Namun, sudah setahun berlalu ikatan tersebut tetap terjalin, tetapi di dunia ini tidak ada yang abadi. Setiap pertemuan selalu ada perpisahan. Begitu pula yang dialami oleh si kucing kecil. Seperti biasa saat di pagi buta, ia sudah terbangun dari tidurnya yang lelap, ia merasa mengantuk karena kemarin sudah menghabiskan lima ekor pindang yang sudah di rebus. Si kucing kecil bergegas untuk menunggu si nenek sebagai rutinitasnya. Namun, setelah di tunggu sekian lama beliau tidak kunjung datang juga. Tapi, ia tidak menyerah untuk selalu menunggu si nenek kapanpun akan datang.
Tidak terasa matahari sudah menampakkan sinarnya. Itu pertanda waktu sudah pagi. Si kucing kecil hanya memandangi orang yang sedang beraktivitas. Untungnya ia belum terlalu lapar, jadi ia tidak merasa tersiksa harus menunggu si nenek selama ini. Waktu pun berlalu, tapi si nenek belum juga datang. Seharian sudah si kucing tersebut menunggu tanpa pernah meninggalkan tempatnya sama sekali, takut jika si nenek sudah datang, tapi ia sedang tidak ada. Si kucing kecil memang tidak mau membuat khawatir kepada orang yang sudah menyayanginya dengan sepenuh hati. Ia merasa gelisah, tidak seperti biasanya si nenek absen untuk berjualan. Apakah si nenek ingin libur sebentar?. Si kucing kecil tidak dapat memastikan, karena ia tidak tahu kediaman beliau.
Hari pun sudah semakin gelap, pertanda malam hari sudah datang untuk menggantikan teriknya di siang hari. Angin berhembus cukup kencang, dan awan tampaknya sedang mendung, berarti sebentar lagi akan turun hujan. Bunyi petir pun saling bersahutan, membuat orang-orang yang sedang berada di luar segera berlari untuk menemukan tempat yang aman agar tidak tersambar oleh ganasnya halilintar. Melihat situasi yang seperti itu, tidak mungkin si nenek akan datang kesini. Si kucing kecil merasa kecewa, karena hari ini tidak dapat bertemu dengan beliau. Perutnya tidak terasa berbunyi, ia lupa jika belum makan seharian. Hidupnya selama ini memang sudah dijamin oleh si nenek, maka dari itu ia tidak pernah cemas masalah makanan. Tapi, karena hari ini tidak ada yang memberinya makan, terpaksa si kucing kecil itu berjalan untuk menemukan sisa-sisa makanan yang masih bisa dimakan.
Si kucing tersebut sudah tidak seringkih dulu waktu masih bayi, jadi ia akan berusaha menggunakan insting berburunya untuk mengendus aroma yang semerbak.
Setelah berjalan beberapa meter, terdapat bau yang lezat dan menggoda. Ternyata ada warung di sekitar sana. Ia pun bergegas menghampiri warung itu. Maklum, masih belum bisa untuk mencuri ikan tanpa terlihat oleh manusia. Jadi, sekarang ia hanya bisa memasang wajah dengan melas, berharap akan ada belas kasihan dari manusia yang sedang makan dengan lahapnya. Beruntung, usaha itu tidak sia-sia karena sudah ada orang baik hati yang mau memberinya ikan nila bakar yang tersisa. Lumayan, bisa untuk mengganjal perutnya yang sudah kosong seharian penuh ini. Meskipun begitu, masih belum bisa menandingi kelezatan rasa ikan pindang rebus yang dibuat oleh si nenek dengan penuh cinta. Ah, jadi kangen dengan masakan si nenek yang terlihat sederhana itu. Si kucing tidak sabar untuk bertemu dengannya esok hari.
Keesokan harinya, ia sudah bangun saat langit masih gelap. Ia sudah rindu dengan sang nenek dan suara bel sepeda onthelnya yang khas. Namun, sama halnya seperti kemarin, si nenek tak kunjung datang. Apakah si nenek sudah melupakannya?.
