Read More >>"> Desire Of The Star (DOTS - Chapter 3 : Ada Rindu Di Ujung Kertas) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Desire Of The Star
MENU
About Us  

Jika ditanya siapa yang paling mencintai dia, tentunya diam – diam. Pasti hati kecilku mengaku bahwa itu aku. 

Dia adalah segalanya. 

Hadir dalam mimpi.

Terucap dalam do’a.

Serta hidup dalam hati.

Sepotong Bagaskara sore itu menjadikannya langit berwarna jingga. Indah sekali. Dalam riuhnya suara mesin kendaraan, aku menikmati langit yang begitu syahdu di musim hujan seperti ini. Aku masih belum bisa istirahat dengan tenang ketika harus memikirkan apa yang akan aku tulis untukmu. 

***

Tidak terasa aku memasuki tahun ajaran baru kuliahku dimulai. Secara resmi aku menjadi mahasiswa sekarang. Aku bertemu kembali dengan Gopal dan Aca, ternyata mereka juga lulus dan sah menjadi mahasiswa. Suasana hari itu sangat ramai ditambah semua mahasiswa memulai hari pertama kuliahnya. Pagi itu senandung lagu terdengar dari mulai memasuki gerbang, sengaja menggunakan speaker central yang diputar melalui Ruang Audio.

Siang itu aku tenggelam dalam buku yang aku baca, Hujan karya Tere Liye. Sambil menunggu Gopal yang katanya akan menyusulku ke Kantin. Gopal juga masuk dalam jurusan yang sama denganku, dan kebetulan kami satu kelas. Tanpa aku sadari sudah dua jam aku menunggu Gopal sambil membaca buku, ditemani satu gelas teh tarik yang aku pesan di kiosnya teh Lina, ia menjual makanan berat juga minuman. 

Perutku keroncongan, aku melihat jam di tanganku menunjukan pukul empat sore. Aku memutuskan untuk memesan makanan. Aku benar – benar lapar, baru teringat aku hanya memakan roti yang ibu siapkan tadi pagi dan belum sempat untuk makan siang. Gopal belum memberi kabar sejak kelas selesai, katanya ia ada urusan sebentar dengan Narend. Narendra Guntur Situmorang, anak jurusan DKV. 

TRING!!!

Suara ponselku berbunyi, dari Gopal rupanya.

“Bro, dimana? Baru selesai nih.” tanya Gopal

“Di Kantin, tempat biasa.” Aku membalasnya

“Aku ajak Narend, ya? Boleh nda?” tanya Gopal kembali

“Lho ya boleh dong.” balasku

“Oke meluncurrrrr…” Balas Gopal dan aku tidak membalas pesannya lagi

Makanan yang aku pesan sudah datang. “Sendirian aja a Mahesa?” Tanya teh Lina dengan logat sundanya yang khas itu sambil menaruh piring makanan di mejaku.

“Terimakasih teh, menunggu Gopal seperti biasa.” balasku. 

Teh Lina adalah seorang janda ditinggal mati oleh suaminya. Ia mempunyai seorang anak yang masih duduk di bangku SMA. Anaknya cukup pintar, ia mendapat beasiswa sejak kelas satu SMA. Info ini kudapatkan saat pertama kali mengunjungi kios teh Lina dengan Gopal dan Aca setelah selesai tes kala itu. Teh Lina memang typical orang yang ceriwis dan gemar bercerita, serta ia juga cukup dekat dengan mahasiswa lain di tempatku berkuliah. Kehebatan teh Lina bukan hanya makanannya saja yang terkenal enak dan murah meriah di kalangan mahasiswa, tapi juga ia mampu menghafal nama – nama mahasiswa yang menjadi penduduk rutin di kiosnya. Bahkan walau hanya sekali dua kali bertemu ia sudah hafal. Teh Lina juga cukup dikenal di sepanjang kios jajanan lain di area Kantin, terkadang ia sering di jodohkan dengan bang Gofur, warung indomie sebelah kiosnya teh Lina, seorang duda tanpa anak. 

Aku melihat Gopal datang menghampiriku sambil melambaikan tangan, bersamaan dengan Narendra di sebelahnya. Aku belum mengenal Narend, hanya Gopal yang pernah sekali atau dua kali bercerita tentangnya. 

