Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Spark Between Us
MENU
About Us  

KEPUTUSAN lo udah benar Tik. Lo menjauh dari sumber masalah. Lagian lo udah terlalu lama jauh dari rumah. Lima tahun Tika. Lima tahun. Saatnya berbakti sama ortu lo dan tinggalkan semua kenangan pahit di sana.

Ia seperti meyakinkan dirinya sendiri bahwa resign dan pulang ke rumah kelahirannya adalah keputusan yang tepat. Lagian kepulangannya untuk menghindari masalah yang lebih besar. Tika tidak suka mengkonfrontasi orang lain. Menghindar lebih baik daripada memperbesar masalah. Tapi, apa dengan menghindari, masalahnya dianggap selesai? Ah, dia tidak mau ambil pusing untuk sekarang. Toh, ia sudah terbang sejauh 800-an kilometer dari Batam untuk sampai di Jakarta.

Dibilang pulang dadakan? Tidak sama sekali. Semua sudah terencana dengan baik sejak enam bulan yang lalu. Yang benar adalah pulang tanpa bilang-bilang si Bapak kepala cabang sebuah Bank milik pemerintah yang rambutnya hampir enggan bertengger di kepala pintar sang Ayah berwibawa dan berkumis tipis, dan ibunya, seorang pimpinan redaksi sebuah majalah bisnis walaupun sudah hampir kepala enam. Mereka adalah dua orang yang paling dihormati dan paling disayangi sedunia oleh Tika. Apapun konsekuensinya, akan ia terima. Mau dimarahi kek, dihukum kek, terserah ayah dan ibunya sajalah nanti. Yang penting Tika pulang dengan hati lega. Beneran lega? Untuk sekarang dia tidak ambil pusing.

Tika memeluk tas ranselnya, berharap dapat menutupi kekosongan hatinya. Ia memperhatikan kendaraan yang berlalu kencang di sisi kiri saat sedang melintasi jalan tol yang ramai lancar dalam taksi bandara yang disupiri oleh seorang bapak paruh baya yang super, su-per ra-mah.

"Pulang liburan, Neng?" tanya supir taksi dengan logat Sunda yang kental dari kaca spion tengah.

"Enggak, Pak. Saya pulang kampung. Nggak balik lagi," jawab Tika sopan.

Jakarta, kampung halamankue. Aku pulaaang. Tanpa bebaaan.

Ia seketika teringat dengan lirik lagu Sheila on 7 itu. Tanpa beban? Sepertinya ada yang salah dengan lirik lagu itu! Atau, dirinya? Demi Tuhan, Tika sudah melangkah sejauh ini. Ia harus menghadapinya. Beban itu harus dipikulnya!

Si Bapak yang ramah seperti tidak ingin suasana di mobil senyap, ia kembali bertanya. "Ooh, gitu. Emang tadi si Eneng teh, dari mana?" 

"Batam, Pak." Tika membuang pandangannya ke kiri jendela. Si Bapak otomatis bercerita panjang lebar mengenai anak laki-lakinya yang bekerja di pabrik printer dan projector asal Jepang di sana.

Batam....

Mengulang kata Batam dalam benaknya membuat memori buruk itu muncul lagi dan menari-nari dalam ingatannya. Padahal ia tidak ingin lagi mengingat apapun yang terjadi di Batam, tapi sepertinya waktu belum mengizinkannya untuk lupa dan sembuh dari malu, sakit dan luka tak berdarah itu.

Batam takkan bisa lepas dari laut, pekerjaannya, dan hubungan yang kandas. Hubungan yang hampir membuat malu keluarganya. Ia ingin lepas dari kenangan itu. Dan dari dia yang-namanya-tak-ingin-disebut lagi. Beruntung suara si driver memanggil dirinya, membuyarkan kenangan pahit yang sempat menghantam nalarnya.

"Neng kerja ya, di Batam?"

"Iya, Pak," jawab Tika sekenanya.

"Kerja apa, Neng?"

"Saya penerjemah, Pak."

"Ooh, hebat bener teh, si Eneng." Dan setelah itu ia hanya mengangguk, tersenyum, dan menjawab ala kadarnya pertanyaan si Bapak kelewat ramah mengenai profesinya. Mulai dari bahasa yang diterjemahkan Tika, di mana dia bekerja, serta sudah berapa kali bolak-balik Singapura yang hanya berjarak satu jam dari Batam. Dekat sih memang, tapi karena waktu senggang yang sangat sedikit dan pekerjaan yang seperti tidak pernah habisnya, paspor yang dulu tergesa-gesa ia buat karena euphoria Singapura dekat, hanya sempat di cap beberapa halaman saja. Ia sangat menyesal tidak memanfaatkan waktunya dengan baik. Bahkan passpor hijau itu akan expired dalam enam bulan.

