“Datangnya kematian tidak menunggu hingga kamu akan menjadi lebih baik, jadilah orang baik dan tunggulah kematian.”
_Habib Ali Zainal Abidin_
***
Mau sejauh apapun kita mengejar dunia, garis finishnya tetaplah kematian. Orang yang sibuk mengejar dunia itu ibarat sedang makan angiin, sampai kapan pun tidak akan pernah kenyang. Ingat bawa kematian itu sakit, kuburan itu sempit dan neraka itu sangatlah panas.
Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati dan bertaubatlah sesukamu, karena kamu akan di hisab di akhirat kelak.
Sesampainya di rumah sakit keduanya segera masuk ke dalam rumah sakit dan menanyakan mengenai kondisi ayah dan kedua adiknya. Secara tidak sengaja ada perawat yang menangani Nafisha, karena ingin melaporkan jika pasien sudah meninggal.
“Keluarga bapak Rames ya mbk?” Perawat ber tag name Namira.
Rara dan Nabila langsung menoleh ke belakang, “I-ya sus, dimana ayah dan adik saya di rawat?”
“Mari ikut saya mbk.”
Rara dan Nabila mengangguk pelan, keduanya terus berjalan dibelakang perawat hati Rara semakin gelisah. “Sus ayah saya di rawat di ruanga apa?” tanya Rara.
“Ikut saja mbk, nanti mbk nya akan tahu.
“Udah Ra, sabar dulu ikutan aja.” Bisik Nabila.
Rara mengangguk pelan meskipun hatinya amat gelisah dan juga takut. “Ya Allah, apa yang terjadi dengan keluarga ku.” Lirih Rara dalam hatinya.
Sampai pada akhirnya perawat tersebut berhenti di depan ruang jenazah, Rara berusaha menyadarkan diri nya bawa perawat ini salah menunjukkan ruang rawat ayah nya.
“S-us kenapa berhenti disini?” tanya Rara dengan suara purai dan menghapus air mata nya dengan gusar.
“
“Ayah dan juga kedua adik mbk sudah meninggal dunia, mereka semua ada di dalam.” Sauth sang perawat sambil membuka dua pintu.
Deggh…
Seketika pijakan kaki Rara melemas, tubuhnya langsung terduduk lemas di atas lantai rumah sakit. Air mata nya tidak kuasa untuk di bending lagi. Begitu juga dengan Nabila, sudah menangis karena mendengar penuturan perawat.
“G-AK INI SEMUA PASTI BOHONH!!!” Teriak Rara sambil terisak.
Gus Azam dan gus Azmir pun langsung menghampiri Rara dan juga Nabila, tapi gus Azmir mencegah tangan gus Azam untuk mendekati kedua gadis di depan nya.
“Kenapa malah berhenti?” tanya gus Azam.
“Gadis itu…”
“Yang terduduk di atas lantai itu putri pertama alm pak Rames.” Sauth gus Azam.
Gus Azmir terdiam karena ia pernah melihat Rara di restaurant waktu itu, bahka dirinya juga yang menolongnya saat ada mantan kekasihnya datang.
“Kasihan ayo kita kesana Az.” Ucap gus Azam lagi.
“Biarkan gadis itu menangis, ada hati yang tidak bisa menerima dengan mudah.”
“Kita kesana nanti jika jenazah akan di pulangkan.” Tambah gus Azmir.
“Hmm, iya saya manut katamu.”
Kedua gus tersebut hanya mengawasi Rara dan Nabila dari jauh, membiarkan Rara menangis agar hati dan jiwa tenang dan bisa menerima semua ini dengan Ikhlas walaupun itu terpaksa.
Rara terus menangis dan berushaa bangkit untuk masuk ke dalam, begitu sakit dan sesak nya dada Rara mengetahui keluarga nya telah pergi meninggalkan nya untuk selama-lama nya.
“A-YAH BANGUN HIKSS….”
“JANGAN TINGGALIN RARA, AYAH TOLONG BANGUNLAH HIKSS...”
“YA ALLAH, TOLONG BANGUNKAN AYAH KU…”
“TOLONG YA ALLAH, HIKSS… HIKSS…”
Isak tangis Rara sambil memeluk tubuh ayah nya yang sudah tidak bernyawa lagi, bahkan tubuhnya sudah lemas dan dingin. Sedangkan Nabila tak sanggup mengatakan apa pun lagi, ia juga merasa kehillangan sosok Rames karena selama ini Nabila juga di anggap sebagai putri nya sendiri.
