Mentari memancarkan sinarnya, ayam menyenandungkan lagunya, burung memamerkan sayapnya, angin menghembuskan nafasnya dan aku berusaha lari dari kenyataan. Semenjak tinggal jauh dari orang tua, kenyataan bahwa setiap hari terlambat ke sekolah tidak dapat kupungkiri. Aku merasa mengalami Déjà vu setiap hari. Bangun kesiangan, baju belum disetrika dan lupa membeli sabun menambah lengkap penderitaanku hari ini. Belum lagi saat perjalanan ke sekolah, ojek sudah tidak ada lagi sehingga terpaksa aku harus gonta-ganti bus yang membuat dada semakin sesak saja.
Aku berlari dari halte menuju ke gerbang sekolah yang sudah tertutup setengah. Sosok pria paruh baya berdiri di depannya. Perawakannya besar dan kumis tebal khasnya yang begitu tak tertandingi menatapku dengan pandangan tajam seakan-akan sedang menanti daging besar untuk dimakan. Malah aku berasumsi, bukan tidak mungkin saat itu juga ia langsung melahapku. Kedua mata kami saling bertemu sejenak, tapi aku langsung memalingkan pandanganku ke arah lapangan upacara dan berlari kecil menuju kesana.
Untunglah kelasku berada di barisan ujung. Jadi, tidak terlalu ketahuan jika aku sudah terlambat. Perhatian kelas terpusat kepadaku yang baru datang sembari menggeleng-gelengkan kepala. Ingin rasanya kupecahkan kepala mereka tetapi niatku diurungkan karena MC sudah membuka upacara. Baru 10 menit upacara, rasa kantuk mulai menghantuiku. Entah mengapa 10 menit upacara bagaikan 1 bulan bagiku. Mataku terpejam, suara MC tidak lagi terdengar, dan aku merasakan dibawa ke suatu tempat.
---
Benar saja dugaanku, saat sadar, aku sudah terbaring di atas ranjang empuk. Kulihat sekeliling ruangan, ada timbangan di sudut dan kotak P3K di atas lemari. Bau obat-obatan menyengat sekali disini. Tidak salah lagi, aku ada di ruang UKS yang tak jauh dari lapangan upacara. Dua sahabatku berdiri, tersenyum simpul kearahku seperti anak kecil minta dibelikan permen. Ternyata, mereka disini dari tadi. Segelas air dan minyak kayu putih diletakkan di sebelah ranjang. Kulihat kembali sekeliling ruangan, ada 2 orang lagi di ranjang berbeda. Keduanya dalam keadaan sadar. Beberapa menit kemudian, pintu ruangan UKS terbuka. Satu orang diiringi 2 petugas PMR dibawa ke seberang ranjangku. Ternyata upacara masih belum selesai, pikirku. Kulirik jam tangan,15 menit aku pingsan. Karena bosan di dalam ruangan, kuajak sahabatku kembali ke lapangan upacara. Mereka mengangguk pelan. Terlihat jelas masih ada kekhawatiran di raut wajah mereka. Tetapi, tiba di lapangan upacara, tak ada lagi seorang pun. Hanya ada angin sepoi-sepoi yang menggugurkan daun.
Denting bel masuk berbunyi. Pelajaran pertama yaitu Seni Budaya. Aku tidak terlalu menyukai pelajaran ini karena tiap kali mengambil nilai praktek menyanyi, aku selalu tidak tuntas. Aku sering bertanya dalam hati, apakah suaraku terlalu merdu seperti Giant sampai-sampai tak ada yang sanggup mendengarnya. Disambung dengan pelajaran olahraga, membuat hari Senin ini semakin sial saja bagiku. Tak seperti orang lain, aku paling tidak menyukai pelajaran ini. Selain malas berolahraga, dari seluruh cabang olahraga, tak ada bakat olahraga satupun dalam diriku. Kendatipun demikian, keberuntungan masih berpihak kepadaku hari ini. Setelah penat berolahraga, ada salah satu mata pelajaran favoritku di kelas. Awalnya aku ingin tidur di kelas, tetapi pelajaran Kimia mengurungkan niatku.
Selang beberapa menit guru menjelaskan, terdengar suara memanggil dari sebelah kiri bangkuku. Aku menoleh ke sumber suara. Ia bertanya kemana kedua sahabatku. Kujawab bahwa ada di bangku masing-masing. Ia mengernyit keheranan dan kembali menghadap kedepan. Aku juga kembali menghadap ke depan dan tertoleh sedikit bangku di sebelahku. Mataku terbelalak. Baru kusadari ada yang berbeda hari ini. Kedua sahabatku tidak ada dikelas. Terakhir kali kulihat mereka mendampingiku ke lapangan upacara.Tunggu dulu...Tidak. Kurasa mereka tidak mendampingiku. Tatkala itu, aku tak berbicara sepatah kata pun. Aku juga tak menoleh ke belakang dan ke samping kiri-kanan. Pandanganku fokus ke depan, ke lapangan upacara.
