Lelaki itu termenung sejenak, merasa kalimat itu familier di telinganya. Dia mengangkat kepala, tampak antusias setelah beberapa ide melesat di kepalanya.

"Bagaimana caraku untuk kembali ke duniaku? Aku akan melakukan apa saja," ujarnya bersungguh-sungguh, tidak ada keraguan yang n...Read More >>"> Tyaz Gamma (Part 2 - Harro Mitchell) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Tyaz Gamma
MENU
About Us  

 Waktu terus berjalan, tidak terasa tiga tahun telah berlalu sejak kejadian di gudang malam itu. Kejadian itu membuat Tyaz mengalami sedikit trauma terhadap gelap, ia bahkan tidak mematikan lampu saat tidur. Hingga suatu malam, Ibu Panti mematikan lampu di kamar Tyaz karena sang pemilik kamar sudah tertidur, tetapi bertepatan dengan lampu dimatikan, mata Tyaz terbuka otomatis dan bocah sepuluh tahun itu menjerit seperti melihat hantu.

Tyaz benci pada dirinya yang lemah, teman-teman di kelasnya selalu mengata-ngatainya seperti perempuan. Takut kegelapan bukan hanya terjadi pada perempuan kan?

Tyaz berlari keluar kelas saat bel berbunyi. Dia sepertinya terburu-buru pergi ke suatu tempat.

“Tyaz!”

Tyaz menoleh, mendapati Myth—teman di kelasnya yang selalu membela Tyaz jika ada teman-teman lainnya mengata-ngatainya, walaupun Tyaz tidak membutuhkan itu, toh jika teman-temannya yang mengatainya, dia tidak peduli, biarlah mulut mereka sendiri yang lelah.

Myth buru-buru menyusul sembari tangannya sibuk menutup resleting tas punggungnya yang kebesaran.

“Kenapa buru-buru?” tanya Myth.

Tyaz mengajaknya keluar kelas. “Sebenarnya ... sejak tadi aku ingin melakukannya, tapi karena aku tidak mau meninggalkan pelajaran matematika yang sama sekali tidak kubisa, jadi aku harus melakukannya sekarang. Kalau tidak ... akan terjadi bencana.”

Gadis berambut hitam itu terkejut. “Jangan membuatku takut! Bencana apa maksudmu?”

Tyaz berbisik di dekat telinga Myth. “Bencana yang besar, Myth .... Aku harus ke toilet.”

Begitu Tyaz menyelesaikan kalimatnya, dia langsung berlari kalang-kabut menuju toilet hingga membuat Myth terkekeh.

“Aku menunggumu di taman sekolah!” seru Myth.

Tyaz menoleh sebentar, lantas mengangguk kecil. Tyaz tidak terlihat lagi saat berbelok di kelokan.

***

Myth duduk di bangku taman, dia memandang langit yang cerah. Gadis kecil itu menutup matanya, merasakan angin menyapu lembut wajahnya. Angin iseng memainkan rambut hitam sebahu gadis itu. Myth memainkan kakinya sembari bersenandung kecil.

Myth membuka mata, pandangannya menelusuri sekitarnya.

“Kenapa dia lama sekali? Apa ada yang menganggunya lagi?” gumamnya.

Myth menoleh, senyumnya terukir saat melihat Tyaz berlari-lari menghampirinya. Napas Tyaz masih ngos-ngosan bahkan saat dia sudah duduk dua menit di sebelah Myth.

“Apa aku membuatmu menunggu?” tanya Tyaz.

Myth menggeleng.

“Kita mau main apa? Apa kejar-kejaran seperti kemarin atau yang lain?” tanya Tyaz.

Myth menggeleng.

“Aku tidak ingin bermain sekarang.” Dia mengedarkan pandangannya. “Aku ingin memberitahukan sesuatu padamu, ini sangat penting.”

“Penting? Mengenai apa?” tanya Tyaz, keningnya berkerut.

“Mengenai kakakku, Kak Harro,” bisik Myth sembari memandang serius semak-semak, seolah-olah ada mata yang mengawasinya di balik semak-semak.

“Kakakku bisa terbang.”