Nabila hanya bisa memberikan dukungan kepada shabatnya agar bisa Ikhlas dan sabar dalam menghadapi cobaan dari Allah SWT. Nabila terus mengusap lembut punggung sahabat nya, agar tidak menangis berlebihan.
Meskipun di luar Rara terlihat sebagai sosok gadis yang kuat tetapi dalam hatinya juga begitu rapuh, dia hanya gadis biasa, dia juga bisa Lelah, bisa merasakan sedih.
Malam ini ia sudah kehilangan kehidupan nya, kebahagiaan nya semuanya telah hilang dan pergi darinya, ayah nya tidak hanya pergi meninggalkan nya seorang diri. Ayah nya juga telah membawa kedua adiknya pergi bersamanya, dan meninggal Rara seorang diri di dunia ini.
“Ba-gaimana Rara bisa hidup tanpa kalian bertiga?? Untuk apa Rara hidup? Untuk siapa Rara bertahan?! Kalian adalah keluarga Rara, tapi kalian tega melihat Rara hidup sendirian di dunia ini.”
“Kalian begitu jahat karena tidak mengajak ku pergi Bersama kalian, Rara juga pengen ikut Bersama kalian. Apa kalian Bahagia karena bisa berkumpul Bersama ibu di atas sana? Sedangkan Rara hanya sendirian di dunia ini…”
“Rara sendirian hikss…”
Tutur kata Rara sambil menangis tersedu-sedu, Rara berjalan kea rah dua adiknya terlihat jelas senyuman terbit di sudut bibir keduanya. “Ka-lian berdua Bahagia meninggalkan kakak sendirian di sini dek?!”
“Seharusnya tadi kakak tidak pergi, agar bisa Bersama-sama dengan kalian entah hidup atau mati asalkan kakak Bersama kalian berdua, Bersama dengan ayah hikss…”
“Astaghfirullahhaladzim, istighfar Ra semua sudah menjadi kehendak Allah SWT.” Sauth Nabila karena sejak tadi ia memilih diam membiarkan sahabat nya mengeluarkan isi hatinya.
“Mereka semua pergi meninggalkan aku Bil…”
“Mereka pergi untuk selama-lamanya hikss… hikss…” Isak tangis Rara tak henti-henti mengeluarkan air mata nya.
“Sabar Ra, kamu pasti bisa melewati semua ini.” Sauth Nabila sambil menangis.
Rara tidak menanggapi ucapan sahabat nya tapi dia terus mengeluarkan air mata nya, hatinya benar-benar hancur sehancurnya. Mungkin setelah ini kehidupan nya tidak akan Bahagia seperti dulu, semangat nya untuk bangkit sekarang sudah tidak ada lagi.
“Maaf, mbk jika sudah selesai silahkan tunggu di luar karena jenazah akan di sucikan lalu anda bisa membawa nya pulang untuk di makamkan.” Ucap sang perawat.
“Iya sus.” Sauth Nabila sambil menghapus air mata nya.
“Ra, kita tunggu di luar ya.” Bujuk Nabila.
Rara menggelengkan kepala nya pelan sambil menangis. “Rara, biarkan mereka melakukan tugas nya nanti kamu bisa menemuinya lagi.”
“Sekarang ayo keluar sama aku.” Sambung Nabila.
Rara tidak menjawab tapi ia mengikuti apa kata sahabat nya, Nabila melihat wajah Rara begitu pucat bahkan tatapan nya begitu kosong sekali.
Nabila mendudukan Rara di kursi tunggu, sedangkan diri nya berusaha mencari air putih karena Rara pasti membutuhkan nya. “Ra, aku tinggal beli air putih sebentar yak amu jangan kemana-mana, tunggu aku sampai Kembali.” Ucap Nabila sambil menggengam tangan Rara.
Rara mengangguk pelan saja, karea pikiran nya saat ini sedang kacau ia tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi dunia yang kejam ini. Nabila tidak tega melihat kondisi sahabat nya yang terpuruk seperti ini, tapi mau bagaimana lagi tidak ada orang yang menjaganya di sini hanya dirinnya seorang yang berada di samping Rara.
