Mata Dion terarah pada sekumpulan perempuan yang riuh bertepuk tangan usai dia menyanyikan sebuah lagu. Perempuan-perempuan itu terlihat masih menggunakan baju kerja. Dion teringat pada Helene, ketika awal jumpa perempuan itu di kafe ini. Dia disergap rasa rindu yang teramat sangat. Matanya terus diarahkan ke sana dan dia mengenali salah satu teman Helene. Perempuan itu pernah dilihatnya di mal ketika perempuan itu sedang jalan berdua dengan Helene.
Davina memanggil sebuah nama yang tertulis di kertas, Nidya. Seorang perempuan dari sekumpulan perempuan yang dilihat Dion berdiri. Perempuan yang dikenalinya. Wajah perempuan itu tampak cemberut sedangkan teman-temannya yang lain tertawa dan bertepuk tangan. Mereka tampak menyemangati Nidya.
***
"Sialan!" Ninit misuh-misuh ketika dia tahu Lusi menuliskan namanya di kertas.
"Pokoknya aku nggak mau maju menyanyi!"
"Nggak bisa Nit, kamu kalah taruhan."
"Apaan! Kan nggak harus nyanyi juga kali. Lu tau nggak, gue kalau ketawa aja sering fals apalagi nyanyi. Gila ya, ini sih namanya mempermalukan gue!" Ninit menaikkan nada suaranya di tengah suara-suara yang berisik.
"Suka-suka gue yang menang taruhan dong. Tadi kan belum dibahas taruhannya apa!" Lusi tidak peduli dengan protes Ninit.
"Aku traktir ya Lus? Tapi aku nggak perlu nyanyi." Ninit menurunkan nada suaranya, sengaja berbaik-baik dengan Lusi.
"Nggak bisa, pokoknya lu harus nyanyi!" Lusi sungguh tak peduli dengan perasaan Ninit.
Sebenarnya dua cewek sableng itu bikin taruhan yang sangat tidak bermutu, di lagu keberapa mas gondrong akan mengikat rambutnya?.
Sekarang, Ninit harus menanggung akibat taruhan yang sangat tidak bermutu itu.
Dia berjalan ke panggung dengan sangat terpaksa. Di dalam hati sebentar dia berdoa tapi sebentar kemudian dia menyumpahi Lusi. Ninit hanya berharap dia tidak menjadi bahan olok-olok orang seisi kafe.
***
"Hai Nidya, mau nyanyi lagu apa?" tanya Dion ramah kepada Nidya.
"Panggil saja Ninit," jawab Ninit. Sungguh jawaban yang nggak nyambung sama sekali. Ninit gemetar berdiri di depan dan dilihat berpasang mata.
"Oh, sepertinya saya mengenal kamu... teman Helene?"
Ninit mengangguk. "Oke, mau nyanyi lagu apa?"
Ninit tampak berpikir, lagu apa yang aman dinyanyikan dengan suaranya yang pas-pasan. Lagu yang tidak membutuhkan nada yang tinggi. Pengetahuannya akan lagu sangat minim. Dia benar-benar payah soal itu. Andaikan ada Helene, dia pasti dengan rela hati menggantikan Ninit.
Benar saja, lagu yang dia nyanyikan terdengar sangat sumbang dengan nada meliuk-liuk tidak karuan. Lagu dari Krisdayanti yang berjudul mencintaimu itu berubah total saat dinyanyikan Ninit. Lagu mencintai pun seolah berubah menjadi mengkhianati karena hancur lebur ketika dia nyanyikan. Hanya Lusi dan teman-temannya yang bertepuk tangan dengan riuh seperti memberi semangat kepada Ninit yang nyaris menangis di depan sana. Ninit tahu itu bukanlah tepuk tangan memberi semangat tapi tepuk tangan dengan rasa menghina. Ninit merasa geram dengan Lusi dan bertekad suatu saat akan membalas Lusi.
Ketika Ninit meletakkan mikrofon usai menyanyi. Dion mendekati Ninit dan berbicara pelan, "Kok Helene nggak ikut?"
"Dia sedang keluar kota. Dia nggak bilang ke kamu?" Ninit pura-pura bodoh, padahal dia tahu Helene sedang berperang dengan Dion.
"Nggak," jawab Dion pelan. Setelah itu Ninit berjalan pergi meninggalkan Dion.
***
"Terima kasih Nit," kata Lusi tulus.