Tyaz memasang wajah datar. “Ayolah, Myth, kupikir kau akan memberitahuku sesuatu yang penting. Jangan bercanda, hanya kupu-kupu, capung, burung dan teman-temannya yang bisa terbang, tidak ada manusia yang bisa terbang, Myth.”

“Ada! Ada manusia yang bisa terbang!” Myth tetap bersikeras.

“Ah! Aku baru ingat, selain Superman dan Batman, tidak ada manusia lain yang bisa terbang,” ucap Tyaz sembari menggaruk kepalanya, mengingat-ingat lagi siapa manusia super lainnya yang bisa terbang, dan dia hanya mengingat dua manusia super itu.

“Tapi aku tidak yakin apakah kakakku terbang atau dibawa orang terbang,” gumam Myth.

“Dibawa orang terbang? Maksudmu?” Tyaz mulai tertarik dengan cerita Myth.

Myth mendekati Tyaz, tampak serius. “Aku tidak pernah mengarang cerita ini, aku melihatnya secara langsung. Beberapa hari lalu, saat malam hari, aku keluar kamar untuk membuang sampah di taman belakang panti. Lalu aku mendengar Kak Harro berbicara dengan seseorang, kemudian dia terbang bersama wanita itu.”

“Apa kau melihat wajah wanita itu? Apa yang mereka bicarakan?” tanya Tyaz, mendesak Myth agar segera cerita.

“Aku tidak bisa melihat wanita itu dengan jelas karena gelap, tapi aku yakin itu suara Kak Harro dan seorang wanita. Mereka sepertinya membicarakanmu dan pangeran, setelah mengatakan itu, mereka terbang dan menghilang,” jawab Myth.

“Membicarakanku?” gumam Tyaz.

Myth mengangguk. “Dan setelah kejadian itu, aku tidak melihat Kak Harro di manapun, dia belum kembali setelah pergi dengan wanita itu.”

Tiba-tiba ada tangan yang menarik lengan Myth, menariknya hingga gadis kecil itu berdiri. Tyaz menoleh, mendapati kakak kelas enam yang berekspresi kesal. Tyaz mengepalkan tangannya, berani sekali kakak itu kasar terhadap Myth.

“Kak Harro.”

Tyaz merenggangkan kepalan tangannya, dia selama ini tidak pernah bertemu langsung dengan Harro, dia hanya mengetahui Harro lewat cerita Myth. Sekilas, Harro dan Myth terlihat mirip—yang mana mendukung fakta bahwa mereka berdua dilahirkan dari rahim yang sama.

“Ayo ikut denganku!” Harro menarik tangan Myth dengan kasar, dia membawa Myth menjauh dari Tyaz.

“Tapi Kak—” Myth tidak sempat mengelak.

“Kenapa seorang kakak sangat kasar? Apa semua kakak seperti itu?” gumam Tyaz, kalau semua kakak seperti itu—kasar dan tidak berperasaan—Tyaz bersyukur dilahirkan sebagai anak tunggal—walau terkadang Tyaz tidak menyukai fakta bahwa dia akan sendiri tanpa saudara setelah kehilangan orang tuanya.

Tyaz berdiri, memunggut tasnya yang tergeletak di atas rumput, mengikuti ke mana langkah Harro.

Harro dan Myth berhenti di taman belakang panti, Harro terlihat memarahi Myth habis-habisan. Tyaz tidak bisa mendengar jelas ucapan Harro, Tyaz mendekat dan bersembunyi di balik semak-semak, dia hanya berharap agar tidak ada tikus nakal yang memakan kakinya.

“Sudah berapa kali aku mengatakan padamu, jangan berteman dengan anak itu!” bentak Harro.

Myth menunduk, tidak berani balas menatap mata kakaknya.

“Kalau kau tidak mengdengarkanku, kau yang akan kena akibatnya. Anak itu punya banyak musuh, kalau kau berteman dengan anak itu kau akan terancam, Myth!”

“Namanya Tyaz, kenapa kakak dari tadi memanggilnya ‘anak itu’!” seru Myth.

“Aku tidak peduli, dan jangan sekali-kali kau menyebut namanya di depanku. Dan lihatlah ini, kau sekarang berani pada kakakmu karena pengaruh anak itu. Lalu apa lagi yang bisa kau lakukan karena anak itu? Apa kau akan membunuhku karena aku jahat padamu?” Harro mengepalkan tangannya.