Cuaca Jakarta yang cerah berawan seperti turut senang menyambutnya pulang, walaupun tak akan ada yang akan memberi sambutan selamat datang padanya ketika di rumah nanti.

Ibu, Ayah, dan Ikal pasti sedang bersenang-senang di Bali. Coba urusan gue bisa selesai lebih cepat, gerutu Tika dalan kepalanya. 

Kedua orang tua Tika beserta adik bungsunya sedang pergi jalan-jalan dalam rangka liburan kenaikan kelas 8 SMP si bontot. Oh, dia rindu dengan adik bontotnya yang lahir ketika ia berumur 14 tahun. Iya, empat belas, ketika ia sudah bosan hidup sebagai anak tunggal, ketika ia selalu merapalkan dalam doanya, Ya Allah, aku pengen punya adik. Terserah mau cewek apa cowok. Soalnya aku bosan ditinggal kerja terus sama Ayah Ibu. Kembar juga nggak papa, Tuhan. Begitulah kira-kira doa Tika kala itu. Walaupun setelah itu Tika menyesal setelah tahu, bahwa kehamilan diatas umur 40 tahun penuh resiko dan ibunya selalu dalam keadaan kecapekan kala itu.

Dan Bapak berlogat Sunda itu terus bicara walaupun Tika sebenarnya letih dan tidak mampu berterus terang kalau dia hanya ingin menikmati perjalanan pulangnya dalam diam yang damai.

Setelah hampir satu jam berkendara dari bandara, taksi yang dibawa si Bapak-Kelewat-Ramah itu akhirnya berhenti di depan rumah berpagar putih setinggi satu meter. Rumput di halaman minimalisnya tumbuh pesat semenjak ditinggal penghuninya liburan. Selain rumput yang meninggi, sampah daun kering dari pohon manggis juga menutupi halaman.

Ok. Taman akan mengisi daftar to do list pertama gue, gema Tika dalam kepalanya saat ia melangkahkan kaki memasuki pagar. Ia butuh pengalihan pikiran. Dan berkebun adalah alasan yang sangat pas untuk itu.

Gue rindu kamar gue, kasur queen gue, dan leyeh-leyeh di sofa depan TV sambil nyemil ciki. Gue rindu semuanya.

Ia bergegas membuka pintu dan segera menghirup wangi familiar rumahnya. Bau kayu dan sofa kulit khas memenuhi indra penciumannya.

"Hmm, bau yang bikin nyaman," ucapnya sambil tersenyum. "Sebentar. Sebelum bersihin taman, sepertinya bersih-bersih bagian dalam rumah lebih penting sebelum gue bersin seharian."

Karena rumah sudah hampir dua minggu ditinggal plesir, Tika mendapati ada debu dipermukaan funitur dan lantai. Ia bahkan sudah bisa mencetak namanya bila ditulis dengan ujung jari.

Barang yang di bawa Tika hanya ransel dan sebuah koper biru tua berukuran sedang. Itu belum semuanya. Ia sudah mengirim barang-barang lain melalui jasa cargo karena biayanya lebih murah daripada diangkut dengan pesawat beserta dirinya. Tahu kan, biaya kelebihan muatan oleh pesawat komersial jauh lebih mahal daripada jasa cargo?

Mengingat barangnya yang terkumpul selama lima tahun bekerja ternyata cukup banyak, Tika bahkan sudah berusaha melelang sebagian barangnya kepada teman-teman di sana. Ada juga yang diberi secara gratis. Buku adalah barang berharga Tika nomor satu yang di-pack pertama kali dan barulah menyusul barang seperti baju, peralatan eletronik, dan tetek bengek lainnya. Hanya dengan buku, membuat timbangan cargonya hampir mencapai seratus kilogram!

***

Seharian sudah ia bersih-bersih kamarnya dan rumah. Menyapu, mengepel, bahkan membersihkan jendela. Terutama mengganti sprei kasurnya yang sudah ditinggal lama. Meski dalam setahun ia menyempatkan pulang beberapa kali, tapi berhubung Tika alergi debu, ia tetap harus mengganti seperangkat kain penutup kasurnya.

Sambil berbaring santai di atas kasur empuknya, Tika seketika kangen suara ibunya. Ia meraih telepon genggam dan segera memencet tombol angka dua beberapa detik pada layar, sebab angka satu berisi nomor sang ayah, dan angka tiga berisi nomor si bungsu. Segera muncul ID caller Ibunda Nur di sana.

