Naufal kembali mengajak Aurora memilih cincin pernikahan untuk menebus cincin pertunangan yang sangat sederhana karena saat membeli dia tak memiliki waktu banyak. Naufal hanya membeli yang tersedia dan berukuran sesuai dengan jari Aurora serta jari manisnya. Kali ini karena masih bisa memilih Naufal memilih perhiasan yang menurutnya sesuai, tetapi bagi pendapat Aurora harganya terbilang mahal. Melihat nominal yang disebutkan dari pelayan toko perhiasan Aurora sembat menolak dan meminta yang lebih sederhana dan murah.
Aurora tak mau mendapat tuduhan sengaja memoroti Naufal, padahal pria itu yang menyelamatkan harga dirinya dan keluarga. Ia masih mengingat bagaimana keluarga mantannya selalu menuduhnya matre sengaja menjalin hubungan dengan anak mereka. Sering terselip rasa takut jika suatu hari orang tua Naufal akan mengungkit penyelamatan yang pria itu lakukan saat mereka bertunangan.
Naufal sendiri memang ingin membelikan cincin untuk pernikahannya yang pantas. Dia juga memiliki uang yang cukup untuk membelikan perhiasan yang sekarang Naufal pilih.
“Anggap apa yang aku berikan ini sebagai bukti kalau aku serius memandang hubungan kita." Naufal tersenyum melihat Aurora tersipu malu mendengar perkataannya. "Cincin yang kemarin aku minta maaf hanya karena bisa memberikan seadanya.”
"Tidak apa-apa, aku juga senang cincin yang ini," balas Aurora menatap cincin yang masih melingkar di jari manisnya.
Mendengar alasan Naufal membuat Aurora tak lagi membantah. Aurora juga semakin yakin jika Naufal benar-benar serius dengan pernikahan mereka mengingat tidak sedikit yang pria itu keluarkan hanya untuk membeli cincin kawin.
Pantas saja selama ini Vera tidah mau melepaskan Naufal meski hubungan keduanya tanpa restu orang tuanya, mungkin hal ini salah satunya yaitu sikap Naufal yang baik, tidak pelit, dan juga royal. Wanita mana menolak kebaikan pasangan saat sekarang banyak pasangan yang pelit dan perhitungan.
Ada hal yang membuat Aurora bertanya-tanya, jika selam lima tahun Vera dan Naufal menjalin hubungan keadaan mereka selalu baik-baik saja. Kenapa Naufal tidak menolak dan menerima begitu saja menjadi pengganti tunangan Aurora tanpa protes saat Vera mengatakan kepada pria itu.
“Kamu coba,” pinta Naufal memasangkan cincin berlian di jari manisnya membuyarkan lamunan Aurora. “Masih kebesaran, tetapi cocok. Kamu suka?” Aurora hanya mengangguk tak lagi menolak. Pelayan perhiasan meminta keduanya menuliskan nama masing-masing serta tanggal pernikahan karena rencananya pada cincin mereka ada nama pasangan.
Usai memesan perhiasan mereka melanjutkan acara membeli beberapa keperluan lamaran. Ibu keduanya telah menuliskan beberapa yang harus keduanya beli, menurut calon mertua Aurora nanti kalau ada tambahan bisa menyusul yang penting mereka mencicil beli karena keduanya sama-sama bekerja.
Tak sengaja Aurora melihat status Whatsapp Vera yang memasang foto bersama pria berseragan tentara, hanya saja wajah pria berseragam tersebut ditutupi dengan stiker cinta.
“Pantas saja dia melepaskan Mas Naufal, jadi ini alasannya,” gumam Aurora lirih.
Perasaan tak enak yang sejak kemarin ia rasakan karena Naufal berniat serius dengan pertunangan mereka serta ingin melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan, begitu melihat status Vera kalau dia telah memiliki pengganti Naufal hilang rasa tidak enaknya.
Apa mungkin Naufal juga mengetahui jika saat ini Vera sedang dekat dengan seorang tentara sehingga rela pria itu merelakan hubungan yang telah lama terjalin? Aurora mengangguk-anggung, mungkin ini salah satu hal yang membuat Naufal menerimanya.
Aurora juga sekarang mengerti mengapa Vera mewariskan kekasihnya, Vera hanya sedang mencari alasan saat hubungannya dengan tentara diketahui banyak orang karena Naufal telah bertunangan dengan Aurora. Iseng Aurora screenshot status Vera untuk diperlihatkan kepada Naufal.
Setelah memesan perhiasan yang akan selesai sebulan lagi, Naufal mencari tempat makan. Terlalu penasaran Aurora menghentikan langkahnya dan memperlihatkan screenshot status Vera.
“Mas Naufal tahu tentang ini, apa karena ini Mas memutuskan serius dengan pertunangan kita?”
Naufal menghela napas mengajak Aurora memasuki kafe yang di dekat mereka. ternyata kafe hanya menyediakan kopi dan minuman kekinian saja. “Mbak minta ice coffe latte, Aurora mau apa?”
“Ice Cappucino saja, sama tuna croissant sandwich ya, Mas,” ujarnya. Setelah sebulan lebih mengenal Naufal pria itu sering membawa ke beberapa restoran dan meminta Aurora memesan sendiri. Maka, kali ini ia juga tak malu memesan apa yang dirinya inginkan.
