Loading...
Logo TinLit
Read Story - Evolvera Life
MENU
About Us  

Rapat telah berlangsung selama 15 menit, dan kesimpulan yang saya ambil sekarang adalah bahwa mereka ingin membunuh kami.

“Kau gila? Kami bertiga harus menyerang mereka duluan lalu kalian membersihkan sampah-sampahnya?” Freya terus mengomentari dengan nada tinggi dan tak jarang membentak meja.

“Tenang-tenang, kalian tidak akan pergi hanya bertiga tetapi berenam, itulah yang membuat operasi ini dinamakan Six Fox.” Yeriko menjelaskan dengan tenang tanpa mengeluarkan keringat sedikit pun, sedangkan aku di samping Freya udah keringat dingin.

“Freya, duduklah biarkan aku yang melanjutkan.” Akhirnya, kapten kami, Cedric, bersuara. Sepertinya dia sudah menyusun kata-kata untuk membuat kami untung dalam situasi ini.

“Aku mengerti inti dari pergerakan ini, kami hanya perlu masuk ke markas musuh lalu menyerang 3 target utama yang merupakan petinggi mereka, dan kami hanya 6 orang diam-diam masuk.”

“Benar sekali.”

“Mustahil.”

“Tidak.”

“Jelaskan kenapa kau yakin ini berhasil, sedangkan sebelumnya kami hampir terbunuh dengan satu orang.”

“Kami punya peralatan dan kami siap melatih kalian untuk operasi ini.”

“Cih, kau pembuat rencana yang payah.”

“Terserah apa kata kalian, lagian kalian tidak mungkin menolak tawaran ini kan?”

Cedric terdiam, lalu Freya menjawab dengan kesal, sampai-sampai energinya terasa begitu menekan di ruangan.

“KAU INIII!!!”

“Freya, cukup!” Cedric membentak, menyuruh tenang.

Freya kembali tenang dan sontak melihat ke Cedric, wajah yang menimbang-nimbang.

“Kita tidak ada pilihan lain, kita tidak mungkin membiarkan Luna mati karena keegoisan kita.”

“Tapi, atau kita bisa mencari rumah sakit lain.”

“Dimana? Ini kota tanpa hukum, tidak ada rumah sakit, dan jika kita keluar pasti dibunuh.”

“Tapi sama aja kita pasti mati dengan misi konyol mereka.”

“Aku sudah berhitung kemungkinan situasi dan persentase kehidupan kita 20%, selagi belum 0% kita tidak mungkin mundur sekarang.”

Sejujurnya, mendengarkan pendapat kapten, saya sedikit setuju dan tidak, karena saya masih mengingat rasa sakit di tubuhku, saya tidak mau kehilangan siapa pun lagi. Tapi mau bagaimana lagi, kami sudah terjebak dalam siasat licik mereka.

“Bagaimana, sudah dramanya? Walaupun aku tahu ini cerita ada genre drama, tetapi jangan lama-lama,” Yeriko menyela perdebatan kami.

“Baik, kami akan menerima misi yang diberikan,” ucap Cedric dengan nada yang pasrah, terlihat di wajahnya ada rasa ragu.

“Bagus, kalau begitu langsung ke rundown misi.”

Sebuah hologram menampilkan urutan pengerjaan misi.

“Operasi Six Fox terbagi menjadi beberapa tim dan persiapan dalam waktu 1 bulan.”

“Tim?”

“Iya, tim. Kalian merupakan tim Fox, dan ada tim Scout sebagai pelacak markas teror malam serta memberikan informasi terbaru. Sejauh ini hanya segini markas mereka.”

Hologram itu menampilkan peta 4 sisi dari kota tanpa hukum, dengan beberapa penanda merah, kuning, dan hijau.

“Tanda merah adalah lokasi markas nonaktif, dan tanda kuning adalah markas aktif, sedangkan yang hijau adalah markas utama. Sejauh ini ada 20 markas merah, 25 markas aktif, dan 5 markas hijau,” Yeriko menjelaskan.

“Kok banyak kali?” tanya Freya dengan heran.

“Ini merupakan strategi teror malam untuk membuat mereka tidak terdeteksi.”

Kemudian Cedric bertanya, “Apa benar mereka menggunakan pola tertentu dalam menentukan markas?”