"Wa'alaikumsalam, Buk Nur," sahut Tika setelah sang ibu mengucap salam.

"Gimana liburannya, Bu?"

"Seru Kak. Kalau Kakak cuti, kita ke sini lagi ya, format lengkap. Adek juga kesenangan, dia. Nagih naik speed boat katanya." Suara latar angin mengiringi ibunya bicara. Sepertinya beliau sedang berada di tepi pantai. Dan Tika semakin iri. Namun gundah juga menemaninya.

Bu, Tika nggak akan cuti lagi. Tika udah bebas dan lepas dari perusahaan tempat Tika bekerja.

"Siap, Bu. Kakak siap kapan aja kok. Jangan tanggung-tanggung ya, Bu, liburannya. Ibu ngikutin list destinasi wisata yang Kakak kirim, kan?"

"Dari lima tempat, tinggal satu tempat lagi sih, Kak. Ibu tergantung Ayah ngizinin kami ke sana atau enggak. Tinggal ke Seminyak kan, Yah?" tanya ibunya ke sosok Ayah tak kasat mata di hadapannya. Tika mendengar sayup-sayup suara ayahnya yang mengiyakan pada speaker gawainya.

"Bu, jangan lupa oleh-oleh. Kakak mau kain Bali sama sling bag rotan."

"Tenang. Nanti Ibu beliin. Tunggu aja ya, Sayangnya Ibu." Tika selalu senang dan dibuat melambung hatinya bila ibunya mengucapkan 'Sayangnya Ibu' padanya. Kata-kata itu bagaikan mempunyai sihir magis bagi kesehatan hatinya yang sedang porak poranda.

"Hehehe. Makasih Sayangnya Tika. Ayah mana, Bu? Kakak mau ngomong."

"Bentar Kak. Yah, Nih Kakak nelepon." Suara grasak grusuk dari telepon seluler yang dipindahtangankan merambat ke telinga Tika.

"Halo. Nak? Apa kabarnya? Kakak sehat?" Suara berat berwibawa itu menyapanya, menghangatkan hatinya, juga menghangatkan matanya. Tiba-tba saja ia ingin menangis mendengar suara ayahnya yang dalam dan mempunyai efek menenangkan. Tapi Tika segera memejam matanya, menahan tangis, sekaligus menahan emosi. Ia tidak ingin mengacaukan liburan keluarganya hanya karena kecengengannya.

Ia sama-sama dekat dengan kedua orang tuanya. Tapi ada hal spesial tentang sang ayah yang membuatnya jauh lebih terbuka untuk bercerita dan berkeluh kesah. Namun, bila diberi pertanyaan keramat, pilih Ayah atau Ibu, Tika tetap tidak akan pernah bisa memilih salah satu di antara keduanya. Ia terlalu menyayangi mereka.

"Alhamdulillah Kakak sehat, Yah. Jangan lupa bawa oleh-oleh ya, Yah. Tadi Kakak udah bilang ke Ibu."

"Iya. Itu nanti urusan Ibu. Ayah tinggal bayar, tho?" Kekehan Pak Fauzan terdengar merdu di telinga Tika.

"Yah..." Tika berhenti sejenak. Entah kenapa hanya bicara dengan Ayahnya, Tika ingin menumpahkan segala yang terpendam dalam dadanya.

"Apa, Kak? Kok diam?" kata ayahnya di seberang sana. Suaranya jelas menyiratkan keheranan. Terkadang, feeling orang tua jarang sekali salah, bukan? Lebih sering benarnya.

"Eh, nggak ada kok, Yah. Ayah, Ibu, dan Ikal selamat bersenang-senang ya. Jangan lupa foto-foto. Kamera mesti stand by, lho. Nanti Kakak lihat kalo Ayah sampai Jakarta," kata Tika dibuat seceria mungkin.

"Kakak, Kakak. Kasihan nggak ikut liburan. Kapan-kapan kita pergi bareng ya. Sama-sama. Semuanya harus ikut nggak ada terkecuali."

"Siap, Pak Fauzan." Tika mendengar kekehan ayahnya lagi.

"Kak?"

"Iya, Yah?"

"Kakak lagi ada masalah di kantor? Proyek terjemahannya lancar, kan?" Dan memang benar, feeling orang tua tidak pernah meleset.

Tika udah resign, Yah. Tika nggak punya masalah kantor apa pun. Dan kalimat itu hanya ada dalam kepalanya.

