"Tidak sekarang, mungkin nanti, aku akan menceritakan segalanya kepadamu."
********
Genandra mengajak Akira ke tempat perpustakaan, Akira merasa cukup kesulitan ketika mau menyamakan langkah kakinya dengan Genandra. Satu langkahnya, itu sama seperti dua langkah untuk Akira.
Langkah Akira terlihat kecil dan mungil di hadapan Genandra, terkadang ia sengaja mempercepat tempo jalannya supaya melihat betapa lucunya ketika Akira berlari. Ah sungguh menggemaskan, cukup membayangkannya saja sudah membuat laki-laki itu senang.
"Pegang tangan gue," ucap Genandra membuka telapak tangan kanannya, dan dengan senang hati Akira menggenggamnya, kalau begini, ia tidak perlu takut sampai ketinggalan serta dapat berjalan berdampingan bersama-sama.
"Lo tinggi banget sih," heran Akira mendongak, memandang wajah Genandra. Bahkan tinggi Akira pun hanya sampai bahu anak itu. "Tiap hari makan apa? Gue mau tinggi juga," sambungnya, mampu mengundang tawa Genandra.
"Haha, ngapain lo minta tinggi?" tanya Genandra kepada kekasih kecilnya itu. Ia benar-benar imut seperti anak kucing.
"Nggak apa-apa, kayaknya seru aja lihat orang punya badan tinggi. Gue bosen pendek terus, paling sebel kalau waktu upacara, gue jadi nggak bisa lihat apa yang ada di lapangan, ketutupan sama tower-tower," balas Akira meluapkan keluh kesahnya sebagai manusia bertubuh pendek.
"Iya kah? Senin depan pas upacara lo ke barisan kelas gue aja gimana? Biar gue angkat tubuh lo entar, jadi bisa lihat proses jalannya upacara," usul Genandra spontan mendapat lirikan bombastis side eye dari Akira.
"Gila aja lo!" sebal Akira menepuk bahu Genandra. "Lo mau malu-maluin gue di depan satu sekolah, masuk akal dikit kek kalau kasih saran. Yang gue mau tuh tips, bagaimana caranya tubuh gue supaya bisa tinggi." Tak tahan dengan ekspresi lucu Akira, Genandra mengacak gemas rambut blonde perempuan tersebut.
Sesampainya di dalam perpustakaan, mereka mengambil duduk di tempat kosong yang cukup sepi, menjauh dari keramaian.
"Lo mau apa bawa gue ke perpustakaan?" tanya Akira mengingat Genandra yang tidak gemar membaca, tapi malah membawanya pada tempat ribuan buku berada.
"Gue nggak tahu lagi dimana tempat yang nyaman buat ngobrol, jadi gue bawa lo ke sini aja," balas Genandra menyandarkan kepalanya, pada dua tangannya yang dilipat di atas meja.
Perlahan, kelopak mata laki-laki itu mulai tertutup, hembusan udara dingin berasal dari AC perpustakaan membuatnya mengantuk, ditambah aroma buku serta suasana yang sepi, rasanya sangat nyaman untuk tidur.
Pipi Akira menyemu merah, anak itu terlihat semakin tampan ketika tidur. Wajahnya yang teduh, seolah-olah menciptakan ruang dimensi tersendiri yang membuat Akira lupa dengan hal lain. Tangan kanan Akira bergerak sendiri, lalu mendarat di atas kepala Genandra dan membelainya. Jari-jarinya semakin masuk ke dalam sela-sela rambut Genandra, menyisirnya dengan nyaman.
Teksturnya seperti marshmellow yang empuk dan lembut. Samar-samar ia bisa mendengar suara dengkuran dari Genandra, nampaknya ia menikmatinya. Akira tersenyum kecil, kemudian terlintas niatan jahil dalam pikirannya. Ketika Akira hendak menarik kembali tangannya, menjauh dari kepala Genandra.
Dep!
Tangan Genandra dengan cepat menghentikannya, kelopak matanya kembali terbuka, menatap kepada Akira. "Kenapa berhenti? Gue mau lagi," ucapnya, mendengar suara Genandra yang serak-serak basah memberikan sensasi listrik pada telinga Akira, menggelitik!
"Gu-gue pikir lo sudah tidur," balas Akira gugup.
"Ya, sampai lo berhenti belai kepala gue," Genandra kembali dengan posisi duduk tegapnya, rasa kantuknya menjadi hilang. Padahal semenit yang lalu, rasanya seperti tengah dibelai oleh seorang malaikat.
"Cih," decak Akira, memangnya dia mengajak dirinya kemari hanya untuk melihat anak itu tidur?
"Gen, gue boleh tanya sesuatu?" ucap Akira bertanya, dan dibalas anggukan oleh Genandra.
"Iya, apa?"
"Bella... dia siapa? Gue nggak mempermasalahkan soal lo berangkat sekolah bareng sama dia, cuman gue mau tahu dia siapa."