“Wah, hebat, luar biasa. Kapten yang satu ini menyadari dengan cepat. Seperti yang kita lihat di data markas utama ada 5 dengan markas aktif 25, setiap 5 markas kuning menerima 1 komando dari markas hijau. Lalu mereka mulai menyebar dan menjauh dari pusat kota, ini pasti sebuah rencana bagi mereka.”

“Kurasa aku tahu sesuatu,” Cedric menyela pembicaraan.

“Silahkan sampaikan, Tuan Cedric.”

“Mereka akan menutup akses masuk kota dengan membuat lingkaran dengan markas mereka sebagai benteng atau dinding.”

“Kurasa kau benar, karena sebelumnya kami sempat berfikir demikian, tetapi hal itu terasa janggal karena daerah Utara kota terlihat kosong.”

Mereka tampak aktif berbicara, jadi sekarang aku harus ngapain, otakku tidak sampai ke pembahasan mereka.

“Ah, izin memotong diskusi. Markas kita ada di posisi mana?” tanyaku.

“Markas kita ada di Utara kota, emang kenapa?” tanya Yeriko dengan heran. Matanya menatap tajam membuatku gugup, berusaha mencari kejanggalan dari pertanyaanku.

“Aku Cuma mau tahu aja he-he-he.”

Diam masih diam sejenak, menatap tajam tepat melakukan kontak mata.

“Oh, oke, kalau begitu rapat hari ini kita tiadakan, kalian silakan beristirahat, dan mulai besok kalian akan dilatih seseorang, Lilyfa, silahkan masuk.”

“Baik, Tuan.”

Seseorang wanita yang sepertinya tidak jauh dari umur Freya. Wanita ini akan menjadi pelatih kami selama sebulan, lalu kenapa dia memakai armor di ruangan bawah tanah yang panas ini ditambah celananya pendek. Terlihat seksi.

“Kalian, patuhi Lilyfa, karena dia akan menjadi pelatih kalian selama 1 bulan. Saya tidak mau misi ini gagal, dan serahkan urusan strategi kepada kami.”

Sebelum kami berbalik, Yeriko menahan kami sebentar lagi.

“Oh, iya, satu hal lagi, kalian akan digaji. Tapi kalian harus menerima misi jika diperlukan. Tidak sulit, hanya beberapa misi sipil.”

Kami mengangguk, berbalik, dan segera pergi dari ruangan berteknologi tinggi ini. Rasanya akan nyaman hidup di sini, walaupun faktanya ini di bawah tanah. Hanya saja pria yang terlihat masih sangat muda itu sok berkuasa.

Selama perjalanan di lorong, aku hanya mendengarkan ocehan kesal dari Freya yang terus berisik. Benar-benar berisik.

“Argh, serius, kesal banget sama orang itu. Apa coba dia ngancam-ngancam kita,” Freya berseru ketus mengacak-acak rambutnya, padahal tidak gatal.

“Iya, mau bagaimana lagi, kita juga tidak sengaja terlibat dengan mereka. Lagian, kita juga harus bersyukur karena ditolong oleh mereka,” jelas Cedric.

“Tapi aku heran, kenapa mereka sepertinya yakin sekali kita akan di sini sampai bulan depan,” renungku sembari berjalan.

***

Pukul enam pagi, alarm berbunyi keras, aku terbangun menyisakan kantuk dan kotoran di mataku, juga menguap lebar, berdiri tanpa arah dengan mataku yang menyipitkan karena cahaya lampu.

“Untung fasilitas kamar ini lengkap,” ucapku setelah membasuh wajah di wastafel. Dilanjutkan dengan menggosok gigi, meskipun keinginanku mandi masih ada, tapi setelah ini pasti keringatan lagi.

Kemudian aku membuka lemari, berisikan pakaian tempur berwarna merah gelap tidak terlalu terang, modelnya mirip dengan baju Paspampres ketika bertugas di acara formal. Di dalamnya juga terdapat teknologi tinggi seperti ventilasi udara, penyerap keringat, membuat keringat lebih cepat kering dan anti bau. Seragam ketat, tapi juga bisa dilonggarkan jika perlu. Lalu di bahu, bagian dada, dan lutut lapisi logam berwarna silver keras tapi ringan. Hanya butuh 5 menit untuk berganti pakaian.

