“Apa maksudmu menjualku tadi?” desis Rayyan dengan sinis.
Aina membisu. Mata bulatnya kini bertemu dengan mata pekat yang menyeramkan itu. Dulu, Aina sangat menyukai mata itu dan selalu menatapnya penuh binar cinta. Namun, setelah tahu pengkhianatan Rayyan dan perlakuannya pada Aina di kehidupan yang berbeda membuat Aina berubah pikiran.
Aina buru-buru menunduk dan sibuk mengolah udara. Ia sedang mengatur kata untuk menjawab pertanyaan Rayyan.
“Aku hanya membuatmu mudah diterima di sekolahku. Bukankah besok kamu akan mulai sekolah di sana?” Pelan Aina mengangkat kepala dan bertemu dengan si Pemilik mata pekat itu.
“Aku gak butuh bantuanmu untuk beradaptasi.”
Aina membisu dan mencoba melepaskan diri dari cekalan Rayyan. Ini bukan Rayyan sama yang pernah dikenalnya di kehidupan berbeda. Bahkan Rayyan yang dulu tidak bereaksi saat Aina melakukan apa pun padanya. Apa mungkin Rayyan juga mengalami hal yang sama dengannya? Pengulangan kehidupan?
“Lepaskan aku!!” titah Aina.
Rayyan tidak menjawab hanya melihat Aina dengan sudut matanya, kemudian perlahan melonggarkan cekalannya dan melepaskan Aina. Aina hanya diam dan mengelus bekas cekalan Rayyan. Kulit Aina yang putih bersih meninggalkan bekas merah saat Rayyan melepaskannya.
Tanpa berkata apa-apa, Rayyan langsung membalikkan badan dan berjalan masuk ke kamarnya. Aina hanya diam memperhatikan. Lalu saat Rayyan sudah benar-benar masuk, ia juga gegas masuk ke dalam kamar.
Aina langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur usai berganti pakaian. Satu hari yang berbeda sudah berhasil dia lewati. Aina berharap hari-hari berikutnya, bisa ia lalui dengan baik. Aina hanya minta satu ke Tuhan saat ia make a wish tadi. Ia hanya minta tidak pernah jatuh cinta ke Rayyan. Itu saja.
**
Pukul enam, senin pagi ini sudah terlihat kesibukan di rumah Aina. Hari ini memang hari pertama Aina dan Rayyan masuk sekolah setelah libur semester. Nyonya Amanda terlihat sibuk menyiapkan sarapan untuk dua cucunya itu.
Terlihat Aina duduk saling berseberangan dengan Rayyan asyik menikmati sarapan mereka.
“Apa Papa belum bangun, Nek?” tanya Aina memecah keheningan.
Nyonya Amanda tersenyum dan menganggukkan kepala. Aina masih ingat kalau setiap pagi, selalu makan pagi sendiri. Tuan Farid selalu bangun lebih siang dan tidak pernah sarapan pagi bersama Aina. Hanya saat akhir pekan saja Tuan Farid bisa menikmati sarapan bersama Aina.
“Ini masih pagi, Aina. Papamu mana bisa bangun pagi. Kalau sudah selesai sarapan, kalian sudah ditunggu Pak Sukri di garasi.”
Nyonya Amanda kembali bersuara dan kini dijawab dengan anggukkan Aina. Kemudian Aina melihat ke arah Rayyan yang duduk di depannya.
“Memangnya kamu gak naik motor sendiri, Rayyan?”
Rayyan seketika mengangkat kepala dan menghentikan kunyahannya. Belum sempat Rayyan menjawab, Nyonya Amanda kembali bersuara.
“Papamu yang melarang Rayyan bawa motor. Ini hari pertama sekolah baginya. Bawa motornya nanti saja.”
Aina hanya diam dan manggut-manggut sambil terus melihat kearah Rayyan. Rayyan tahu kalau sedang diperhatikan. Saat Nyonya Amanda berlalu ke dalam rumah, Rayyan mengangkat kepala dan melihat dengan sinis ke arah Aina.
“Aku tidak lupa jaraknya. Jangan khawatir tentang itu!!” Rayyan bersuara.
Sepertinya pria tampan itu tahu apa yang sedang dipikirkan Aina. Aina tidak menjawab hanya menganggukkan kepala sambil menikmati makan paginya.
Selang beberapa saat, mereka sudah di dalam mobil perjalanan menuju sekolah. Kali ini Aina memilih duduk di bangku belakang, sementara Rayyan duduk di bangku depan bersebelahan dengan Pak Sukri, sopir mereka.
“Pak, aku nanti ada les jam empat. Jadi jemput aku, jangan sampai terlambat!!” ujar Aina.
“Iya, Non. Lalu Tuan sendiri, bagaimana? Apa juga dijemput sama dengan Nona?” Pak Sukri kini bertanya ke arah Rayyan.