“Hentikan Kakak! Kenapa juga aku membunuhmu? Hanya kau satu-satunya orang yang kupunya di dunia ini.” Myth terisak.

“Kalau kau menyayangiku, Adik, kenapa kau memberitahu anak itu tentang kejadian di taman saat malam itu?” tanya Harro dengan suara yang lebih lembut dari sebelumnya namun penuh penekanan di setiap katanya.

“Aku ... hanya khawatir kalau Kakak diculik wanita itu.” Myth menundukkan kepala, meremas roknya dengan wajah gelisah.

Tyaz bertanya-tanya dalam hati, kalau Myth begitu menyayangi kakaknya, kenapa dia takut sekali kepada kakaknya? Bukankah selama ini dia yang paling bersemangat saat bercerita tentang kakaknya pada Tyaz hingga sempat membuat Tyaz tiba-tiba menginginkan sosok kakak dalam hidupnya.

“Aku Harro Mitchell, tidak akan mudah diculik, apalagi oleh seorang wanita. Lagi pula, dia bukan wanita jahat seperti yang kau perkirakan, dia baik.”

Harro menoleh ke arah semak-semak tempat Tyaz bersembunyi, membuat Tyaz khawatir kalau saja dia ketahuan, tanpa sadar membuat Tyaz menahan napas.

“Bukannnya aku tidak percaya Kakak, aku hanya takut ... Kakak akan tidak terkendali lagi seperti dulu, wanita itu juga ada di sana.”

Harro memelototkan matanya. “Jangan ungkit masalah itu lagi.”

“Tidak terkendali? Apa maksudnya?” gumam Tyaz.

Tyaz membekap mulutnya saat menyadari suaranya terlalu keras hingga mereka mendengarnya—mungkin Harro saja.

Harro menoleh ke sumber suara, pandangannya menatap tajam, Tyaz merasakan pandangan Harro seolah-olah menusuknya. Harro melipat kedua tangannya di depan dada. “Tidak perlu bersembunyi, aku melihatmu sejak awal.”

Mati aku! batin Tyaz.

Tyaz menelan ludah gusar, mau tidak mau dia harus keluar dari persembunyiannya. Tyaz mendekati Harro dan Myth.

“Apa yang kau lakukan di sini? Menguping pembicaraan kami? Hah?” tanya Harro murka, dia mengepalkan tangannya hendak meninju Tyaz.

“Berhenti Kak Harro!” Myth berdiri di depan Tyaz. “Kakak tidak boleh menyakiti temanku ... Kakak bisa membunuhnya.”

“Menyingkirlah!” Harro menarik Myth dari hadapan Tyaz.

Tyaz mengepalkan tangannya, geram. “Kenapa kau ... tidak mengizinkanku berteman dengan Myth?”

“Eh?” Myth menoleh pada Tyaz.

“Kenapa kau ... begitu membenciku? Kenapa!?” Tyaz menaikan intonasinya.

“Karena kau monster! Adikku tidak akan aman kalau berteman denganmu! Itulah mengapa tidak ada anak panti yang mau berteman denganmu! Kau ... itu monster!” seru Harro.

Hati Tyaz terasa teriris-iris, dia mengepalkan tangannya lebih kuat. Tyaz menundukkan kepala, tanpa sadar air matanya menetes. Dia ingin berteriak pada dunia, kenapa tidak ada yang baik padanya? Kenapa tidak ada yang menyayanginya? Kenapa ... tidak ada yang menganggap dirinya manusia yang perlu dikasihani?

“Tyaz, jangan anggap ucapan Kak Harro serius,” ucap Myth berusaha menenangkannya.

Tyaz mengangkat kepalanya, iris mata yang awalnya berwarna kelabu kini berubah menjadi gelap, dia lantas mengusap air matanya dengan kasar.

“Ya! Aku memang monster! Akan kutunjukkan siapa diriku!” Tyaz berlari menuju Harro dengan tangan terkepal.

Tyaz tidak tahu dari mana datangnya keberanian itu. Namun, apakah kau percaya bahwa setelah tersakiti, manusia akan tumbuh lebih kuat?

Bugh!

