"Terkadang manusia berbicara semudah melempar batu ke lautan, tapi tidak tahu sedalam apa batunya tenggelam."
_Rara Asyifa Putri_
***
Mulai sekarang belajarlah untuk Ikhlas atas segala yang membuatmu patah, teruslah berdo’a kepada-nya karena tanpa kamu sadari disaat itulah Allah SWT sedang membentukmu menjadi pribadi yang lebih kuat.
Disaat kamu merasa bawa kamu tidak mampu mengatasi semuanya, namun disaat itu juga kamu tidak pernah Lelah untuk berhaarap kepada-nya, maka percayalah Allah sedang membentukmu menjadi sosok yang lebih indah.
Terkadang semua yang menurutmu sulit itu karena kamu meleteakkan pada hati yang sempit. Oleh karena itu selalu letakkan Allah pada hatimu sehingga kamu bisa merasakan betapa indahnya kesabaran tanpa batas yang Allah karuniakan untukmu.
“Ikhlas, kata itu sudah tersemat dalam hatiku ya Allah aku Ikhlas atas semua cobaan mu, kini aku tidak lagi berharap bisa melanjutkan Pendidikan ku karena aku tidak ingin mengorbankan masa depan kedua adik ku.” Monolog Rara dalam hati nya.
Karena kondisi restaurant yang agak sepi membuat Rara bisa teremenung sejenak memikirkan Nasib hidupa nya, kebetulan siang ini sedang hujan. Sudah dua minggu Rara tidak bertemu dengan gus Azmir lagi setelah pertemuan nya di masjid waktu itu, selama itu Rara sudah menaruh kagum sejak awal pertemuan nya. Dari ucapan gus Azmir, ia mulai berusaha untuk memperbaiki diri nya Rara berharap ia bisa duduk di majles ilmu sambil mendengarkan suara gus Azmir lagi.
Namun sudah dua kali Rara ikut majlis lagi tetapi yang Mengisi adalah gus Hisyam, padahal Rara sudah penuh harap akan kedatangan gus Azmir. Mata Rara menyipit tatakala melihat gus Azmir Bersama seorang pria yang keluar daru mobil, mata Rara beggitu tajam melihat kea rah luar jendela kaca. Rara menjadi penjaga kasir di restaurant ini jadi ia bisa melihat siapa saja yang dating berkunjung.
“Bukan nya itu gus Azmir ya??”
“Tapi masa iya sih?! Apa Cuma Haluan aku aja?” celetuk nya lagi.
Rara terus menatap kearah gus Azmir dan seorang teman pria yang Bersama dengan gsu Azmir juga, semakin ia pandang hatinya semakin merasakan debaran aneh.
Rara sampai menyentuh dada nya sendiri, karena jantungan mengalami detakan aneh tatakala memandang kea rah gus Azmir. “Aduh ada apa lagi ini dengan diriku.” Batin Rara.
Sedangkan gus Azmir saat ini sedang memesan makanan sambil berbincang dengan teman nya. Disaat yang bersamaan Raihan datang menghampiri Rara, sungguh di luar perkiraan Rara setelah 3 minggu Raihan menghilang dari hidupnya sekarang ia kembali.
“Rara.” Panggil Raihan.
“Kamu ngapain datang kesini hah??” Sauth Rara tanpa menatap ke arah Raihan.
“Gue Cuma mau jelasin kesalah pahaman kita waktu itu.”
“Gak ada yang perlu di jelasin lagi, semua udah jelas.” Sauth Rara.
“Ra pleass kasih gue kesempatan buat jelasin semua nya.”
“Ra, mending kamu bicara dulu sama Raihan jangan sampai dia buat onar di restaurant nanti kamu kena SP.” Bisik teman kasir Rara.
Rara menghela nafas dalam padahal ia merasa muak berbicara dengan Raihan lagi setelah kejadian yang ia lihat waktu itu bersamaan dengan hancur nya hubungan mereka.
“5 menit kita bicara di luar, jangan bikin onar disini.”
“Oke.”
