Panas matahari sedang menyengat di siang hari ini. Bu Romlah terlihat letih dan sedikit berkeringat karena udara yang tidak bersahabat, sambil sesekali tangannya memegang kipas untuk mengipasi kepalanya. Terdapat beberapa pedagang yang mengeluh tentang cuaca yang membuat orang tidak betah. Jangankan manusia, kucing seperti Gareng juga merasa gerah apalagi ditumbuhi dengan bulu-buku yang semakin panjang, untung saja kemarin masih sempat untuk dimandikan, ternyata mandi rasanya menyegarkan sekali. Gareng yang hanya berbaring sambil menyusui anak-anaknya menguap dengan lebar, sehari ini ia tidak ke mana-mana. Apalagi tadi pagi sudah sempat makan agak banyak hasil dari pemberian Rio. Untuk saat ini, ia ingin berendam di air, ia juga tidak betah jika terus-terusan begini. Semakin lama tenggorokannya kering dan hal itu membuatnya semakin haus. Karena itu, ia segera bangun dan berjalan pergi untuk mencari sesuatu yang bisa menyejukkan dirinya. Gareng akan mencari kolam yang di penuhi oleh air. Ia berjalan santai untuk kali ini, karena tidak mau membuang tenaganya dengan sia-sia.
Gareng terus berjalan sambil tatapannya yang awas jika tiba-tiba di tengah jalan menemukan air yang jernih dan segar. Namun, di kota ini jarang ada menyediakan kran di tempat umum seperti ini. Tidak terasa peluh membanjiri dirinya yang sudah melangkahkan kaki sejauh beberapa meter. Saat itu tidak disangka tiba-tiba ada yang memanggilnya dari kejauhan.
"Meonggggg".
Si Gareng sontak menghentikan langkahnya, ia segera menoleh ke arah suara tersebut. Saat ia bertatap muka dengannya, Gareng merasa terkejut karena akan bertemu kembali dengan kucing yang dulu pernah menolongnya.
"Heii. Sudah lama kita tidak bertemu!" seru Gareng, ia tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya kepada kucing tersebut.
"Ya, aku juga tidak menyangka kita akan bertemu kembali disini", kata kucing tersebut.
Rupanya sekarang ia bertemu dengan kucing belang yang berwarna kehitaman, adalah kucing yang sudah baik hati memberinya tempat saat ia tidak tahu harus mencari kemana lagi. Gareng merasa sudah lama tidak melihat dirinya di sekitaran pasar lagi.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Gareng memulai percakapan.
"Kabarku baik sekali. Kalau kamu? Rupanya kamu juga terlihat lebih terawat", puji kucing belang itu.
Ia tersenyum malu karena mendapatkan pujian seperti itu.
"Aku baik juga. Oh iya sekarang aku sudah tidak berada di tempat itu lagi", terang Gareng dengan jujur.
"Apakah tempat yang dulu sudah rusak?"
Gareng langsung mengangguk untuk memberi jawaban yang ditujukan kepada kucing itu.
"Aku merasa berduka sekali jika kenyataannya seperti itu. Lalu dimana kau tinggal sekarang?".
Sejujurnya kucing belang itu merasa tidak tega dengan nasib Gareng, apalagi ditemani ketiga anaknya yang masih kecil, pasti butuh perjuangan keras untuk bisa menghidupi mereka semua.
"Aku sekarang tinggal di kios milik ibu pedagang bawang, kau tahu kan tempat itu? Ah, akan kutunjukkan kepadamu?" ajak Gareng yang langsung diikuti oleh kucing belang itu.
Mereka langsung berubah haluan menuju ke kios milik Bu Romlah, jalanan saat itu sedang sepi karena aktivitas orang-orang kebanyakan sudah berada di dalam kantornya yang ber-AC. Hanya segelintir orang yang berjalan kaki di sekitar trotoar karena tuntutan pekerjaan.
"Aku sangat berterima kasih kepadamu perihal tempo lalu. Kau mencari tempat untukku yang sudah kudiami selama beberapa bulan ini", ucap Gareng sambil melihat langkahnya yang menyesuaikan kucing itu.
"Kalau begitu aku akan senang jika mendengarnya", jawab kucing itu.
"Lalu selama ini kau kemana?". Gareng dari dulu memang merasa penasaran dengan kediaman kucing ini, ia pernah mencoba untuk berkeliling area pasar guna mencari tempat yang ditinggali oleh kucing belang yang sekarang berada di sampingnya, namun hasilnya nihil.
"Aku sudah mempunyai majikan yang sayang kepadaku", jawabnya dengan santai.