“Gak usah, Pak. Saya bisa pulang sendiri, kok. Sesuaikan jadwalnya saja!!”
Pak Sukri manggut-manggut mendengar jawaban Rayyan. Sepertinya tuan mudanya ini tidak secerewet Aina dan Pak Sukri senang mendengarnya.
Sepanjang perjalanan tidak ada lagi pembicaraan. Baik Rayyan maupun Aina sama-sama diam, asyik dengan benaknya.
Pukul enam empat puluh lima menit, saat mobil yang membawa mereka tiba di sekolah. Kurang lima belas menit lagi tanda masuk sekolah berbunyi. Aina gegas turun sambil menggendong ranselnya. Dia seakan sengaja berjalan lebih dulu tanpa berpamitan apalagi menawarkan bantuan hendak mengantar Rayyan ke kelasnya.
Rayyan memakluminya. Dia juga tidak mau diantar Aina. Dia bisa mencari sendiri kelasnya. Rayyan segera menuju ruang guru dan membawa surat pengantar yang kemarin diberikan Tuan Farid. Surat itu berisi kalau dia murid baru di sekolah ini.
Tak lama setelah itu, seorang guru wanita gegas mengantar Rayyan menuju kelasnya. Kebetulan letak kelas Rayyan melewati kelas Aina. Aina yang sedang duduk di bangkunya hanya diam saat melihat Rayyan melintas dengan seorang guru.
“Aku tidak menyangka kalau kamu punya saudara sepupu, Aina,” ujar Sandra.
Sandra teman sebangku Aina sudah membuka suara. Dari dulu, Aina memang duduk sebangku dengan Sandra. Meski demikian Aina tidak pernah akrab dengannya. Kini sepertinya Sandra sengaja ingin berakrab ria dengannya. Bisa jadi Sandra juga tertarik pada Rayyan.
“Iya, aku juga baru tahu kalau punya saudara sepupu.” Aina malah membalas dengan santai.
Sandra tersenyum dan menganggukkan kepala berulang.
“Dia sangat baik, meskipun sedikit pendiam. Namun, dia sangat ramah dan sopan. Aku rasa teman-teman di sini akan menyukainya.” Sandra kembali bersuara.
Aina menoleh dan melirik ke arah Sandra.
“Apa kamu sedang membicarakan Rayyan?” Aina bertanya sambil mengernyitkan alisnya.
Sandra kembali tersenyum dan menganggukkan kepala.
“Apa kamu juga naksir padanya?”
Seketika wajah Sandra memerah dan menunduk menghindar dari tatapan Aina. Aina langsung tersenyum dan berdecak melihat reaksi Sandra. Di kehidupan sebelumnya, Aina tidak pernah tahu kalau Sandra suka Rayyan. Memang setiap Aina jalan bersama Rayyan, saat itu Sandra selalu melihatnya dengan tatapan aneh. Sekarang sepertinya Aina tahu apa yang menyebabkan Sandra bereaksi seperti itu.
Tidak hanya Sandra yang bersikap seperti itu kepada Aina. Bahkan beberapa teman lain kelas datang menghampiri Aina saat istirahat tiba hanya ingin tahu lebih banyak tentang Rayyan.
Aina berdecak dan menggelengkan kepala. “Kenapa kalian tidak tanya sendiri padanya? Aku mana tahu semua pertanyaan yang kalian ajukan tadi,” protes Aina.
Aina kesal, saat jam istirahat tiba. Semua gadis di sekolah sibuk bertanya tentang hobby Rayyan, kesukaan Rayyan sampai warna favoritnya pada Aina. Sebenarnya Aina tahu semua itu. Dia pernah menjadi istri Rayyan selama lima tahun di kehidupan sebelumnya. Namun, kali ini Aina tidak mau mengingat semua tentang Rayyan. Dia ingin mengubur semua kenangan dengan pria itu di kehidupan berbeda. Ini kehidupan barunya dan Aina tidak mau mengulang kesalahan.
“Ya ampun, Aina. Kamu kan saudaranya masa gak tahu, sih,” ujar salah seorang gadis.
Aina diam, mengendikkan bahu sambil asyik menikmati baso pesanannya. Sepertinya gadis itu kesal melihat reaksi Aina. Berangsur mereka sudah berlalu pergi meninggalkan Aina. Aina sedikit lega dan kembali menikmati basonya dengan tenang.
BRUK!!
Sebuah tas diletakkan dengan keras di bangku sebelah Aina. Aina menoleh dan langsung terkejut saat melihat siapa si Pemilik tas di sampingnya. Pelan Aina mendongakkan kepala dan langsung bersiroboh dengan mata biru yang indah sedang menatapnya.
Aina membisu, menelan ludah sambil terus menatap pria tampan di depannya ini tanpa kedip. Pria bermata biru dengan kulit bersih dan rambut pirang itu langsung tersenyum dan bersuara dengan ramah.
“Boleh aku duduk di sini?”