“Berhenti menyibukkan diri dengan hal yang sia-sia pada hal yang Allah tidak ridho di dalamnya dan juga sesuatu yang membuatmu lupa Dimana kamu akan pulang nanti nya.”
_Kata Rasa_
****
Rumah Sakit Cendana.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit mereka berdua telah sampai di rumah sakit Cendana, jarak nya memang tidak terlalu jauh dari sekolah Haliza. Rara segera menanyakan Dimana ruangan adik nya pada resepsionis yang berada di depan.
“Bisa ada yang kami bantu mbk?” Tanya perawat yang menjaga di depan.
“Sus diaman ruangan pasien yang baru saja masuk, korban kecelakaan tabrak mobi, dia masih sekolah SMP.” Sauth Rara dengan raut wajah penuh kecemasan.
“Sebentar saya cek dulu mbk.”
Rara mengangguk pelan, dalam hatinya terus beristighfar agar hati nya bisa tenang dalam menghadapi cobaan yang tak henti nya datang elanda keluarga nya.
“Pasien dari sekolah SMP Negri 05 Jakarta ya mbk?!”
“I-ya sus itu adik saya.”
“Pasie nada di ruang UGD mbk, dari sini llurus sampai pertigaan nanti mbk belok ke kanan ruangan nya bagian ujung menghadap ke Selatan.”
Rara mengangguk pelan, “Terima kasih banyak sus.” Ucap Rara berterima kasih kepada perawat.
“Sama-sama.” Sauth sang perawat.
Setelah mendapat informasi Rara dan ayah nya segera bergegas mencari ruangan Haliza. Setelah menyusuri koridor akhirnya Rara dan Rames sampai di ddepan ruagan Haliza, terlihat disana ada seorang pria yang sedang duduk sendirian menunggu di kursi tunggu.
“Assalamu’alaikum, maaf apa anda tadi yang menelfon saya tadi?” Ucap Rara.
“Wa’alaikumsalam, iya apa anda nona Rara?”
Rara mengangguk pelan, “Bagaimana dengan kondisi putri saya?”
“Apa yang terjadi dengan nya?”
“Kenapa Haliza saya bisa tertabrak mobil.”
Begitu banyak pertanyaan yang terlontarkan dari bibir Rames, suungguh Haliza adalah putri kesayangan nya walaupun selama ini Rames tidak pernah membedakan kasih saying nya terhadap ketiga putri nya.
Namun mata Haliza begitu mirip dengan alm istri nya, hal itu lah yang membuat Rames begitu menjaga dan menyayangi Haliza. Sedangkan Rara ia berjongkok di hadapan ayah nya, sambil mengenggam kedua tangan ayah nya yang terasa bergetar.
“Ayah, tenanglah biarkan tuan ini menjawab satu persatu pertanyaan ayah.”
“Jika ayah terus melontarkan banyak pertanyaan, bagaimana dia bisa menjawab semua pertanyaan ayah jika ayah menanyakan secara bersaaan.” Sambung Rara sambil menahan tangis nya.
“Bagaimana ayah bisa tenang, sedangkan salah satu putri ayah berada di dalam sana.” Sauth Rames sambil menatap kea rah ruang UGD yang masih tertutup.
“Pak anda tidak perlu khawatir karena dokter sudah menangani nya di dalam.” Sauth gus Azam.
“Bisa jelaskan bagaimana putri saya bisa tetabrak? Dan anda siapa?!” Lontaran pertanyaan itu Kembali di keluarkan oleh Rames.
Sekilas Rara menatap ke arah gus Azam, karena ia merasa wajah nya tidak asing di penglihatan nya. Namun Rara belum sadar jika yang ada di hadapan nya saat ini teman pria yang Bersama gus Azmir waktu itu.
“Jadi begini, tadi mobil saya tidak sengaja menabrak putri bapak karena putri bapak tadi tiba-tiba menyebrang begitu saja di depan mobil saya. Untungnya tadi saya bisa mebelokkan stir mobil saya, agar putri bapak tidak terluka terlalu parah.”
“Nama saya Azam Adzikrullah, saya akan bertanggung jawab dengan pengobatan putri bapak sampai pulih.” Sambung gus Azam.
Rames dan Rara sama-sama menghapus wajah nya gusar, Rara juga merasa heran kenapa adiknya bisa seceroboh ini apa lagi ini belum nya pulang sekolah.