Kemudian aku teringat sesuatu — Eh iya, Freya belum kubangunkan, lalu di mana ya Cedric? Kenapa tidak ada di kasur sejak aku bangun pertama kali?

“Freya, bangun, sebentar lagi kita harus ke lapangan,” ucapku.

“Bentar, 5 menit,” jawabnya tanpa bergeser sedikit pun.

“Freya, bangun!”

Aku harus mencari cara agar dia bangun.

“Eh, Freya, ada cowok ganteng datang kesini,” bisikku ke telinganya.

Dia langsung terbangun bergegas duduk di atas kasur dengan rambut yang berantakan dan wajah culun.

“Dimana-dimana, kenapa baru bilang sekarang, aku harus ganti baju,” serunya cepat-cepat.

“Dimana-mana hatimu senang. Cepat bangun!, Freya. Kita terlambat, cowok itu tidak ada di sini,” selorohku.

“Huh? Ya sudah, aku tidur lagi,” katanya kemudian berusaha kembali tidur.

“HEY!”

Aku sudah tak sabar lagi. Kubiarkan Freya tidur dan tarik tangannya hingga dia jatuh dari kasurnya. Meskipun tersadar sejenak, dia masih mencoba untuk tidur lagi, walaupun akhirnya dia bangun dan beranjak pergi ke wastafel.

“Huh,” aku menghela nafas panjang, masih kesal. “Rasanya terkadang aku merasa tidak sopan membentak yang lebih tua, tapi kalau begini siapa yang bisa sabar.”

Kemudian aku membuka pintu dan menutupnya kembali membiarkan Freya ganti baju. Ruangan itu juga pengap, ditambah kesal membangunkan satu orang yang tidur seperti beruang hibernasi.

Itu Cedric? Kenapa dia lari-lari di lorong?

“Oi, Kapten, kenapa mondar-mandir?” tanyaku.

“Lagi lari 4 km,” jawabnya sambil masih berlari-lari di tempat.

“Buset, 4 km? Berapa lama?”

“Pace 4 sih,” ucap Cedric, masih berlari-lari di tempat.

“Ahh... Oke.”

Aku tidak paham.

“Mau kemana lagi, Kapten?”

“Mau masuk kamar lah,” kata Cedric, lalu membuka pintu.

“Eh, bentar, Freya lagi ganti baju.”

“Hampir saja, kalau tadi kebuka dikit aja mungkin perang dunia ketiga tercetus karena ini,” keluh Cedric. Rasanya aku ingin tertawa, tapi jangan deh, kasihan Kapten. Sepertinya dia tidak tidur nyenyak, matanya punya kantong besar, dan wajahnya mengkerut. Seharusnya dia istirahat.

“Kapten tidak mau istirahat sebentar saja?” tanyaku.

“Ah, tidak perlu,” jawabnya.

“Tapi matamu seperti panda.”

“Udah, aman itu, aku cuman kurang tidur dikit aja.”

Hm, aku tidak tahan melihatnya. Lebih baik aku duduk supaya dia bisa tidur di pangkuanku. Aku menepuk-nepuk paha ku, menatapnya dengan kasihan.

“Kenapa?” tanya Cedric, dia tampak bingung.

“Tidur di kursi ini dan sandarkan kepalamu ke sini. Setidaknya kapten perlu tidur 30 menit.”

“HEH, Kau hanya boleh melakukan itu untuk orang yang kau sukai.”

“Tapi emang apa bedanya? Kalian orang yang kusukai, lagian hanya sebentar.”

“Tidak, kata sukamu itu bukan pengertian yang kumaksud.”

Freya keluar dari kamar dan mengunci pintunya.

“Nah, itu Freya udah siap, cepat kita harus keluar dari sini,” ujar Cedric sambil pergi mengangkat senjatanya berupa prisai dan pedang baru.

“Dia kenapa, Rika?”

“Tidak tahu, tapi wajahnya memerah, apa dia demam?”

“Entahlah, aku tidak peduli, yaudah ini panahmu, lalu aku dapat senjata panah yang baru.”

“Mereka baik sekali ya.”

“Inilah hanya modus mereka, jangan percaya sama partai politik seperti tempat ini, Rika,” ingatkan Freya.

