemis tentang deklarasi perang habis-habisan.
Sesampainya ke posisi penjemputan, kami segera masuk ke dalam kendaraan terbang lapis baja. Sejauh ini, hanya kendaraan ini yang ku tahu cukup membantu dalam pertempuran, itupun hanya sebagai transportasi pasukan.
“Segera balik ke markas pusat dan hubungi para jenderal untuk bersiap rapat.” Perintah Yeriko kepada ajudan pribadinya.
“Kalian ikutlah ke dalam diskusi, aku memerlukan kemampuan kalian, terutama kamu, Rika.”
Aku mengangguk, menelan ludah. Kali ini lebih buruk, dan aku terlibat lebih dalam lagi. Bukan hanya aku, tetapi seluruh party Alaya terlibat dalam konflik yang seharusnya dari awal kami hindari.
Halo readersvol. ada perubahan jadwal upload mulai bab berikutnya. Evolvera Life akan upload bab baru setiap 3 hari sekali. Terimakasih sudah menikmati cerita.
Comment on chapter Episode 22