Usai pelajaran Kimia, kuperiksa lingkungan sekolah, tak ada tanda-tanda keberadaan kedua sahabatku. Aku kembali ke kelas dengan perasaan bercampur aduk. Kutanyakan keberadaan kedua sahabatku ke teman sekelas, malah mereka balik bertanya. Terbersit seribu pertanyaan dikepalaku. "Mungkinkah mereka dispen lomba tanpa sepengetahuanku ? Ataukah mereka pulang ke rumah, tapi apa alasannya ? Tidak, mereka pasti memberitahuku jika ada sesuatu”, batinku
Kulirik jam dinding di kelas, bel pulang sebentar lagi berbunyi. Aku kembali ke bangku dan memasukkan buku pelajaran dari laci ke tas.
Sebuah surat terjatuh dari selipan buku.
"Aura kepanikan jelas terlihat di didirimu saat ini. Ku bertaruh jika kau tidak cepat bergerak, salah satu orang dekatmu akan menghadapi takdirnya. Persiapkan dirimu menyaksikan kejadian itu atau malah kau yang disaksikan.”
Tanpa nama dan ditulis dengan tinta merah atau barangkali darah. Satu hal yang pasti. Ini bukanlah surat pertama. Tampaknya surat ini adalah petunjuk keberadaan kedua sahabatku. Kuselidiki bangku mereka, masih ada tas di bangku masing-masing. Kuselidiki laci meja, hanya ada setumpuk buku pelajaran dan beberapa novel. Yang menarik perhatian adalah keduanya meminjam novel yang sama berjudul “2 strangers” dengan cover pepohonan. Kutebak ada surat di salah satu buku ini. Benar saja tebakanku, ada surat di halaman tengah buku.
“Mungkin kau tak tahu kesalahanmu. Tetapi, tidak pernahkah terlintas pertanyaan di benakmu bahwa aura kesombongan begitu melekat dalam dirimu ? Hanya orang bodoh yang mau berteman denganmu. Temui aku di suatu tempat dimana begitu banyak jiwa-jiwa penyesalan bersemayam”
Bel pulang sekolah berbunyi. Tersisa empat tas dikelas. Hawk belum pulang rupanya. Aku menerka ia masih di perpustakaan. Hawk ! Ya, dialah orang yang kubutuhkan saat ini untuk memecahkan teka-teki konyol di surat ini. Langsung saja kutemui dia. Kebetulan ia baru keluar dari perpustakaan. Kutunjukkan 2 surat tanpa nama kepadanya. Hawk membaca surat tersebut seraya berjalan ke kelas. Menggaruk-garuk kepala jelas membuktikan ia sama bingungnya sepertiku. Lama suasana hening, Hawk memulai percakapan.
“Sahabatmu masih belum ditemukan ?”
“Belum. Karena itulah aku meminta bantuanmu memecahkan teka-teki surat ini. Aku bertaruh surat ini bisa menjadi petunjuk keberadaan mereka ”
“Ini, walaupun aku tidak tahu siapa pengirimnya, adalah surat ancaman. Omong-omong, darimana kau dapatkan dua surat ini ? ”
“Laci mejaku dan Remus”
“Dan, tidak adakah yang aneh di laci Ralph ? ”
“Ada baiknya kau periksa lagi” ujarku seraya mengambil kedua surat ditangan Hawk
“Ricky, kutebak surat ini terjatuh dari laci Ralph.” Kata Hawk yang berisyarat menyuruhku untuk mendekatinya. Ia kemudian membacakan isi surat tersebut :
“Karena kemurahan hatiku dan kecilnya otakmu, maka kuberi waktu dari ketika muka penimba ilmu kembali ke istananya hingga ayam kembali ke kandangnya”
“Rick, coba kulihat lagi kedua surat itu !” seru Hawk terburu-buru.“Tempat jiwa-jiwa penyesalan, ya ? Baiklah ! Rick, ikuti aku, bawa tasmu dan kedua tas temanmu ! Cepat, waktu kita hampir habis !”
Tanpa tahu arah tujuan, kuikuti Hawk seraya berlari tergopoh-gopoh. Ia membawaku keluar gerbang sekolah hingga ke pemakaman. Terdapat banyak pepohonan yang menambah kesan angker tempat ini. Hawk menyodorkan botol minuman kepadaku yang kelelahan akibat membawa kedua tas berat di tangan. Aku baru mengerti bahwa tempat jiwa-jiwa penyesalan yaitu kuburan. Tak ada Ralph dan Remus disini. Mungkinkah telah habis waktu ? Mungkinkah mereka berdua telah tiada ?
Sosok berjubah hitam menggunakan topeng Anonymous layaknya peretas komputer muncul tiba-tiba.
“Such a brave boy. Ricky Lordstorm, is it ?” kata sosok tersebut dengan suara parau
“Let go of my friends !”