Kucing tersebut berjalan mondar mandir, terkadang ia berjalan sampai di pintu depan pasar agar bisa melihat kerumunan yang sedang memasuki pasar, bisa saja si nenek sedang berada di tengah-tengah riuhnya manusia. Nihil, tidak nampak juga sosok tersebut. Ia melangkah dengan lesu, bukan karena lapar, tapi merasa sedang butuh kasih sayang saat itu. Sudah dua hari ini beliau tidak tampak. Untuk saat ini rasanya ingin tidur saja, siapa tahu saat bangun nanti mendapati beliau sudah ada di sampingnya.
Akhirnya memejamkan matanya dan tidur terlelap. Di dalam mimpinya, ia sedang bermain dan bersenda gurau dengan si nenek. Terdapat bermacam ikan yang dibawa oleh beliau, dan mereka memakan bersama-sama. Ah, alangkah indahnya kehidupan di alam mimpi.
"Puusss".
Merasa ada yang memanggil, ia segera membuka matanya. Saat terbangun didapatinya ibu pedagang yang menempati kios di depannya sedang duduk disampingnya.
"Heii, puss. Kau lapar? Ini kuberi kau ikan lele. Makanlah", ucap si ibu pedagang seraya memberikan ikan lele goreng ke hadapan si kucing.
Si kucing merasa bingung, tumben si ibu pedagang yang memberinya makan. Dimanakah si nenek saat ini? Seperti bisa membaca pikiran si kucing. Beliau pun mulai berkata dengan nada yang terisak.
"Sudahlah, jangan pernah menunggu nenekmu lagi", kata si ibu pedagang. Beliau terlihat menahan air matanya yang sebentar lagi akan jatuh.
"Kemarin aku tidak berjualan karena habis dari rumah nenekmu. Ada orang yang mengabariku, jika beliau sudah wafat dalam keadaan tidur".
Si ibu pedagang pun tidak bisa membendung air matanya lagi. Beliau merasa kehilangan dengan sosok nenek yang baik hati tersebut. Walaupun tidak ada ikatan kekeluargaan, namun si ibu sudah menganggap beliau sebagai keluarganya sendiri. Maka dari itu, si ibu merasa berduka sekali. Si kucing tidak mengerti apa yang dikatakan oleh orang tersebut, namun ia masih bisa merasakan, jika si nenek kemungkinan tidak akan pernah kembali lagi untuk selamanya. Si kucing merasa tidak nafsu makan saat itu. Ia juga merasa sedih yang teramat mendalam. Ikatan yang terbentuk selama setahun akhirnya kandas karena Tuhan sudah memanggil si nenek. Si kucing belum sempat untuk mengucapkan selamat tinggal kepada si nenek. Untuk kedua kalinya ia merasakan perpisahan yang menyakitkan.
"Hei, ikutlah bersamaku!" seru si ibu pedagang dengan tiba-tiba. Beliau lalu berjalan agar si kucing mau mengikutinya. Setelah beberapa menit mereka berjalan. Akhirnya sampai juga di tempat pemakaman umum yang sedang sepi. Si ibu menunjuk ke suatu tempat yang terdapat pohon kamboja.
"Disitu nenekmu berada, ayo kesana!"
Si kucing kecil segera berlari menuju ke tempat peristirahatan si nenek. Terdapat nisan berwarna coklat dengan tulisan yang berisikan nama nenek.
"SUPIYATI"
Ya, hanya tertulis itu saja tanpa imbuhan bin yang tidak seperti pemakaman lainnya. Hidupnya yang sebatang kara, membuat orang disekitarnya tidak tahu akan asal-usul dari nenek tersebut. Si kucing kecil itu mendekati kuburan sang nenek. Ia merasa belum siap untuk berpisah. Akhirnya si ibu membiarkan kucing itu tidur di dekat kuburan si nenek. Pemandangan yang sangat menyayat hati. Bagaimana bisa ikatan terjalin dengan begitu kuat antara manusia dengan hewan.
Menurut saran saya, kalau ditambahkan kucing berburu tikus akan lebih alami.
Comment on chapter Perpisahan yang Menyakitkan