Mereka berdua segera keluar dari restaurant dan berbincang di luar, Rara keluar melewati meja gus Azmir ia tidak berani mengangkat kepala nya menatap gus Azmir. Namun gus Azmir seolah tertarik dengan hal yang melintas di hadapan nya, sejenak gus Azmir menatap Rara yang keluar Bersama seorang pria yang mengikuti nya dari belakang.
“Apa yang ingin kamu bicarakan?”
“Gue mau kita balikan, semua yang kamu lihat waktu itu hanya kesalah pahaman semata.”
“Kesalahpahaman semata kata mu?? Lalu kemana saja kamu selama 3 minggu ini?!”
“Kamu piker bisa membodohi ku? Sudah cukup selama ini kamu memperainkan perasaan ku, hubungan kita sudah berakhir di antara kita sudah selesaia.” Tekan Rara dengan penuh kekecewaan.
Dengan mudah nya Raihan mengatakan jika semua haya salah faham, yang jelas-jelas waktu itu ia melihat dirinya sedang dinner bersama Perempuan lain. Bahkan waktu itu Raihan seolah tidak melihat ke datangan nya, bukan hanya sekali tapi sudah ketiga kali nya Rara melihat nya berjalan dengan wanita lain.
Rara juga merasa heran mengapa sekarang Raihan datang kembali, lalu kemana perginya Wanita yang Bersama dengan nya waktu itu? Begitu banyak pertanyaan yang timbul dalam benak Rara saat ini.
“Gue tahu ini semua kesalahan gue ra, gue sadar kamu adalah wanita yang baik, bukan sepertinya yang hanya mengingkan uang gue aja.”
“Ra, izinin buat gue memperbaiki semua nya gue jaji setelah ini gue akan bilang ke orang tua kamu agar kita bisa menikah.” Ucap Raihan sambil mengengga tangan Rara.
“Lepas Raihan, tidak sepantasnya kamu menyentuh tangan ku.” Bentak Rara.
“Gue gak akan lepasin tangan kamu sebelum kamu mau memberikan kesempatan kedua.”
“Aku gak bisa, lebih baik kamu pergi dari sini dan jangan pernah muncul lagi di hadapan aku.”
“Gue gak bisa hidup tanpa kamu, gue…”
“Lepas sakit tangan ku.” Serkah Rara sambil berusaha melepaskan tangan nya dari tangan Raihan.
“Lepaskan tangan nya.” Ucap seoang pria dari belakang.
Rara segera menoleh ke sumber suara, terlihat gus Azmir datang menghampiri mereka berdua, Rara tidak tahu sudah berapa lama gus Azmir mendengar perbincangan nya dengan mantan kekasih nya.
“Siapa anda?? Berani sekali ikut campur urusan pribadi saya.” Sauth Raihan sambil menatap gus Azmir dari atas sampai ujung kaki.
“Tidak perlu tahu siapa saya.”
“Lebih baik kamu lepaskan tangan nya, karena menyalahin hukum agama.”
“Jangan sok alim, tampang kaya lo…”
“Raihan cukup!!! Jaga etika kamu.” Tegur Rara.
“Ra, kamu belain dia??”
“CUKUP!!!” Bentak Rara merasa muak dengan Tindakan Riahan, apa lagi ini di hadapan gus Azmir, Rara juga merasa malu.
“Sebaiknya anda pergi sebelum saya panggilkan manger restaurant ini karena kamu menganggu karyawan disini.” Ucap gus Azmir.
Raihan menatap penuh kekesalan kearah gus Azmir sekaligus Rara, mungkin kah di antara keduan saling memiliki perasaaan? Atau memiliki hubungan? Hal it uterus di pikirkan oleh Raihan sambil menatap bergantian kea rah gus Azmir dan Rara.
“Urusan kita belum selesai Ra.” Ucap Raihan sambil meninggalkan Rara dan gus Azmir.
Setelah kepergian nya Rara merasa tidak enak dengan gus Azmir karena Tindakan Raihan tidak sopan. “Maaf gus, tadi teman saya sudah bersikap tidak sopan.” Ucap Rara sambil menunduk.
Jika berhadapan langsung dengan gus Azmir seperti ini Rara tidak berani mengangkat pandangan nya, begitu pun dengan gus Azmir berbicara tanpa menatap lawan bicara nya.
“Hmm, tidak masalah apa tanganmu masih sakit?”