Percakapan itu tidak menghentikan langkah kami hingga sampai di pintu gerbang yang dijaga 2 prajurit berpakaian tempur lengkap dengan tombak panjang yang mereka pegang.

“Kami Team Fox six, biarkan lewat,” Cedric mengkonfirmasi ke penjaga yang berjaga. Mereka bersitatap sejenak kemudian mengangguk dan menurunkan tuas. Pintu itu terbuka lebar. Angin kencang bertiup masuk menyeka di antara rambut kami yang tergerai.

Hanya beberapa langkah kami berjalan menuju luar, udara segar sekian lama tidak kami hirup membuat pikiranku ikut segar. Cahaya matahari masih lembut menerpa kulit kami yang kering.

“Huh, semoga setelah ini kita tidak tidur di markas itu lagi, aku mau di luar,” ucapku.

Freya tertawa pelan kemudian menyahutku, tangannya merentang membiarkan angin lewat di sela-sela baju.

“Kau benar, Rika, rasa angin ini sudah lama tidak kurasakan.”

“Cukup mengaguminya, kita harus pergi ke lapangan,” kata kapten dengan tegas. Aku jadi penasaran dengan masa lalunya.

“Hey, kenapa wajahmu memerah gitu?” ucap Freya.

“A-a itu, ah, udahlah, ayo cepat gerak nanti kapten marah.”

Hanya perlu 15 menit kami berjalan menuju lapangan bola yang besar di Utara. Itu lapangan umum yang dulu dipakai warga setempat untuk olahraga, tapi sekarang jadi tempat pelatihan militer dengan blokade dinding-dinding besar.

“Kami Team Fox six, biarkan kami masuk,” Cedric mengulangi laporan yang sama. Kedua penjaga pintu itu bersitatap kemudian mengangguk membiarkan kami lewat, pintu besi itu terbuka dengan sendirinya.

“Maaf kami telat, pelatih,” ucap Cedric dengan sikap tegap dan hormat

Aku dan Freya sedikit heran, dan Freya tidak tahan menahan tawa.

“Ha-ha-ha, kenapa kau Cedric seperti ketemu jenderal perang.”

“Shttt, ikuti aku cepat,” Cedric melotot kepada kami. Dia jelas lebih tahu sopan santun lapangan.

Hup, kami memberikan hormat, dan pelatih menyambut dengan senyumannya.

Kawai, memang boleh pelatih se-manis dan seksi seperti ini. Aku jelas terpesona dengan kecantikan itu ditambah pakaian tempur yang membuatnya semakin seksi.

“Terimakasih sudah datang sesuai arahan, lain waktu yang terlambat harus lebih cepat.”

“Baik,” aku berseru tegas.

Kapten antusias sekali, dia selalu menjawab tiap akhir kalimat pelatih dengan kata, “siap, coach,” atau “baik, coach,” dengan lantang.

“Sekarang perkenalkan dirimu semua dengan pekerjaan atau hobi, dimulai dari paling kanan.”

Paling kanan, oh, pria berbadan besar itu. Sepertinya kekuatannya mirip dengan Cedric.

“Namaku Riko, sebelumnya mantan pekerja tambang.”

Wow, sepertinya aku menemukan orang hebat di sini. Pasti IQ-nya tinggi.

“Selanjutnya,” pelatih berseru, matanya tajam mengintai.

“Namaku Kesya, seorang musisi pemain seruling.”

Pantes kelihatan seperti wanita berbudaya, lalu logatnya halus dan lembut kali.

“Selanjutnya,” pelatih kembali berseru, menggeser tatapan menuju berikutnya.

“Namaku Stark, saya adalah astronom sebagai pengamat bintang.”

Stark dia elegan sekali, sudah ganteng, keren, dan berbudaya lagi. Freya pasti tergila-gila ini. Aku melirik ke Freya yang sedang salting.

“Tuh kan, bener.”

“Berikutnya kalian,” pelatih berseru, kembali menatap kami bertiga. Kali ini dimulai dari Cedric karena dia paling kanan.

“Namaku Cedric, mantan satuan pemadam kebakaran ibu kota Indonesia, Nusantara Utama.”

Ja-jadi Cedric mantan petugas damkar, tidak mungkin kan? Sebenarnya mungkin saja sih, tapi, huh?, yang benar aja.