Harro yang tidak menyangka anak kecil seperti Tyaz dapat menumbangkannya dengan sekali pukulan menjadi lengah.

Harro mengumpat, dia mencengkram tanah dan melemparkannya di wajah Tyaz membuat bocah itu kehilangan kemampuan melihatnya untuk beberapa menit.

Harro berdiri, menendang perut Tyaz hingga membuat Tyaz terjungkal.

“Kalian berdua! Hentikan!” teriak Myth.

Tyaz mengucek matanya membuat pandangannya semakin jelas. Dia sadar tidak akan bisa mengalahkan Harro, dia kalah besar dan kalah cekatan. Tyaz merasakan perutnya yang nyeri.

“Kak Harro! Berhenti!” seru Myh menyadarkan Tyaz.

Tyaz berusaha berdiri, mengedarkan pandangan mencari keberadaan Harro. Myth terus berteriak untuk menyadarkan kakaknya, barulah Tyaz paham kalau Harro berada di belakangnya. Tyaz memutar tubuh, matanya membulat saat melihat tubuh Harro dipenuhi asap hitam yang menguar.

“Hi-tam?” gumam Tyaz.

Iris mata Harro berubah menyeramkan, Tyaz melangkahkan kakinya mundur saat Harro dengan senyum miring berjalan ke arahnya, sepertinya ingin menyerang Tyaz.

“Kenapa dia seperti itu?”

“Kakak! Kendalikan dirimu!” teriak Myth.

Harro menoleh ke arah Myth, air mukanya tampak marah. “Berisik sekali kau ini!”

Harro mengarahkan tangannya pada Myth, yang anehnya membuat Myth melayang sesaat dan terlempar. Myth meringis kesakitan dan akhirnya tidak sadarkan diri.

“Myth!” seru Tyaz.

“Kau itu kenapa? Dia adikmu! Kau bisa saja membunuh adikmu!” Tyaz tampak hilang kesabarannya.

Harro berhenti, menatap Myth yang tergeletak, asap hitam yang menguar dari tubuhnya perlahan menghilang. Wajahnya penuh dengan penyesalan.

Tyaz berlari menghampiri Myth.

“Kau ... sebenarnya siapa?” tanya Tyaz pada Harro.

Harro tidak sanggup menahan tubuhnya, dia merosot dengan lutut sebagai tumpuhan. Air matanya tumpah.

“Maafkan aku.”

***

Tyaz meneteskan air matanya saat Myth tak kunjung siuman. Dia kini berada di ruang kesehatan panti dengan Myth yang tak kunjung membuka matanya.

“Monster apanya kalau begini saja menangis?”

Sebuah suara mengagetkannya. Tyaz menoleh, mendapati Tessa di ambang pintu. Gadis itu melangkah mendekat, duduk di kursi dekat Tyaz.

“Aku bukan monster!” Tyaz menghapus air matanya.

“Oh ya? Kenapa?” Tessa menaikkan kedua alisnya.

“Karena ... tidak ada monster setampan aku,” jawab Tyaz sembari tersenyum hingga membuat Tessa tertawa.

“Nah, tetap seperti itu, jangan sampai senyum hilang dari wajahmu, nanti orang akan mengiramu monster sungguhan karena tidak pernah tersenyum.”

Wajah Tyaz cemberut lagi. “Tapi, tetap saja, Myth tidak mau membuka matanya. Kalau dia tidak selamat bagaimana?”

“Tidak. Gadis itu akan selamat, walau dalam keadaan tidak terkendali, kakaknya tidak akan membunuhnya,” jawab Tessa.

Tyaz menolehkan kepala. “Bagaimana kau bisa tahu kakaknya Myth yang membuatnya seperti itu? Lalu ... tidak terkendali, maksudnya apa?”

“Ah, itu ....” Tessa menggaruk dagunya.

“Tyaz, kau kah itu?” suara Myth terdengar serak.

Tyaz berlari menghampiri Myth, memberinya segelas air putih.

“Sudah tidak sakit lagi?” tanya Tyaz.

Myth sepertinya tidak terlalu fokus dengan pertanyaan Tyaz, dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

“Kau ke sini sendirian? Lalu siapa yang kau ajak bicara dari tadi?” tanya Myth lemah.