“Sebelumnya saya minta maaf, karena ini kesalahan adik saya tuan.” Ucap Rara sambil mengantupkan kedua tangan nya.
“Terima kasih banyak juga karena anda sudah enolong putri saya dan membawa nya ke rumah sakit.” Sambung Rames.
“Tidak perlu merasa seperti itu pak, nona ini semua sudah kehendak Allah nama nya musibah tidak ada yang tahu kpan, dan dimana hal itu bisa terjadi.” Sauth gus Azam sambil mengulas senyum tipis.
Belum sempat Rara maupun Rames menanggapi ucapan gus Azam pintu UGD terbuka dari dalam, hal itu membuat semua orang menatap kea rah dokter karena merasa khawatir dengan kondisi Haliza.
“Bagaimana kondisi putri saya dok?” Tanya Rames.
“Pasien belum siuman, pasien mengalami luka di kening, siku, dan kaki nya. Mungkin selama beberapa hari kedepan pasien belum bisa berjalan karena cedera yang di alami pasien.” Sauth dokter.
“Apa adik saya bisa berjalan seperti biasanya lagi dok?” Tanya Rara merasa khawatir jika adik nya akan mengalami hal yang sama dengan ayah nya.
“InsyaAllah bisa nona, kita lihat perkembangan kedepan nya dan setiap minggu pasien harus datang ke rumah sakit untuk mengecek kondisi kaki nya.”
Rara dan lain nya megangguk pelan, ada sedikit kelegaan dalam hati mereka bertiga karena luka yang di alami Haliza tidak terlalu parah hanya butuh pemulihan di kaki nya. Tadinya gus Azam sudah berpikir yang tidak-tidak mengenai kondisi korban yang ia tabrak, takutnya mengalami patah tulang atau yang lain.
Ternyata pemikiran nya salah karena saking khawatir sekaligus panik membuatnya berpikir negatif, apa lagi gus Azmir tak kunjung Kembali karena tadi berpamitan untuk mengurus biaya administasi Haliza. Sebab jika tidak segera di urus biaya administrasi nya Haliza tidak bisa mendapatkan perawatan, awalnya gus Azmir juga merasa heran karena kebanyakan rumah sakit di sekikar sini mengutamaka nyawa pasien dan masalah administrasi bisa di urus di akhir.
“Apa kami bisa masuk ke dalam dok?” Tanya Rames.
“Silahkan pak, tapi jangan berisik di dalam agar tidak menganggu pemulihan pasien.”
“Baik dok, sekali lagi terima kasih banyak.”
“Sama-sama pak.” Sauth sang dokter.
Dokter pun berpamitan pergi sebelum itu ia juga berpamitan pada gus Azam. “Saya permisi gus.”
Gus Azam mengangguk pelan sambul tersenyum samar, disaat itulah Rara baru sadar jika yang di hadapan nya bukan lah sembarang orang melainkan adalah seorang gus.
“Kami masuk dulu.” Ucap Rames.
“Iya pak, silahkan.” Sauth gus Azam sambil mengulas senyum.
Rara dan ayah nya masuk ke dalam lebih dulu, sedangkan gus Azam teruus menatap kea rah Rara yang sedang mendorong kursi roda nya masuk ke dalam ruang UGD.
Gus Azzam merasa amat bersalah karena sudah menabrak Haliza, walaupun hal itu bukan sepenuhnya kesalahan diri nya. Namun setelah melihat kondisi ayah Haliza hatinya merasa ibah, “Ya Allah maaafkan atas kecerobohan hamba semoga gadis itu segera membaik kondisi nya.” Guman pelan gus Azam.
Tak lama kemudian gus Azmir datang dengan membawa map berisi berkas administrasi Haliza. “Zam, gimana kondisi nya? Apa pihak keluaga nya sudah datang?!” Ucap gus Azmir yang langsung menodong banyak pertanyaan.
“Lama banget kamu kemana aja? Saya rasa tempat administrasi nya tidak pindah masih satu rumah sakit.” Dumel gus Azam.
“Hmm, kamu tidak tahu ternyata urusan di rumah sakit ini ribet kalau korban kecelakaan.”
“Ribetnya gimana? Kita tinggal membayarnya saja selesai kan.” Sauth gus Azmir enteng.
“Pikiranmu hanya itu, saya habis mengurus ke kantor polisi karena tadi ada saksi mata yang melihat ensiden tadi. Missal nanti dari pihak keluarga menuntut kita tidak akan bisa, karena saya sudah menjamin total biaya pengoban nya sampai benar-benar pulih.”
