Langit lapis ketujuh biasanya tenang dan penuh nyanyian riang para bintang. Namun hari itu, suara sumbang menggelegar di seluruh Ethereal.
“YEOOROBUN!! (1) AAAAAAKKHHH!!! MIC UNGUKUUUUU!!”
Jeritan itu milik MarJuki, pangeran termuda sekaligus paling dramatis dari tujuh pangeran Ethereal. Ia berlari keliling istana sebanyak tujuh turunan, tujuh tikungan, serta tujuh tanjakan. Hal ini mengakibatkan rambut ungunya berantakan seperti sarang burung dan kedua matanya melebar hampir keluar dari tempatnya. Setiap tujuh menit, dia menghentikan larinya sembari berusaha mengatur napasnya yang tak beraturan.
MarJayHop yang sedang yoga di taman mendesah. “Bro, ini udah kali ketiga kamu teriak kayak gitu minggu ini. Kamu yakin mic-mu gak cuma nyelip di balik bantal?”
MarJuki menggeleng seperti kipas angin. “Sudah kucari di bawah tempat tidur, dalam lemari, bahkan dalam lemari es! Tapi tetep nggak ketemu! Mic ungu itu hilang! Lenyap! Sirna!” ujarnya dramatis sembari berlari ke arah kulkas, meraih sekotak susu pisang favoritnya, lalu menghabiskannya dalam sekali teguk.
MarViTae yang sedang melukis awan tiba-tiba berdiri. “Kau yakin tidak menjatuhkannya saat kita turun ke bumi kemarin? Saat kita beli es krim rasa mete-leci itu?”
Semua terdiam. MarJuki meraba jantungnya yang masih berdebar-debar. “Oh tidak… Aku memang menaruhnya di saku jubahku. Tapi… waktu aku sibuk selfie dengan kucing bumi, mungkin… mungkin…” daji MarJuki berkerut, berusaha dengan keras mengingat-ingat. Namun, tetap saja dia lupa.
“Dicuri?” gumam MarChimmy pelan sambil melipat origami burung dari hamparan kertas warna-warni yang dibelinya di salah satu toko buku usai Ethereal konser di bumi. "Yes, sudah genap 100 burung yang aku buat," lanjutnya, sembari memasukkan burung kertas itu ke dalam stoples. Ia lalu menangkupkan kedua tangan di dada.
Sembari memejamkan mata, bibir MarChimmy komat-kamit merapalkan doa. Konon katanya, bila kita mengucap doa tepat di origami ke-100, maka doa itu akan terkabul. Ia percaya akan hal itu sambil terus menanti keajaiban, suatu saat harapannya akan terkabul. Tak muluk-muluk, sih, meski pun mustahil, karena dalam hidup kita pasti akan menemukan pihak yang pro dan kontra. MarChimmy hanya ingin seluruh manusia di bumi tak ada yang masuk golongan hatters para pangeran Ethereal.
Situasi tampak semakin serius. MarJooni mengangkat tangannya seperti guru matematika, bersiap melontarkan kata-kata bijak. “Gwenchana (2), MarJuki, hidup adalah patung yang kita buat, ketika kita membuat kesalahan, kita bisa belajar darinya. Saat ini yang kau perlu bukanlah menjadi heri atau heboh sendiri, MarJuki, yang kita butuhkan sekarang adalah bantuan dari MarHyuk." MarJooni bangkit dari kursi, bersiap hendak melangkahkan kaki. Hanya dengan aba-aba gerakan tangan, keenam pangeran Ethereal itu serempak meninggalkan aktivitas yang sedang dilakukan masing-masing dan mengekori langkah sang leader pergi.
MarHyuk adalah guru besar mereka yang bisa melihat lintasan energi benda-benda di seluruh alam semesta. Ia tinggal di menara observatorium Ethereal. Sosok berjubah perak itu menyambut mereka dengan wajah tenang dan full senyum seperti selalu habis minum teh kamomil. Tenang dan nyaman.
“Mic ungu MarJuki… telah berada di Bumi. Tapi bukan hanya itu…” MarHyuk membuka gulungan peta. “Ia telah disentuh manusia," terangnya seperti sudah menerawang dari awal maksud kedatangan ketujuh pangeran Ethereal tanpa segalanya tanpa diberi tahu terlebih dahulu oleh mereka. Itulah kelebihan sang guru besar. Tahu semuanya, bahkan untuk hal-hal yang tersembunyi sekali pun, kecuali soal-soal ujian yang bersifat rahasia.
“APA?!” serentak para pangeran teriak.
“Dan jika manusia biasa menyanyi dengan mic dari Ethereal…” lanjut MarHyuk dengan nada dramatis.
"Mereka akan punya suara emas?” tebak MarYoonGa, yang sudah separuh jalan tertidur.
“Ya. Tapi perlahan, tubuh mereka akan menyerap kekuatan mic itu,. Akibatnya tubuh sang pemakai akan melemah. Sementara kalian akan kehilangan keindahan suara dan juga kekuatan kalian.”
MarJuki menjerit. “Andwaee (3)! Aku tak mau jadi pangeran bersuara sumbang dan mempunyai kulit keriput!” Pangeran termuda itu menunduk lesu.
MarJinny, sang pangeran tertua, menepuk bahu adiknya, berusaha menguatkan. “Kajja (4) kita ke bumi. Kita sama-sama cari mic-mu. Dan kita akan buat pencurinya mengaku, dengan cara ..., diplomatik.”
MarJayHop berseru, “Atau dengan tarian intimidatif!”
"Atau coba bujuk dengan album dan photo card kita, gratis! Biasanya bakal luluh," timpal MarViTae bersemangat. Kedua matanya tampak berbinar-binar antusias.
"Kamu yakin kalau pencurinya itu fans kita? Gimana kalau sosok itu salah satu hatter kita?" ucap MarYoonga dengan nada savage-nya, seketika saja sukses melenyapkan bara api semangat MarViTae.
"Hey, Stob it! Ada hal yang lebih penting dari pada sekadar berdebat tentang fans dan hatters."
Teguran MarJinny berhasil membungkam keduanya. Ketujuh pangeran itu kemudian bersiap turun ke bumi. Namun, sebelum berangkat, MarHyuk memperingatkan, “Mic itu… telah terikat pada nasib seseorang. Kalian tidak hanya sekadar mencari benda, tapi juga mengungkap takdir.”
Ketujuh pangeran itu terdiam. Lalu, tiba-tiba saja muncul proyeksi energi yang dipantulkan mic ungu MarJuki. Awalnya kuat, lama-kelamaan energi itu semakin melemah. Ketika MarJuki menyentuh proyeksi energi terakhir dari mic-nya, ia melihat bayangan seorang gadis. Sosok itu sedang menyanyi di tengah hutan, dengan suaranya sendiri mengalun dari mulut sang gadis.
(1). Semuanya
(2). Tidak apa-apa
(3). Tidak
(4). Ayo
Ini juga bikin ngakak
Comment on chapter Lost