Dia tahu butuh keberanian untuk Ninit menyanyi di depan sana. Lusi sudah merasa bersalah pada Ninit.
Melihat Ninit berdiri di depan sana dan menyanyi barulah Lusi menyadari bahwa Ninit benar. Kalau dia jadi Ninit, dia pun tidak akan berani menyanyi dengan suaranya yang sangat pas-pasan. Pengunjung kafe pasti mengira Ninit sangat tidak tahu diri menyanyi di kafe ini.
Ninit hanya tersenyum tipis menanggapi kata-kata Lusi. Dia sudah terlanjur sebal dan tidak bersemangat melanjutkan acara nongkrong.
***
Oh, ternyata dia keluar kota... berapa lama?
Tapi apa peduliku, kan aku yang memilih menjauh dari Helene.
Dengan siapa dia pergi? Kenapa aku tidak menanyakannya? Apa dia baik-baik saja?
Dion terus berpikir selama dia berada di panggung. Cintanya masih besar kepada Helene. Tidak semudah itu mengenyahkan Helene dari hati dan pikirannya. Banyak hal yang tanpa dia duga mengingatkannya pada sosok Helene. Salah satunya seperti malam ini. Kembali Dion mengingat suara Helene ketika menyanyi dan senyumnya yang begitu manis.
Di sana ada Thalita yang melihat ke arahnya, perempuan itu setiap malam selalu datang ke kafe melihat Dion. Binar-binar cinta terpancar dari mata Thalita. Dion berharap dia bisa membalas perasaan Thalita.
***
Dua minggu kemudian
Helene selalu duduk di sudut keremangan kafe untuk melihat Dion. Sampai saat ini Helene belum ingin berbaikan dengan Dion. Sesekali Dion masih menanyakan kabarnya dan di jawab seperlunya. Helene menunggu Dion berubah menjadi Dion nya yang dulu.
Ini hari ketiga Helene datang ke kafe diam-diam dan selalu duduk di sudut. Dia tidak ingin Dion atau Davina tahu dia ada di sini memperhatikan Dion dari jauh. Dia rindu dan sekaligus penasaran. Ada sesuatu di sudut hatinya yang mengatakan bahwa Dion sedang tidak baik-baik saja. Namun, Helene malas bertanya pada Dion. Dia ingin melihat sendiri apa yang sudah terjadi.
Setiap malam ada seorang perempuan yang terlihat menunggu Dion dan laki-laki itu akan datang menyapa. Mereka terlihat mesra. Helene mulai sadar bahwa Dion mengkhianati dirinya.
Tapi mengapa begitu cepat dia berpaling? Benarkah itu Dion nya? Dion yang selalu memperlakukan dia dengan manis.
Helene bertekad akan bertanya langsung kepada Dion hari Sabtu nanti. Dia akan datang ke kos Dion. Hal seperti ini tidak mungkin dibicarakan di kafe. Dia harus tahu kemana hubungan mereka akan berlabuh.
Helene pergi meninggalkan kafe, sekilas menoleh ke belakang melihat Dion sedang menyanyi I"ll never love again... seketika Helene menjadi muak.
***
Irene yang jahat itu ternyata merekam saat Ninit menyanyi di kafe dan menyebarkannya di WA grup. Sehingga Ninit menjadi bahan ejekan beberapa teman di kantor. Lusi merasa semakin bersalah. Dia mendatangi Irene untuk membuat perhitungan dengan perempuan yang sudah bertingkah sangat kekanakan. Tidak lucu sama sekali. Walaupun Lusi tidak dekat dengan Ninit bahkan sering berdebat dengan Ninit tetapi Lusi tidak suka kalau Ninit diperlakukan seperti ini.
Helene melihat Lusi yang tampangnya berubah menyeramkan mendekati Irene di rooftop. Kebetulan Helene sedang berada di situ untuk minum kopi. Helene tahu cerita lengkapnya dari Ninit begitu video itu tersebar. Helene menyadari sebentar lagi akan ada keributan besar. Lusi orang yang tidak mau berkompromi. Dia akan marah dan mengamuk kalau dia rasa itu perlu dilakukan.
Helene cepat menghadang langkah Lusi yang akan mendatangi Irene yang sedang cekikikan bersama Sunarti.
"Lus," panggilnya pelan. Lusi menghentikan langkah, melihat Helene, "jangan! Kamu nggak perlu mempermalukan dirimu sendiri."