Gareng yang mendengarnya merasa takjub dan lega karena nasibnya menjadi kucing jalanan sudah terlepas dalam dirinya dan sekarang hidupnya menjadi lebih baik lagi.
"Wah hebat, dimana rumahmu sekarang?"
"Kau tahu kalau disini ada kompleks perumahan yang tidak jauh dari pasar ini? Nah disitu rumahku".
Gareng merasa tidak asing dengan lokasi tersebut, karena bangunan yang dimaksud oleh kucing belang itu adalah perumahan yang juga Snowi tinggali, kalau begitu artinya mereka bertetangga.
"Iya aku tahu. Aku pernah kesana sekali".
"Oh, ya? Kapan?
"Beberapa hari yang lalu waktu itu aku sedang mengunjungi sahabatku yang memiliki rumah disana".
Si kucing belang betapa terkejut mendengar jawaban dari si Gareng.
"Kalau begitu siapa sahabatmu itu? Barangkali aku mengenalnya".
"Namanya adalah Snowi, kucing dari ras persia yang berwarna putih", jawab Gareng.
"Wah aku juga mengenal kucing itu. Rumahnya terletak tidak jauh dari rumahku. Suatu waktu ia sedang diajak keluar oleh majikannya, begitu pula dengan majikanku. Lalu, mereka ternyata sudah akrab satu sama lain. Maka dari itu aku juga kenal dengan Snowi yang tidak lain tidak bukan adalah sahabatmu. Memang benar kata pepatah jika dunia memang sempit".
Mereka masih berjalan untuk menuju pasar, Gareng mendengar jawaban dari kucing belang dengan seksama.
"Lalu, bagaimana kau tiba-tiba menjadi kucing peliharaannya?" tanyanya kemudian.
"Waktu itu aku sedang berjalan tak tentu arah. Aku sedang bingung mau mencari makan dimana lagi karena aku tidak menemukan apapun. Ditambah saat itu aku merasa sangat kelaparan, dan perutku sudah berbunyi nyaring. Aku sudah putus asa dan akhirnya kuputuskan untuk tidur di suatu tempat sebelum akhirnya mencari makanan lagi. Namun di saat itulah keajaiban terjadi, tiba-tiba ada manusia yang menghampiriku dan melihat kondisi ku. Mungkin karena kasihan,tanpa perlu pikir panjang, aku langsung dibawa olehnya, dan sampai saat ini lah aku menjadi hewan peliharaannya", jelas kucing belang itu.
Gareng segera mengangguk-angguk pertanda mengerti. Tidak terasa hanya beberapa meter lagi mereka akan sampai di kios milik Bu Romlah.
"Kalau begitu kau beruntung sekali. Siapa namamu?".
Si kucing belang hanya tertawa ketika Gareng memuji nasibnya.
"Namaku Blacky, sesuai dengan warna buluku yang berwarna hitam ini, kalau kau?"
"Namaku Gareng, ada namaku tertulis di kalungku ini", ucap Gareng sambil menujukkan kalung di lehernya.
"Kalau begitu, kau juga punya majikan?"
Gareng langsung mengiyakan ucapannya.
"Ya, majikan ku juga orang yang baik hati, akan tetapi ia tidak bisa membawa ku untuk pulang ke rumah karena tidak punya tempat lagi untukku dan anak-anak ku. Maka dari itu ia membuatkan ku rumah yang dibuat olehnya, sebentar lagi kau akan melihatnya", ujar Gareng dengan senang.
Tak terasa mereka sudah memasuki area pasar. Suasana saat itu sedang sepi sekali. Si Blacky masih hafal dengan denah si pasar ini, hingga mereka sudah berada di tujuan. Saat itu Bu Romlah sudah pulang ke rumahnya.
"Ini dia rumahku. Bagaimana?" tanya Gareng kepada Blacky.
"Wah, bagus sekali. Majikan mu pasti sangat pintar. Lihatlah anak-anakmu juga betah di dalam sana. Kau pasti tidak perlu merasa khawatir lagi ketika meninggalkannya".
"Ya, kau benar".
Blacky masih mengagumi kandang yang ditempati oleh Gareng, benda tersebut walaupun sederhana tapi terlihat menarik.
"Lain kali jika kau sedang bosan, berkunjunglah kesini! Aku pasti akan senang".
Blacky mengangguk senang karena ia diijinkan untuk bermain dengannya lagi. Hari itu mereka habiskan untuk bercengkerama di dalam kios sambil memandangi orang yang berlalu lalang di sekitaran pasar. Dalam lubuk hatinya Gareng tidak menyangka akan bertemu dengannya kembali, apalagi ketika sudah mengetahui jika nasib Blacky sudah lebih baik.