“Sudah lama menunggu?” Tanya Gopal tanpa ada rasa bersalah. Aku bersalaman dengan Gopal juga Narendra.

“Dua jam.” Balasku sambil makan makanan yang aku pesan tadi.

“Sorry deh sorry, tadi lihat kost dengan Narend.” Katanya dengan logat medoknya yang cukup kental itu.

“Makan…” Aku menawari Narendra makan. 

“Oh iya, aku pesan makan dulu” Ucap Narendra sambil beranjak dari kursi.

“Rend… Pesankan aku juga yo, aku mau nasi ayam bakar saja lah” katanya pada Narendra.

“Sudah dapat tempat kost-mu itu?” tanyaku pada Gopal.

“Sudah Sa, di belakang kampus” balas Gopal

“Enak?” tanyaku kembali.

“Yah, mau tidak mau Sa. Murah, dekat kampus pula.” Katanya. “Ada Narend juga sih dan beberapa mahasiswa kita tinggal disana.” Lanjutnya.

“Syukurlah, tadinya jika belum dapat aku mau menawari kamu untuk tinggal dirumahku sementara daripada sewa Hotel terus, macam orang tuamu pejabat saja.” 

“Ah tidak perlu Sa, nanti malah aku tidak mau pindah. Hahaha.” 

Narendra sudah datang dan duduk kembali di samping Gopal, menunggu makanannya diantar.

“Oh iya, Mahesa ini satu kelas dengan Gopal ya?” Tanya Narendra padaku. Narendra ini orang Medan jadi suaranya cukup tegas dan besar.

“Iya, kami satu kelas.” Balasku sambil meneguk sisa teh tarik yang aku pesan tadi.

“Kata Gopal, lukisanmu bagus – bagus, kapan – kapan mau lihat dong.” Ucap Narend. Rupanya Gopal menceritakan tentangku juga pada Narendra.

Boleh, Gopal juga cerita gambarmu bagus – bagus katanya.” Balasku saling memuji.

“Bah! bisa saja si Gopal ini.” Dan kami bertiga pun tertawa.

“Nanti main ke kost baruku ya Sa.” Ajak Gopal dengan nada yang begitu antusias.

“Iya Sa, disana banyak mahasiswa kampus kita. Agar menambah teman juga.” Narendra menambahkan. 

“Memang kapan kamu akan pindahan, Pal?” Tanyaku pada Gopal.

“Sepertinya besok pagi Sa.” Katanya sambil menikmati makanan yang ia pesan.

“Mata kuliah besok kalau tidak salah hanya sampai pukul satu siang, mau aku bantu?” Aku menawari bantuan pada Gopal.

“Boleh tuh, sekalian agar kamu tau tempat kost-ku.” Katanya dengan begitu semangat.

***

Langit sudah mulai menampakan jingganya. Aku melihat kembali ke arah jam, saat itu menunjukan pukul setengah lima sore. “Aku harus pulang, sebelum terkena macet.” Batinku Aku mengunjungi teh Lina untuk membayar makananku, membereskan barangku di atas meja lalu memakai jaket.

Kemana Sa?” Narendra bertanya padaku.

“Pulang Rend, malas hujan – hujanan.” Balasku. “Pamit ya, sampai jumpa besok.” Aku bicara pada Gopal dan Narendra.

Sore itu cukup syahdu, sepotong bagaskara menjadikannya langit berwarna jingga. Indah sekali. Baru kali ini aku menikmati lampu merah Kiaracondong yang lamanya bukan main. Biasanya aku gelisah ingin segera melewati jalanan itu. Seketika aku teringat dengan wanita yang aku temui di Halte Bus tiga minggu yang lalu. Aku melewati halte bus itu, mataku melihat ke beberapa sudut di tempat itu. “Tidak ada” batinku, lantas aku melanjutkan perjalananku untuk sampai ke rumah.

Sesampainya di rumah, aku disambut oleh ibu dan ayah.

“Lho ayah tumben pulang hari kamis?” Tanyaku sambil menyalami ibu juga ayah.

“Iya, ayah mengambil cuti untuk besok.” Katanya. “Bagaimana hari pertama menjadi mahasiswa?” tanya ayah.

Aku duduk di sofa sambil beristirahat sejenak. “So far so good.” Balasku.

“Sudah ada yang naksir belum?” Tanya ayah dengan nada menggoda.