“Ribet ya teryata Az, pantesan lama terima kasih sudah membantu saya menyelesaikan masalah ini.”
“Maaf juga nama mu jadi berada di kantor polisi.” Sambung nya lagi.
Gus Azam juga merasa bersalah karena ketledoran nya dalam mengemudikan mobil. “Sudah gakpapa, yang terpenting gadis itu selamat.”
Gus Azam mengangguk pelan, “Keluarganya sudah berada di dalam.”
“Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu.”
“Iya Az, tadi habis berapa biar tak ganti.”
“Gak usah, salah juga salah tidak usah mengganti nya.” Sauth gus Azmir sambil menepuk pelan Pundak sahabat nya.
“Terima kasih.” Sauth gus Azam.
Gus Azmir mengangguk, “Za, tak tinggal pulang dulu gakpap? Saya harus mengantar obat umi takut nya sudah menunggu lama, kamu tahu sendiri bagaimana jika umi telat minum obat.”
“Iya gakpapa, sampai lupa tujuan kita tadi mau ta kantar?”
“Gak usah, kamu disini saja saya bisa naik taxsi.”
“Oh baiklah hati-hati Az.”
Gus Azmir berdehem pelan kemudian segera pergi meninggalkan gus Azam, dan di saat bersamaan Rara membuka pintu ruang UGD ia sempat melihat punggung gus Azmir yang mulai menghilang.
“Siapa pria itu? Kenapa sepertinya gak asing ya.” Batin Rara dalam hatinya.
Rara menatap ke pergian gus Azmir begitu lama walaupun punggung gus Azmir sudah tidak terlihat lagi. Rara tersadar dari lamunan nya karena mendengar suara gus Azam yang menanyakan tentang kondisi adiknya.
“Ma-aaf gus tadi mengatakan apa?” Sauth Rara sambil menunduk sopan.
“Bagaimana kondisinya, sudah siuman atau belum.”
“Alhamdulillah, baru siuman sekarang sedang berbincang dengan ayah saya di dalam.”
“Alhamdulillah, saya lega jadi nya.”
Rara mengangguk pelan, “Gus, sebelumnya mohon maaf atas sikap ayah saya tadi yang kurang sopan banyak mempertanyakan banyak hall dengan anda.”
“Tidak masalah, saya memakluminya seorang ayah pasti khawatir dengan kondisi putri nya.”
“Terima kasih banyak gus.”
Gus Azam mengangguk pelan kemudian memberikan berkas yang di berikan gus Azmir tadi pada nya. “Ini berkas administrasi adik anda, tidak perlu mengkhawatirkan masalah biaya nya semua sudah kami urus, anda tinggal focus dengan kesembuhan adik anda saja.”
“MasyaAllah, gus ini…”
“Iya sebagai bentuk tanggung jawab kami.” Sauth gus Azam.
“Sebentar kami? Apa anda tidak sendiri gus?”
Gus Azam menggelengkan kepala nya pelan, “Tadi saya Bersama sahabat saya, kebetulan beliau harus pulang untuk mengnatarkan obat umi nya, insyaAllah nanti akan Kembali.”
“Apa pria yang tadi gus?”
“Emm… maaf tadi saya tidak sengaja melihat kepergian beliau.” Ralat Rara merasa kurang sopan jika banyak bertanya seperti ini.
“Iya.”
Rara mengangguk pelan, “Nitip salam buat beliau gus, terima kasih juga karena telah membantu membawa ke rumah sakit, kalau gus tidak keberatan.” Cicit Rara sambil menunduk.
“InsyaAllah nanti saya sampai.”
“Terima kasih banyak gus.” Sauth Rara kemudian pergi meninggalkan gus Azam yang masih kagum menatap nya.
Gus Azam kagum dengan Rara karena sejak berbincang dengan nya selalu menundukkan pandangan nya. “Siapa sebenarnya gadis itu, sepertinya ia sangat menjaga pandangan nya denga pria yang bukan mahram nya.” Guman pelan gus Azam sambil menatap kepergian Rara.
Rara sengaja menjauh karena ia ingin menelfon manager nya, guna memberitahu jika hari ini ia terpaksa mengambil cuti, karena baru saja mendapatkan musibah.
Jngan² gus azam jg ad rasa sama rara jg
Comment on chapter Bab 06- Pertemuan Rara & Gus Azmir