Rara menggelengkan kepala nya, “Terima kasih gus.”
“Kenapa memanggil saya gus?” Tanya gus Azmir.
“Njenengan putra kiayi Ahsan, jadi saya memanggilnya gus.”
“Dari mana kamu mengetahui nya?”
“Saya pernah ikut majlis ilmu di masjid Al Abror, waktu itu yang menjadi pembicara njenengan gus menggantikan gus Hisyam.” Sauth Rara dengan gugup.
“Hmm, jauhi pria seperti itu dari sikapnya saja sudah jelas tidak mencerminkan pri yang bisa menghormati Wanita.” Ucap gus Azmir kemudian pergi meninggalkan Rara yang masih cengo mendengar penuturan nya.
Rara sampai tidak bisa berkata sepatah kata pun, ia masih terdiam seribu bahasa di tempat nya. “Beneran gus Azmir yang mengatakan barusan? Ya Allah berasa kaya mimpi di siang bolong.” Monolog Rara dalam hati nya.
Rara sampai menempuk kedua pipi nya untuk menyadarkan diri nya sendiri, “Astaghfirullahhaladzim, sadar Rara.” Guman pelan Rara.
Seedangkan di sisi lain gus Azmir jadi teringat dengan Perempuan yang ada dalam mimpi nya, namun saying nya wanita yang ada di mimpi gus Azmir tidak terlihat wajah nya.
Semenjak gus Azmir mulai menolak beberapa lamaran dari putri kiayi ia mulai menemukan Wanita yang berhasil mengusik mimpi nya. Setiap kali gus Azmir melakukan sholat istikhoro untuk meminta petunjuk antara menolak atau menerima pinangan yang di ajukan, mimpi nya selalu mengarah pada Perempuan tersebut.
Gus Azmir juga pernah meminta adik nya untuk mencari wanita tersebut, siapa tahu salah satu santriwati di pesantren nya. Namun ning Zahra selalu membawa kabar jika Wanita yang di sebutkan ciri-cirinya tidak ada satu pun yang mengarah pada Wanita dalam mimpi nya.
“Gus malah bengong? Kenapa to sampeyan?” Tanya gus Azam, salah satu teman gus Azmir yang berasal dari jombang.
“Gakpapa.” Sauth nya singkat.
“Gak baik banyak bengong, atau lagi mikirin ning-ning yang sampeyan tolak?” Goda gus Azam.
“Astaghfirullah, ngawur sampeyan iki.”
Gus Azam terkekeh mendengar nya, sahabat nya yang satu ini memang aneh karena sudah menolak pinangan kesepuluh yang di ajukan oleh para kiayi terkenal.
“Saya ngajak kamu keluar pesantren buat merefes pikiran saya, karena abah selalu menyuruh saya menikah.”
“Yawes ndang nikah to Az, lagian kamu di cariin istri yang cantik, pintar, akhlak nya baik malah kamu tolak terus.” Kekeh gus Azam.
“Masalah nya setiap saya melaksanakan sholat istikhoro saya malah menemukan Wanita lain, dan asal sampeyan tahu semua ning yang pernah meminang saya, dalam mimpi saya malah tertuju pada Wanita yang tidak saya ketahui jati diri saya.” Sauth gus Azmir.
“Lah terus sampeyan mau mencari wanita dalam mimpi itu?”
Gus Azmir mengangguk pelan, “Tidak baik jika kita pria lajang memikirkan Wanita yang bukan mahram kita, apa lagi Wanita itu selalu hadir dalam mimpi saya.”
“Iya bener, tapi bagaimana sampeyan mencari nya? Wajah nya saja sampeyan gak pernah lihat.” Sauth gus Azam sambil berpikir.
“Maka dari itu saya meminta bantuan dari kamu.”
“Ente pernah cari Wanita itu belum?”
“Sudah, Zahra juga sudah mencarinya mungkin salah satu santriwati di pesantren.”
“Terus..?”
“Wanita itu tidak ada di pesantren.”
“Wes-wes rumit ente ini cari jodoh.”
Gus Azam memang seperti ini kadang menggunakan Bahasa jawa, kadang menggunakan Bahasa indonesaia, kadang juga terbawa gaya Bahasa nya dulu saat belajar di tarim.