“Well, let's everybody just calm down, shall we ? Aren't you tired enough to reveal the meaning of those letters ? ”
“Who you and what do you want ?”
“You'll find out soon enough” katanya sambil menoleh ke arah Hawk
“Hawk, apa yang akan kau lakukan ?” kataku melihat Hawk mengeluarkan sesuatu
“Membunuhmu, tentu saja” kata Hawk menyodongkan pistol ke arahku
“Tunggu, tapi apa sal.. ?”
------
Aku tergeletak dan membuka mata perlahan-lahan. Tak ada satupun penerangan disini. Begitu gelap bahkan aku tidak bisa melihat diriku. Benarkah aku sudah berada di alam kematian ? Tiba-tiba ada cahaya redup dan terdengar letusan kencang yang serentak mengagetkanku. Kulihat kembali cahaya itu, terlihat sepasang mata biru dan rambut pirang menoleh ke arahku. Remus. Tidak mungkin.
“Remus, kau juga sudah meninggal?” bisikku pelan.
Tapi ia tak menjawab. Tiba-tiba, cahaya putih terang benderang menyinari ruangan yang adalah kamar kostku. Ada banyak balon menghiasi kamar. Seragam sekolah masih melekat ditubuhku.
“Happy B'day, Ricky !” ujar Ralph yang berdiri di depan Remus.
“Tunggu dulu, jadi aku belum meninggal dan juga kalian berdua?” jawabku tersentak kaget
Keduanya tertawa terbahak-bahak. Kuhentikan gelak tawa mereka.
“Dari mana saja kalian ? Aku mengkhawatirkan kalian berdua !”
“Ceritanya panjang. Sekarang saatnya tiup lilin, Rick.” Ujar Remus sambil menyodorkan kue tersebut ke arahku. Cahaya redup tadi rupanya lilin kue ulang tahun. Kue tersebut cukup besar dihiasi dengan tulisan “Happy Sweet Seventeen, Ricky”, figur Harry Potter dan angka 17 berwarna putih keperakan. Selai Blueberry didalamnya membuatku tak sabar menyantapnya. Mereka benar-benar tahu semua yang kusukai.
“Jadi, bagaimana ceritanya ?” aku memecahkan suasana ketika kue sudah tersisa setengah
“Giliranmu, Hawk” kata Ralph menengok ke arah pintu. Hawk pun masuk.
“Hawk ? Jangan bilang semua ini idenya !”
“Tampaknya kepintaranmu sedikit tertular kepadanya, Hawk.” ejek Remus sembari memberikan kue ke Hawk.
“Tidak, ia sama sekali tidak berubah. Banyak pesan tersirat yang tidak dihiraukannya. Kecerobohannya ialah menjatuhkan surat dari laci Ralph ke bawah meja tanpa memperhatikannya ” balas Hawk sambil menggelengkan kepala. “2 novel 2 strangers di laci yang sama dengan cover pepohonan. Satu surat di halaman tengah dan satunya, jika kau tidak menjatuhkan surat dari laci Ralph, terletak di halaman 17. Dan satu surat dilaci mejamu. Surat tersebut diletakkan di bangku berbeda untuk menentukan urutan isinya yang semuanya menerangkan Ulang Tahunmu"
“Biar kutebak !" potongku sok pintar "2 novel 2 strangers menjelaskan tanggal lahirku. Halaman tengah menjelaskan bulan lahirku, yaitu bulan Juni yang terletak di tengah-tengah. Dan 17 menjelaskan umurku. Sedangkan surat di laciku berarti untukku. Tapi adakah maksud cover pepohonan di novel 2 strangers ?”
“Tentu saja ada, pepohonan tersebut menerangkan hutan dekat kuburan dibelakang sekolah.”
“Dan haruskah kalian menjelek-jelekanku di ketiga surat tersebut ?”
“Oh, maaf soal itu. Tapi bukankah sesuai fakta?”
“Yah, begitulah” balasku dengan tatapan cemberut. “Sosok Anonymous tadi, siapa dia?”
“Aku” tutur Remus bangga “Bagaimana, aku hebat kan menjadi dubber ?” sambungnya.
“Ohiya, ada satu lagi yang ganjil, bagaimana bisa aku dibawa kesini tanpa kusadari ?” tuturku tanpa mengindahkan Remus.
“Obat tidur di botol minuman yang kuberikan dan baru bereaksi 10 menit setelahnya”
Karena keasyikan becengkerama, tak terasa langit sudah gelap. Hawa dingin masuk dari jendela kamar. Kuajak sahabatku bermalam disini. Berhubung besok akhir pekan, mereka mengangguk setuju. Kulihat mereka terlelap duluan. Wajar saja, mereka pasti amat kelelahan mempersiapkan hari mengesankan ini. Hawk, mulai hari itu juga, menjadi salah sahabat terbaikku.