“Eh?” Tyaz menoleh ke belakang, di sana Tessa masih duduk di tempatnya.

“Dengan Tessa, kau tidak melihatnya? Dia duduk di kursi itu, gadis yang berambut hazel itu” Tyaz menunjuk Tessa yang sedang memilin ujung rambut cokelatnya.

“Jangan berbohong padaku, Tyaz. Tidak ada siapapun yang duduk di sana.”

Tyaz membalikan tubuh untuk menghadap Tessa. Jelas-jelas Tessa ada di sana, dia tersenyum manis sembari mengedikkan bahu tak acuh. Lalu bagaimana bisa Myth mengatakan bahwa tidak ada siapa-siapa di sana?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tinta Buku Tebal Riri
476      305     0     
Short Story
Cerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan kejadian, nama dan tempat hanyalah kebetulan semata. NB : picture from Pixabay.com
Lost you in Netherland
574      345     0     
Short Story
Kali ini aku akan benar - benar kehilangannya !!
Oscar
2196      1036     1     
Short Story
Oscar. Si kucing orange, yang diduga sebagai kucing jadi-jadian, akan membuat seorang pasien meninggal dunia saat didekatinya. Apakah benar Oscar sedang mencari tumbal selanjutnya?
Goddess of War: Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya!
5927      1547     5     
Fantasy
Kazuki Hikaru tak pernah menyangka hidupnya akan berubah secepat ini, tepatnya 1 bulan setelah sekembalinya dari liburan menyendiri, karena beberapa alasan tertentu. Sepucuk surat berwarna pink ditinggalkan di depan apartemennya, tidak terlihat adanya perangko atau nama pengirim surat tersebut. Benar sekali. Ini bukanlah surat biasa, melainkan sebuah surat yang tidak biasa. Awalnya memang H...
Sarah
416      295     2     
Short Story
Sarah, si gadis paling populer satu sekolahan. Sarah yang dijuluki sebagai Taylor Swift SMU Kusuma Wijaya, yang mantannya ada dimana-mana. Sarah yang tiba-tiba menghilang dan \'mengacaukan\' banyak orang. Sarah juga yang berhasil membuat Galih jatuh cinta sebelum akhirnya memerangkapnya...
LINN
10930      1638     2     
Romance
“Mungkin benar adanya kita disatukan oleh emosi, senjata dan darah. Tapi karena itulah aku sadar jika aku benar-benar mencintaimu? Aku tidak menyesakarena kita harus dipertemukan tapi aku menyesal kenapa kita pernah besama. Meski begitu, kenangan itu menjadi senjata ampuh untuk banggkit” Sara menyakinkan hatinya. Sara merasa terpuruk karena Adrin harus memilih Tahtanya. Padahal ia rela unt...
Reaksi Kimia (update)
4671      1201     7     
Romance
》Ketika Kesempurnaan Mengaggumi Kesederhanaan《 "Dua orang bersama itu seperti reaksi kimia. Jika kamu menggabungkan dua hal yang identik, tidak ada reaksi kimia yang di lihat. Lain halnya dengan dua hal yang berbeda disatukan, pasti dapat menghasilkan percikan yang tidak terduga" ~Alvaro Marcello Anindito~
Kita
457      303     1     
Romance
Tentang aku dan kau yang tak akan pernah menjadi 'kita.' Tentang aku dan kau yang tak ingin aku 'kita-kan.' Dan tentang aku dan kau yang kucoba untuk aku 'kita-kan.'
Smitten With You
8123      1980     10     
Romance
He loved her in discreet… But she’s tired of deceit… They have been best friends since grade school, and never parted ways ever since. Everything appears A-OK from the outside, the two are contended and secure with each other. But it is not as apparent in truth; all is not okay-At least for the boy. He’s been obscuring a hefty secret. But, she’s all but secrets with him.
BORU SIBOLANGIT
476      257     8     
Short Story
Dua pilihan bagi orang yang berani masuk kawasan Hutan Sibolangit, kembali atau tidak akan keluar darinya. Selain citra kengerian itu, Sibolangit dikaruniakan puncak keindahan alami yang sangat menggoda dalam wujud Boru Sibolangit -Imora dan Nale, tidak sembarang orang beruntung menyaksikannya.