Tika memejam matanya kembali. Menghirup napas dalam, lalu menjawab dengan kalem tanpa detil yang berarti, "Nggak ada, Yah. Kakak baik-baik aja, kok. Semua lancar." 

Bersambung 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
3172      1604     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Take It Or Leave It
6030      1977     2     
Romance
"Saya sadar...." Reyhan menarik napasnya sejenak, sungguh ia tidak menginginkan ini terjadi. "Untuk saat ini, saya memang belum bisa membuktikan keseriusan saya, Sya. Tapi, apa boleh saya meminta satu hal?" Reyhan diam, sengaja menggantungkan ucapannya, ia ingin mendengar suara gadis yang saat ini akhirnya bersedia bicara dengannya. Namun tak ada jawaban dari seberang sana, Aisyah sepertinya masi...
Pieces of Word
2598      914     4     
Inspirational
Hanya serangkaian kata yang terhubung karena dibunuh waktu dan kesendirian berkepanjangan. I hope you like it, guys! ๐Ÿ˜Š๐Ÿค—
Cinta untuk Yasmine
2304      996     17     
Romance
Yasmine sama sekali tidak menyangka kehidupannya akan jungkir balik dalam waktu setengah jam. Ia yang seharusnya menjadi saksi pernikahan sang kakak justru berakhir menjadi mempelai perempuan. Itu semua terjadi karena Elea memilih untuk kabur di hari bahagianya bersama Adam. Impian membangun rumah tangga penuh cinta pun harus kandas. Laki-laki yang seharusnya menjadi kakak ipar, kini telah sah...
Bisikan yang Hilang
63      57     2     
Romance
Di sebuah sudut Malioboro yang ramai tapi hangat, Bentala Niyala penulis yang lebih suka bersembunyi di balik nama pena tak sengaja bertemu lagi dengan Radinka, sosok asing yang belakangan justru terasa akrab. Dari obrolan ringan yang berlanjut ke diskusi tentang trauma, buku, dan teknologi, muncul benang-benang halus yang mulai menyulam hubungan di antara mereka. Ditemani Arka, teman Radinka yan...
CLBK: Cinta Lama Belum Kelar
5316      1618     20     
Romance
Tentang Edrea Lovata, yang masih terjebak cinta untuk Kaviar Putra Liandra, mantan kekasihnya semasa SMA yang masih belum padam. Keduanya dipertemukan kembali sebagai mahasiswa di fakultas yang sama. Satu tahun berlalu dengan begitu berat sejak mereka putus. Tampaknya, Semesta masih enggan untuk berhenti mempermainkan Rea. Kavi memang kembali muncul di hadapannya. Namun, dia tidak sendiri, ada...
The Savior
4376      1568     10     
Fantasy
Kisah seorang yang bangkit dari kematiannya dan seorang yang berbagi kehidupan dengan roh yang ditampungnya. Kemudian terlibat kisah percintaan yang rumit dengan para roh. Roh mana yang akan memenangkan cerita roman ini?
HEARTBURN
390      286     2     
Romance
Mencintai seseorang dengan rentang usia tiga belas tahun, tidak menyurutkan Rania untuk tetap pada pilihannya. Di tengah keramaian, dia berdiri di paling belakang, menundukkan kepala dari wajah-wajah penuh penghakiman. Dada bergemuruh dan tangan bergetar. Rawa menggenang di pelupuk mata. Tapi, tidak, cinta tetap aman di sudut paling dalam. Dia meyakini itu. Cinta tidak mungkin salah. Ini hanya...
Tepian Rasa
1380      687     3     
Fan Fiction
Mencintai seseorang yang salah itu sakit!! Namun, bisa apa aku yang sudah tenggelam oleh dunia dan perhatiannya? Jika engkau menyukai dia, mengapa engkau memberikan perhatian lebih padaku? Bisakah aku berhenti merasakan sakit yang begitu dalam? Jika mencintaimu sesakit ini. Ingin aku memutar waktu agar aku tak pernah memulainya bahkan mengenalmu pun tak perlu..
Berawal dari Hujan (the story of Arumi)
1120      603     1     
Inspirational
Kisah seorang gadis bernama Arumi Paradista, menurutnya hujan itu musibah bukan anugerah. Why? Karena berawal dari hujan dia kehilangan orang yang dia sayang. Namun siapa sangka, jika berawal dari hujan dia akan menemukan pendamping hidup serta kebahagiaan dalam proses memperbaiki diri. Semua ini adalah skenario Allah yang sudah tertulis. Semua sudah diatur, kita hanya perlu mengikuti alur. ...