Nabila menghapus air mata nya kemudian ia segera bangun dan meninggalkan Rara. Sedangkan gus Azam dan Gus Azmir melihat Nabila meninggalkan Rara sendirian pun langsung mencegah nya agar tidak pergi.
“Afwan ukhti.” Ucap gus Azmir.
Nabila menghentikan Langkah nya karea suara itu terdengar tidak asing di pendengaran nya. Nabila segera berbalik arah mencari siapa yang memnaggilnya ukhti.
Nabila sampai mengerjapkan mata nya karena melihat gus Azmir ada di rumah sakit ini, entah kebetulan atau bagaimana jelasnya Nabila tidak tahu apa pun.
“Maaf, gus memanggil saya?”
“Iya, antum mau pergi kemana?” tanya gus Azmir.
“Sa-ya mau membeli air putih.”
“Tetaplah berda di samping nya,dia sedang membutuhkan sahabat nya.”
Sejenak Nabila merasa ada yang ganjal, mungkinkah gus Azmir yang membawa keluarga Rara ke rumah sakit?!
Gus Azam langsung memberikan kresek yang berisi dua botol air putih. “Ambilah.”
“Un-tuk saya?” sauth Nabila sambil gugup.
“Hmm.” Deheman gus Azam.
“Terima kasih banyak.”
Keduanya mengangguk pelan, “Maaf, kenapa gus berada di rumah sakit? Apa gus tahu sesuatu mengenai kebakaran rumah sahabat saya?!”
“Ma-af pertanyaan saya begitu lancang.” Sambung Nabila merasa tidak enak.
“Saya yang membawa keluarga alm ke rumah sakit, adik bungsunya sudah meninggal di tempat sedangkan pak Rames dan putri keduan nya meninggal di rumah sakit.” Sauth gus Azmir.
“Astghfirullahhaladzim, ya Allah tapi bagaimana bisa rumah nya kebakaran gus??”
“Perihal itu saya tidak tahu, karena tadi saya hanya lewat di depan rumah nya dan melihat kebakaran itu.”
Nabila mengangguk pelan, “Saya mewakili Rara mengucapkan banyak terima kasih karena anda sudah membawa alm ke rumah sakit.” Sauth Nabila sambil mengantupkan kedua tangan nya ke arah gus Azmir.
“Sudah tugas kita untuk menolonng sesame muslim.”
Nabila mengangguk pelan, untung nya ada orang baik yang mau bertanggung jawab di rumah sakit meskipun pada akhirnya nyawa mereka tidak tertolong, setidaknya sudah berusaha untuk menyelamatkan nya. Nabila segera pamit untuk Kembali pada sahabat nya, sedangkan gus Azmir dan gus Azam memilih tetap berada di tempatnya.
Nabila segera duduk di samping sahabat nya lagi dan membuka kan tutup botol air mineral di tangan nya. “Ra, minum dulu ya.”
Rara tidak menjawab ia seolah menjadi patung hanya mata nya saja yang berkedip dan mengeluarkan air mata. Nabila merasa takut melhat kondisi sahabat nya yang terdiam seperti ini. “Rara dengar suara aku kan?” Panggil Nabila.
Rara tidak merespon nya sama sekali, hanya air mata saja yang dapat bersuara. Nabila terpaksa memberikan air di mlut Rara, karena takut nanti sahabat nya pingsang.
Jenazah pun segera di pulangkan karena semua administrasi sudah di selesaikan oleh gus Azmir. Ketiga jenazah lansgung di antar ke masjid sambil menunggu adzan subuh nanti karena kondisi rumah Rara sudah hangus di lalap si jago merah.
Sedangkan Rara dan Nabila ikut di dalam mobil gus Azmir, sedangkan Amir membawa mobil gus Azam. Meskipun di antara gus Azmir dan Rara pernah bertemu tapi Rara seolah tidak melihat ke arah gus Azmir sama sekali.
Nabila juga merasa heran apa lagi Rara juga menganggumi gus Azmir, Nabila dan gus Azmir khusnudzon saja mungkin saking terguncang nya Rara membuat pikiran nya saat ini kosong.
Jngan² gus azam jg ad rasa sama rara jg
Comment on chapter Bab 06- Pertemuan Rara & Gus Azmir