“Hush ayah!! baru saja sehari menjadi anak kuliahan masa sudah ada taksir – menaksir sih.” Ibu menimbrung sambil membawakan kopi untuk ayah.

“Oh iya nak, besok ibu dan ayah rencananya ingin pergi berkunjung ke rumah eyang Ti. Kamu mau ikut atau di rumah saja?” tanya ibu.

“Eyang TI? Eyangnya Acel?” Balasku langsung membenarkan posisi duduk.

“Iya ke Jogya.” balas ibu.

“Eyang Ti sakitnya semakin parah, jadi ayah dan ibu mau jenguk.” Ayah menambahkan.

Jujur saat itu adalah kesempatanku untuk bertemu dengan Aceline, namun nyatanya Dewi Fortuna sedang tidak berpihak padaku, Sebagai mahasiswa baru aku tidak mungkin meninggalakn kelas yang baru saja aku mulai. 

“Yah, besok aku ada kelas pagi.” Aku menghela nafas kecewa.

“Yasudah, kamu ikut kelas pagi saja. Mahasiswa baru jangan membolos.” Ucap ibu. “Nanti saat sudah sampai di rumah eyang Ti, ibu video call agar kamu bisa bertemu dengan Aceline.” tambahnya.

“Aku bersih bersih dulu.” balasku dengan raut wajah yang seketika menjadi lesu. 

Aku melamun sambil menaiki satu demi satu anak tangga menuju kamarku, yang rasanya begitu panjang saat itu. Di kepalaku ada otak yang sedang berpikir keras bagaimana aku bisa bertemu Aceline. Namun saat itu aku memutuskan untuk mengiriminya surat yang akan aku titipkan pada ibu dan ayah. 

Setelah mandi dan sholat, aku duduk di meja belajarku sambil menyiapkan satu lembar surat yang akan aku tulis untuk Aceline. Entah mengapa aku memutuskan akan mengungkapkan perasaanku di surat itu.

***

Dear Aceline Kalea, 

Sepertinya waktu berlalu begitu cepat ya? 

Aku sudah menjadi mahasiswa sekarang, bagaimana dengan kamu? Kamu pasti sudah menjadi mahasiswa juga ya? 

Cel, aku masuk perguruan tinggi seni. Masih disini, di Kota Bandung. Seperti apa yang kita impikan tiga tahun lalu.

Aku punya teman baru disini, namanya Mahendra Adiputra namun ia minta dipanggil Gopal. Orangnya lucu, dia menjadi salah satu teman baikku di kampus.

Aku sedih karena sudah lama tidak mendengar kabarmu, sejak kamu tidak lagi membalas pesanku.

Apa ada hal yang menyakitimu Cel? Apa aku berbuat salah?

Aceline, aku rindu.

Aku selalu teringat kamu saat hujan turun, rasanya hujan dan kamu adalah hal tidak bisa dipisahkan. 

Sekarang aku sudah tidak lagi menyukai hujan sebab aku tidak mau sakit sendirian.

Sakit sendirian tanpa kamu rasanya berat Cel.

Cel, kemarin tepat saat aku sedang memikirkanmu, tiba – tiba ada wanita yang mirip sekali denganmu. Dari gerak – gerik hingga garis wajahnya persis seperti dirimu. Namun aku kecewa karena itu bukan kamu.

Cel, melalui surat aku ingin mengungkapkan perasaanku yang sudah lama aku pendam. Rasanya seperti orang gila saat merindu-mu. 

Sejujurnya aku menyukaimu sejak kita masih duduk di bangku SMP, aku tidak mau perasaan itu menghancurkan persahabatan yang sudah kita bangun sejak kecil. Aku tidak mau kita menjadi asing.

Namun ternyata berat Cel, perasaan itu semakin lama tumbuh menjadi rasa sayang. Aku jadi semakin tidak ingin kehilanganmu.

Itu sebabnya aku marah sekali saat Rahyan mencoba membohongimu. Aku tidak mau kamu disakiti.

Maaf Cel, aku baru berani mengatakan ini sekarang.

Aku harap kamu baca surat ini sebelum kita benar – benar asing.

 

Salam rindu,

Mahesa Bintang.