“Bagaima dengan saya selama dua bulan sudah tersiksa akibat memimpikan wanita asing itu.”
“Kalau ane jadi antum, mending menikah saja biar bisa menghilangkan wanita itu dalam pikiran.”
“Ente piker menikah itu gampang? Bagaimana jika saya sudah menikah lalu wanita itu semakin mengusik pikiran saya? Makin berdosa saya karena telah menyakiti perasaan istri saya.”
“Khusnudzon sama takdir Allah, jangan biasain seudzon apa lagi hal itu belum terjadi Az.”
Gus Azmir berdehem pelan bukan nya membantu mencarikan wanita yang ada dalam mimpi nya gus Azam malah meminta nya untuk menikahi ning yang di jodohkan nya.
“Kamu saja yang menikahi giamana?!” Sauth gus Azmir sambil menaik turunkan alis nya.
“Belum siap, ilmu saya masih jauh.”
“Kalau antum kan udah ajib ilmunya, sudah saat nya menikah.” Sambung gus Azam sambil terkekeh.
“Ngelak terus.” Kesal gus Azmir.
Gus Azam tak menghiraukan dumelan sahabat nya ia memilih makanan yang sudah tersaji di meja makan nya. Gus Azmir juga merasa bingung harus mencari wanita itu kemana lagi, bahkan gus Azmir juga pernah soan ke beberapa pesantren sekaligus mencari Wanita itu, namun pencarian nya harus pupus karena selalu gagal.
Drett…
Ponsel gus Azmir berdering ia segera menghentikan makan nya dan mengangkat panggilan telfon dari ning Zahra.
“Hallo, Assalamu’alaikum bang Az.” Ucap ning Zahra dari sebrang telfon.
“Wa’alaikumsalam, kenapa dek?” Sauth gus Azmir dari sebrang telfon.
“Abang sekarang Dimana?”
“Restauran sama Azam.”
“Salam dari abah, nanti pulang sebelum ashar soalnya ada tamu.”
“Tumben siapa dek? Ada bang Hisyam kan di pesantren?!”
“Ada tapi abah minta abang yang menemui nya.”
“Memangnya siapa dek yang datang?”
“Gus Azar, gurunya bang Az dulu di jombang.”
“MasyaAllah, ada keperluan apa beliau sampai soan ke pesantren kita dek?”
“Adek kurang tahu bang, abah Cuma bilang kalau ada beliau datang ke pesantren.”
“Hmm, iya insyaAllah abang pulang sebelum ashar kalau gak terjebak macet.”
“Iya bang, beliin Zahra jajan juga jangan lupa.”
“Iya iya.” Sauth gus Azmir sambil mengakhiri panggilan telfon nya.
Setelah usai menelfon gus Azmir Kembali melanjutkan makan nya, “Siapa yang telfon Az, kedengaran nya seperti suara Zahra.”
“Memang Zahra yang telfon.”
Gus Azam mengangguk pelan sambil melanjutkan makan nya lagi. “Setelah ini kita langsung pulang Zam, mampir beliin jajan buat Zahra dulu.”
“Gak jadi ke percetakan bukku mu?”
“Besok saja, nanti ada gus Azar yang mau sowan ke pesantren.”
“Pemilik pondok salaf di jombang itu??”
Gus Azmir mengangguk pelan, “Saya juga merasa heran tumben sekali beliau sowan ke pesantren, padahal seharusnya saya yang sowan kesana sebagai murid nya.”
“Apa lagi saya yang gak tahu apa-apa ini.” Kekeh gus Azam.
Gus Azmir menggelengkan kepala sambil terkekeh pelan karena sikap dari sahabat nya, gus Azam memang random kadang sifatnya begitu bijak, kadang seperti nu’aiman, kadang-kadang begitu dingin dan datar semua itu tergantng dengan siapa lawan bicara nya dan juga keadaan di sekitarnya.
Rara yg sabar ya kamu harus ikhlas walupun sulit kamu harus bsa menerima qodo dari Allah SWT.
Comment on chapter Bab 14- Hilangnya Separuh JiwaMenguras Air mata nih ka El cerita ny🤭😭