Naufal membawa nampan makanan menemui Aurora yang sudah lebih dulu mencari tempat duduk. Begitu keduanya sudah menyesap minuman, Naufal mulai berkata, “Aku sudah lama mengetahui dan pria yang itu sepertinya juga pernah kami bertemu di rumah Vera. Hal itu yang membuat aku dan kedua orang tuanya mulai tak berharap akan hubungan kami." Aurora terkejut karena selama ini ia melihat hubungan keduanya selalu baik-baik saja. "Jadi aku pikir gagalnya pertunanganmu aku anggap takdir dan menjadi awal yang baik untukku membuat keputusan dengan Vera karena hubungan kami selama ini tidak menemukan titik kepastian.”
Aurora pikir Naufal masih memiliki harapan untuk bisa kembali berhubungan dengan Vera, tetapi mendengar penjelasannya ia juga akan melakukan hal yang sama yaitu berusaha melupakan Hilman dan hanya fokus dengan masa depannya bersama Naufal.
Naufal menggenggam tangan Aurora. "Percaya sama aku bahwa aku serius dengan pernikahan kita dan lupakan para mantan. Anggap mereka jalan supaya kita bisa bertemu." Manik mata mereka bertemu dan Aurora melihat keseriusan di sana, kemudian mengangguk.
***
Pada hari minggu mereka melakukan foto pre wedding seperti janji keduanya. Hari minggu sengaja keduanya pilih karena hari itu baik Aurora dan Naufal bisa libur. Mereka memilih lokasi pertama di pantai. Tadinya Aurora menyarankan foto pre wedding di studio saja, tetapi Naufal menolak.
“Kita menikah sekali, lakukan yang ingin kita lakukan supaya nanti tidak menyesal.”
Matahari masih belum terik saat keduanya sampai dan siap melakukan foto pre wedding. Foto pertama keduanya saling berpegangan satu tangan dalam posisi saling melangkah dengan bertatapan serta tertawa. Lalu pose kedua, saling berhadapan kedua tangan saling menggenggam Aurora mendongak dan Naufal menunduk saling menatap mesra. Terakhir, Naufal menggendong Aurora dengan ekpresi terkejut.
Mereka melakukan foto dari matahari belum begitu terik sampai matahari begitu menyengat kulit.
“Kirimkan ke saya filenya, Bang,” pesan Naufal setelah puas melihat foto mereka. “Tinggal foto di taman.”
Dari pantai menuju taman membutuhkan waktu dan Aurora gunakan untuk beristirahat. Sepanjang jalan Naufal memperlakukan Aurora dengan mesra membuatnya menjadi bahan ledekan dari staf yang ikut dalam pengambilan foto pre wedding.
“Mesra sama calon istri sendiri, kalian sudah pada menikah belum?” tanya Naufal balik kepada mereka. Aurora sebenarnya malu, tetapi karena sudah terlalu mengantuk dan kelelahan ia mengabaikan suara mereka dan membiarkan kepalanya bersandar di dada Naufal.
Seperti keinginannya maka begitu sampai tempat foto kondisinya sudah segar kembali. Foto kali ini tidak aneh-aneh hanya saling melangkah berjarak dan saling tatap, ada foto posisi Aurora berjalan mundur seolah meledek Naufal yang akan mengejarnya. Setelah mendapatkan hasil memuaskan mereka selesai dan seperti sebelumnya Naufal meminta dikirim filenya.
"Capek?" tanya Naufal. "Istirahat, nanti Mas bangunin begitu sampai tempat makan."
Melakukan pemotretan di dua tempat berbeda dalam waktu satu hari tentu sangat melelahkan. Semua ini mereka lakukan karena Naufal sedang ada proyek di luar kota membuat pria itu tak memiliki banyak waktu kosong, maka saat libur seperti ini sengaja mereka manfaatkan semaksimal mungkin. Kali ini tanpa menunggu lama Aurora langsung terlelap.
Selama hampir dua bulan mereka mulai rutin berkirim pesan atau saling menelepon. Minggu lalu Aurora bertemu ibu Naufal dan wanita itu bersikap sangat baik serta senang kalau Aurora yang akan menjadi menantunya. Setelah berhubungan dua tahun tanpa restu, mendapatkan sambutan baik serta hangat dari keluarga Naufal sangat menyenangkan perasaan Aurora. Ia berharap sikap baik mereka tak hanya sekarang, tetapi sampai mereka setelah menikah dan berumah tangga mertua serta keluarga Naufal akan memperlakukannya dengan baik.
“Ini kamar Opal dari dulu, tetapi nanti kalian akan tinggal sendiri. Sudah pernah ke rumah kalian yang Opal beli?” Aurora menggeleng. “Bukan Mama tidak mau kalian tinggal di sini, tetapi setelah menikah baiknya kalian membuat keluarga sendiri. Mama pernah tinggal dengan mertua dan rasanya tidak nyaman. Makanya, Mama selalu berpesan sama anak-anak boleh menikah setelah siap menghidupi pasangan dan memiliki tempat tinggal. Kalau belum jangan dulu menikah, kasihan kalau anak orang hidup dengan mereka hanya untuk hidup sengsara.”
Mendengar perkataan calon mertuanya membuat hati Aurora tenang. Setidaknya ibu Naufal paham bagaimana tidak nyamannya menantu di rumah mertua. Haruskah Aurora bersyukur karena Hilman meninggalkannya ia tak perlu memiliki mertua seperti ibu dari mantan kekasihnya dan mendapatkan calon mertua dari tunangannya?