***

Aku melipat rapih surat itu dan kuberikan satu semprotan parfum agar menambah kesan yang lebih manis, lalu memasukannya ke dalam kotak yang berisi foto – foto kenanganku bersama Aceline dulu. Aku tidak tau lagi akan menulis apa, sebetulnya banyak sekali pertanyaan di dalam kepalaku. Namun rasanya terlalu panjang dan rumit jika aku sampaikan melalui tulisan ini. Entah apa respon Aceline nantinya, aku sudah tidak peduli. Hal paling penting ialah aku sudah berani mengungkapkan apa yang aku rasakan, walau belum sepenuhnya. 

***

Notes from author :

Hai guys, thankyou sudah mampir di chapter 3. 

Jadi penasaran deh bagaimana reaksi Aceline dapat surat dari Mahesa. Padahal kita tidak tau Aceline sudah punya pacar apa belum. Si Mahesa ini lagian tiba - tiba confess haduuh >,<

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dei.frp

    Cant wait to the next chapter!!!

    Comment on chapter DOTS - Chapter 1 : Missing Aceline Kalea
Similar Tags
love like you
399      279     1     
Short Story
Gray Paper
489      263     2     
Short Story
Cinta pertama, cinta manis yang tak terlupakan. Tapi apa yang akan kamu lakukan jika cinta itu berlabuh pada orang yang tidak seharusnya? Akankah cinta itu kau simpan hingga ke liang lahat?
Hoping For More Good Days
433      290     7     
Short Story
Kelly Sharon adalah seorang gadis baik dan mandiri yang disukai oleh banyak orang. Ia adalah gadis yang tidak suka dengan masalah apapun, sehingga ia selalu kesulitan saat mengahadapinya. Tapi Yuka dan Varel berhasil mengubah hidup Sharon menjadi lebih baik dalam menghadapi segala rintangan.Jujur dan saling percaya, hanya itu kunci dari sebuah tali persahabatan..
Awal Akhir
649      403     0     
Short Story
Tentang pilihan, antara meninggalkan cinta selamanya, atau meninggalkan untuk kembali pada cinta.
Si Mungil I Love You
539      311     2     
Humor
Decha gadis mungil yang terlahir sebagai anak tunggal. Ia selalu bermain dengan kakak beradik, tetangganya-Kak Chaka dan Choki-yang memiliki dua perbedaan, pertama, usia Kak Chaka terpaut tujuh tahun dengan Decha, sementara Choki sebayanya; kedua, dari cara memperlakukan Decha, Kak Chaka sangat baik, sementara Choki, entah kenapa lelaki itu selalu menyebalkan. "Impianku sangat sederhana, ...
Today, I Come Back!
3220      1041     3     
Romance
Alice gadis lembut yang sebelumnya menutup hatinya karena disakiti oleh mantan kekasihnya Alex. Ia menganggap semua lelaki demikian sama tiada bedanya. Ia menganggap semua lelaki tak pernah peka dan merutuki kisah cintanya yang selalu tragis, ketika Alice berjuang sendiri untuk membalut lukanya, Robin datang dan membawa sejuta harapan baru kepada Alice. Namun, keduanya tidak berjalan mulus. Enam ...
CORAT-CORET MASA SMA
408      284     3     
Short Story
Masa SMA, masa paling bahagia! Tapi sayangnya tidak untuk selamanya. Masa depan sudah di depan mata, dan Adinda pun harus berpikir ulang mengenai cita-citanya.
Nonsens
450      331     3     
Short Story
\"bukan satu dua, tiga kali aku mencoba, tapi hasilnya nonsens. lagi dan lagi gadis itu kudekati, tetap saja ia tak menggubrisku, heh, hasilnya nonsens\".
Rain, Maple, dan Senja
877      519     3     
Short Story
Takdir mempertemukan Dean dengan Rain di bawah pohon maple dan indahnya langit senja. Takdir pula yang memisahkan mereka. Atau mungkin tidak?
The Journey is Love
556      382     1     
Romance
Cinta tak selalu berakhir indah, kadang kala tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Mencintai tak mesti memiliki, begitulah banyak orang mengungkapkan nya. Tapi, tidak bagiku rasa cinta ini terus mengejolak dalam dada. Perasaan ini tak mendukung keadaan ku saat ini, keadaan dimana ku harus melepaskan cincin emas ke dasar lautan biru di ujung laut sana.