Joanne tidak paham apa yang dipikirkan lelaki di depannya sementara dua orang gempal it uterus mengejar mereka.
Tapi ia yakin tidak salah dengar tentang “Menyusup” apa yang ia maksud dengan menyusup? Perbuatan penuh dosa yang seharusnya dihindari semua orang? Selagi kepalanya dipenuhi banyak pertanyaan. Mata lelaki itu berkilat, seolah ia melihat kesempatan untuk menghilang.
Mereka menyusup masuk ke salah satu pintu yang belum menutup sempurna setelah seorang anak kecil masuk ke dalamnya.
Sekelebat sinar terang memercik, menerangi mata keduanya. Mereka berdua serentak memicingkan mata.
“Ow!” Joanne terhuyung ke belakang.
Sebuah tangan segera melingkar di pinggang Joanne, membantunya untuk tidak jatuh.
“Tenanglah, kau hanya perlu bertahan dan berpura-pura.” Ucapnya tenang.
“Sekarang, bisakah kau jelaskan padaku apa yang-“
“Sudah kukatakan, ini mimpi.” Jelas lelaki itu. “Biasanya kau akan berada di sini, namun tidak dalam keadaan sadar seperti saat ini. Harusnya kau juga seperti mereka yang di luar sana, bergerak bagai zombie.”
“Terus terang, aku masih belum paham. Kalau biasanya aku seperti itu, bagaimana dengan kau?”
Lelaki itu tampak enggan menjelaskan lebih jauh. “Aku berbeda, saat ini kau juga berbeda- maksudku, saat ini kita berdua adalah pemimpi sadar.”
Joanne mengedarkan pandangannya. Di depan matanya saat ini, sebuah ruangan yang amat lebar dipenuhi mainan anak-anak. Perosotan berwarna-warni, beberapa bola plastik tergeletak secara acak, sofa berwarna biru melingkar ke seluruh ruangan. Sebuah lemari panjang berwarna coklat kuno setinggi anak-anak di letakkan tepat di ujung sofa. Lampu-lampu gantung berwarna-warni meramaikan suasana.
Ada ramai orang di sana, anak-anak kecil tertawa riang berlarian ke sana kemari bercampur dengan suara deru hujan di luar yang terlihat dari balik jendela.
Para orang tua duduk di sofa seolah tengah menunggu anak mereka selesai bermain.
Joanne berseru tertahan. “Wa- wajah mereka-“
“Itu biasa terjadi di dunia mimpi, para pemimpinya tak pernah bisa memikirkan wajah orang lain karena bukan mereka pengatur jalan cerita tiap mimpi. Karena itu, terkadang pemain figuran selalu memiliki wajah yang bertukar-tukar selama beberapa detik, atau mereka tidak memiliki wajah sama sekali.” Lelaki itu mengangguk-angguk yakin.
“Mimpi itu aneh.”
“Coba ingat, apakah kau pernah mengingat wajah banyak orang di mimpi? Barangkali wajah yang kau ingat adalah wajah teman lama yang tak sengaja terlintas.”
Joanne mengangguk-angguk, “Kau benar. Kadangkala kita tak bisa mengingat apapun setelah bangun. Hanya ada beberapa kejadian yang terasa seperti dejavu.”
Mata Joanne berhenti pada pintu yang membawa mereka kemari. Pintu itu mulai memercikkan warna dari bawah dan hampir memenuhi seluruh bagian pintu. Warna tersebut terdiri dari warna oranye dengan merah.
“Lalu, kenapa setiap pintu selalu memiliki warna yang berbeda?” Tanya Joanne.
“Warna tiap pintu melambangkan warna dari jenis mimpi dari para pemimpi. Aku tak pernah tau apa artinya, Namun pintu itu tidak pernah memiliki 1 warna solid saja, biasanya selalu terdiri dari dua warna yang berbeda.”
“Artinya, aku juga bisa masuk ke pintu lain?”
“Tidak,” Lelaki itu menggeleng. “Pintu selalu dibuat secara khusus, setiap pintu memiliki nama masing-masing, tapi hanya orang itu yang bisa melihat namanya sendiri. Bagian nama ada pada gantungan kayu tua, kalau kau coba melihat ke pintu orang lain, gantungan itu tak berisi tulisan apapun. Tapi kalau kau melihat pintumu sendiri, bagian papan nama akan berpendar cahaya serta bertuliskan namamu.”
“Bagaimana bisa kau tau hal sebanyak itu?”
Lelaki itu tersenyum sinis, “Sering memperhatikan.”
Ada maksud lain dari senyumannya, tapi Joanne tak pernah ingin tau lebih banyak tentangnya.
“Kalau begitu, apa aku bisa masuk ke dalam mimpi orang lain?”
“Kalau kau menyusup seperti tadi, kemungkinan besar bisa. Tapi, kalau kau mencoba membuka kenop pintunya sendiri, kau hanya akan mendapatkan kegagalan.”
“Yang artinya?” Joanne memiringkan kepalanya.
“Kau tidak bisa masuk karena kenop itu terkunci, baik sebelum atau setelah pemimpi masuk ke ruangannya. Awas-“ Lelaki itu segera menarik bahu Joanne, tapi gerakannya tak cukup cepat.
“Jangan berlari Yuri!” Teriak seseorang tanpa wajah yang mengenakan seragam dengan celemek berwarna biru terang.
Anak kecil yang mereka temui tadi sebelum masuk ke dalam pintu menyenggol Joanne. Kemudian anak itu menggumbar senyum tanda sengaja dan bergumam kecil, “Kejutan, aku tau kalian juga pemimpi sadar.”
Seluruh ruangan seolah luluh, pandangannya berubah gelap. Joanne tiba-tiba melihat sesuatu, lingkaran bagai tape kaset terputar secara otomatis menampilkan cerita kehidupan orang lain.
--
Yuri hanyalah anak kecil biasa, ia tinggal dengan banyak anak kecil lain yang sepantaran dengannya yang juga membutuhkan kasih sayang orang tua. Ia tidak pernah merasakan kasih sayang seperti yang diinginkan dari ‘mama’. Mama adalah penjaga mereka, ia bagaikan malaikat yang mengurusi puluhan anak kecil di penampungan anak.
Menurut mama, Yuri sudah tinggal di penampungan anak sejak sepuluh tahun yang lalu. Awal di mana Mama menemukan sebuah keranjang kecil yang di dalamnya adalah seorang bayi kecil dengan bertuliskan nama serta tanggal kelahirannya di sebuah kertas. Tidak dijelaskan kenapa Yuri ditinggalkan di sana.
Yuri berpikir bahwa orang tua kandungnya akan membawanya kembali pulang, sehingga ia memilih untuk menghabiskan waktunya dengan baik di sana. Sampai ia berumur sembilan tahun, rasanya sulit untuk membendung rasa rindu pada kedua orang tua yang bahkan ia tak tau wajahnya itu. Namun, tetap tidak ada tanda-tanda kedatangan mereka yang sudah ia nantikan itu.
Ia sempat berpikir bahwa kedua orang tuanya memang tidak menginginkan dirinya. Tapi Mama selalu berkata bahwa orang tua Yuri akan kembali dan menyuruhnya untuk tetap bersabar menunggu dirinya dewasa.
Tapi mama tidak tau, kebohongan itulah yang menyeret Yuri ke dalam mimpi aneh.