“Oi, kau berikutnya,” Freya menyenggol bahu ku, dan aku tersadar kalau selanjutnya giliranku untuk memperkenalkan diri. Huh, gara-gara memikirkan yang tidak perlu sama sekali, jadi tidak fokus.

”Namaku Rika, tidak punya profesi khusus, hanya pelajar yang suka nonton anime.”

Rasa ini, ada orang berbisik tentang diriku.

“Dia pasti orang lemah.”

Jadi mereka, tapi rasanya ini sangat membuatku tenggelam ke masa itu. Aku memang lemah, aku tahu, makanya aku mau belajar untuk bisa melindungi mereka. Aku tidak mau terus begini.

“Menang tubuh cantik doang.”

Huh... Kata-kata itu, aku tidak tahan ini rasanya sama seperti dulu. Aku hendak memukul mereka, tapi aku yakin akan kalah telak.

                                  ***

“Hey, Rika, kenapa kau menangis terus? Lemah lagi, halu terus, mending kau sama bareng cowok-cowok dan biarkan mereka menikmati tubuhmu. Setidaknya kau bisa berguna di kelas ini.”

Aku ingat semuanya. Masa lalu yang seram itu, dan sekarang aku merasa jatuh ke dalam lubang yang gelap dan hampa. Aku mulai tidak bisa mendengarkan siapapun.

                                ***

“Rika, tenanglah.”

Huh, Freya? Dia menepuk bahuku, lamunanku segera hilang, kesadaran ku kembali ke permukaan.

“Berikutnya,” pelatih itu berseru, tatapannya bergeser ke Freya. Tatapan menyelidik.

“Namaku Freya, seorang lulusan Fakultas Kedokteran di Stanford University IKN.”

Freya, kau terlihat bersinar, rasanya seperti aku melihat sosok ratu di fantasi ku. Tapi kenapa sih mereka tidak berhenti berbisik dan berkomentar.

“Huh, orang pintar ternyata, tapi sifatnya setara kera.” Aku tidak menyangka Stark mengatakan sekeras itu di hadapan kami secara terang-terangan. Kalau begini, pasti Freya akan... Aku hendak menghentikan ucapan itu.

“APA?.”

Huh, sudahlah, biarkan semua berjalan sesuai alurnya.

“Lupakan,” ucap Stark dengan tetapan dingin.

“HEY, ILMUWAN SONGONG, SEENAK JIDAT KAU SAJA MELUPAKAN SEMUANYA.”

“Salah satu ciri orang pintar adalah tenang, tetapi kamu tidak lebih dari tubuh dengan kaki dan tangan tanpa otak.”

Ngerinya, aku yakin nusuk banget itu. Nah kan, Freya langsung terdiam tidak bergerak.

“HENTIKAAAN!” Pelatih itu, kalau tidak salah namanya Lilyfa. Nama yang indah, anggun, dan terdengar lembut. Tapi itu berbalik dengan keadaan sekarang, dia membentak kami yang bertengkar. Dia tegas dan tampak tomboi secara bersamaan. Matanya menatap dingin pada kami ber-enam. Kami pun ikut diam, suasana menjadi lengang.

“Hari ini aku mau melihat kalian bertanding satu lawan satu dengan senjata apa pun yang kalian punya. Aku hanya menghentikan pertandingan jika itu cukup mengancam nyawa kalian, jadi silakan lakukan tanpa segan-segan.”

Apa, pertandingan langsung. Aku belum tahu apa aku punya teknik menyerang atau hanya bertahan, bagaimana bisa aku bertarung satu lawan satu. Aku hanya punya panah.

“Udah, tenanglah Rika. Jika kamu tidak sanggup, silahkan katakan saja. Kita tidak harus menang di pertarungan ini.”

“Cedric, iya kau benar.” Aku tersenyum. Aneh rasanya setelah semua kejadian yang memilukan ini aku masih bisa tersenyum dengan tulus seperti tadi.

“Silahkan pilih lawan kalian.” Ucap Coach Lilyfa. Aku akan memanggilnya begitu karena terasa lebih nyaman.

“Kalau begitu, kau, pria tambang, adalah lawanku,” ucap Cedric dengan teriakan semangatnya, lalu disambut Freya dengan menantang Stark.

“Kau menerimanya, kan, otak besar?”

“Aku suka monyet percobaan.” Lagi-lagi ucapan Stark membuat Freya mematung. Tapi omong-omong, tinggal aku dengan Kesya, dia wanita sama seperti aku dan juga tidak terlihat kuat dari tampilannya.

Pelatih berteriak, menjadi komentator pertandingan kami.

“Baiklah, Cedric vs. Riko yang pertama.”

“Hahaha, ini keberuntungan,” ucap serentak mereka berdua.

Flash, Coach Lilyfa bergerak cepat ke 4 titik. Dia menancapkan sesuatu di tanah, kemudian kembali ke tempat semula. Tangannya mengepal setinggi dada seperti sedang berdoa, warna kuning cerah keluar dari sela-sela tangan, lalu Coach Lilyfa melemparkan sesuatu ke atas.

Whoos, penghalang seperti kemampuan Cedric terbentuk mengelilingi mereka berdua. Ini sepertinya akan menjadi arena pertempuran, luasnya seratus kali lima puluh meter. Berbentuk persegi panjang menjulang tinggi hingga ke langit. Penghalang itu terlihat kokoh dan bersinar memantulkan cahaya matahari.

“Angkat senjata...

Senjata kedua petarung terangkat.

“Bersedia...

Kuda-kuda kedua petarung menguat. Tangan Coach menghentak turun memberikan aba-aba. “Action!”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • silvius

    Halo readersvol. ada perubahan jadwal upload mulai bab berikutnya. Evolvera Life akan upload bab baru setiap 3 hari sekali. Terimakasih sudah menikmati cerita.

  • silvius

    Halo pembaca. Ini merupakan novel pertama saya. Saya sangat senang jika mendapatkan kritikan atau saran atau mungkin hal bagus yang membangun. Mari bersama membangun komunitas terbaik. Terimakasih telah membaca dan memberikan tanggapan yang jujur

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Konfigurasi Hati
542      377     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Lost Daddy
5297      1200     8     
Romance
Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata bahwa ayah sangat mencintai ibu. Oleh sebab itu, ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Namun alasan itu tidak sesuai fakta. AYAH TIDAK LAGI MENCINTAIKU! (Aulia) Dari awal tidak ada niat bagiku untuk mendekati...
Gareng si Kucing Jalanan
10893      3536     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...
BlueBerry Froze
3436      1071     1     
Romance
Hari-hari kulalui hanya dengan menemaninya agar ia bisa bersatu dengan cintanya. Satu-satunya manusia yang paling baik dan peka, dan paling senang membolak-balikkan hatiku. Tapi merupakan manusia paling bodoh karena dia gatau siapa kecengan aku? Aku harus apa? . . . . Tapi semua berubah seketika, saat Madam Eleval memberiku sebotol minuman.
CHERRY & BAKERY (PART 1)
4301      1157     2     
Romance
Vella Amerta—pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...
Premium
RESTART [21+]
9733      3323     22     
Romance
Pahit dan getir yang kurasa selama proses merelakan telah membentuk diriku yang sekarang. Jangan pernah lagi mengusik apa yang ada di dalam sini. Jika memang harus memperhatikan, berdirilah dari kejauhan. Terima kasih atas semua kenangan. Kini biarkan aku maju ke depan.
Return my time
319      271     2     
Fantasy
Riana seorang gadis SMA, di karuniai sebuah kekuatan untuk menolong takdir dari seseorang. Dengan batuan benda magis. Ia dapat menjelajah waktu sesuka hati nya.
Shinta
6646      1899     2     
Fantasy
Shinta pergi kota untuk hidup bersama manusia lainnya. ia mencoba mengenyam bangku sekolah, berbicara dengan manusia lain. sampai ikut merasakan perasaan orang lain.
Rembulan
1232      694     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Orkanois
2702      1038     1     
Fantasy
Ini adalah kisah yang ‘gila’. Bagaimana tidak? Kisah ini bercerita tentang seorang siswa SMA bernama Maraby, atau kerap dipanggil Mar yang dengan lantang menginginkan kiamat dipercepat. Permintaannya itu terwujud dengan kehadiran Orkanois, monster bertubuh tegap, berkepala naga, dengan tinggi 3 meter, dan ia berasal dari planet Orka, planet yang membeku. Orkanois mempunyai misi berburu tubuh ...