Sebelum berani menjawab, Genandra ragu harus memberikan jawaban seperti apa kepada Akira. Apa dia harus jujur, seperti yang dikatakan Anggasta dan Javas kepada dirinya, atau berbohong demi kebaikan Akira supaya hatinya tidak terluka?
Genandra membuang napas berat, "dia sepupu gue," balas Genandra terpaksa berbohong, ia masih belum memiliki cukup keberanian untuk mengatakan semuanya kepada perempuan itu.
"Owh, sepupu lo," Akira terlihat menerima jawaban tersebut tanpa menaruh rasa curiga sama sekali. "Ngomong-ngomong kenapa dia pindah sekolah?"
"Karena pekerjaan orang tuanya, udahlah Ra jangan bahas orang lain, gue ajak lo kemari karena mau nikmati waktu berdua sama lo, jadi jangan ada orang lain," balas Genandra, selain karena risih, Genandra juga tidak mau menciptakan kebohongan lebih banyak lagi.
"Iya deh iya, oh ya, gue punya rekomendasi buku bagus banget lho. Lo pasti suka," semangat Akira lalu bangkit dari tempat duduknya, dan berjalan menuju rak buku terdekat.
Kemudian, setelah beberapa menit lamanya. Gadis itu kembali dengan membawa sebuah buku cukup tebal, lalu di taruh di atas meja. "Lo tahu kan soal cerita kerajaan yang gue sukai akhir-akhir ini, nah ini bukunya."
"Hmm," deham Genandra datar, membaca satu buku tipis saja sudah membuatnya mengantuk, apalagi harus menghabiskan buku setebal itu. "Gue lagi males baca, kalau lo yang dongeng in buat gue aja gimana?"
"Tapi, gue masih habis setengah halaman, belum semuanya," balas Akira.
"Nggak masalah, ceritakan semuanya yang udah lo baca, anggap aja gue anak TK yang lagi dengerin Bu gurunya cerita," tak masalah Genandra membuat Akira menyetujuinya.
"Oke, cerita ini dimulai dari sebuah kerajaan bernama Belleric," ucap Akira mulai menceritakan sebuah novel bergenre romansa kerajaan, favoritnya.
Di sepanjang ia bercerita, Genandra dibuat gagal fokus dengan wajah rupawan Akira, manis, tidak membuat orang lain bosan ketika memandangnya. Suaranya yang merdu, bagaikan melodi indah, sekarang Genandra bukan dibuat takjub dengan kisah yang perempuan itu ceritakan, melainkan mengagumi indahnya ciptaan Tuhan yang telah menghadirkan perempuan sesempurna Akira dalam hidupnya.
********
Di Kelas Sepuluh IPS Satu.
Rosalina membereskan peralatan tulisnya yang berada di atas meja, memasukkannya kembali ke dalam tas. Bel pulang baru saja berbunyi, dan kebetulan jam terakhir di kelas mereka kosong.
"Yang udah selesai tugasnya kumpulin ke ketua kelas ya! Biar cepet," seru Quensa, sekretaris kelas.
"Oke Mak!" balas seisi kelas serempak.
"Rosa, tugas lo udah selesaikan? Gue mau ngasih tahu sesuatu nih," ujar Quensa yang sekarang berada di samping bangku Rosalina, kepala anak itu menoleh ke arah sumber suara.
"Udah kok," balas Rosalina seraya memakai tas ransel merah muda itu.
"Lo masih suka sama Kak Genan?" lirih Quensa sepelan mungkin, agar tidak ada orang lain yang bisa mendengarnya kecuali mereka berdua. Dalam kelas ini, cuman Quensa lah yang mengetahui rahasia Rosalina yang menyukai kakak kelas mereka, Genandra.
"Iya," balas Rosalina.
"Tapi gue rasa saingan lo bertambah satu orang lagi," ujarnya membuat alis Rosalina bertaut.
"Siapa? Itu bukan lo kan?" tanya Rosalina penasaran, seketika menaruh rasa curiga kepada Quensa. Genandra itu hampir sempurna, jadi mana mungkin kalau sampai anak itu tidak menyukainya.
"Nggak, gue udah punya, ngapain gue harus suka sama dia. Emang lo Nggak tahu ada kejadian heboh tadi pagi?" balas Quensa.
"Kejadian heboh apa?"
"Ck, ini!" decak perempuan itu lalu menunjukkan sebuah foto kepada Rosalina, sebuah gambar dimana Genandra tengah bersama seorang gadis cantik di sisinya.
"Lho, cewek itu siapa? Gue nggak kenal," batin Rosalina terkejut.
"Tadi pagi, bukannya sama Kakak lo Akira, Kak Genan malah bawa cewek lain di mobilnya. Mereka berdua juga kelihatan akrab, deket banget malah. Emang, dia udah putus ya sama Kakak lo, Sa?" tanya Quensa kembali menyimpan handphonenya dalam saku rok seragam.
"Nggak, perasaan hubungan mereka baik-baik aja," balas Rosalina muncul berbagai pertanyaan dalam pikirannya.
"Kalau begini, rencana gue untuk mendapatkan Kak Genan bakal gagal. Kakak gue aja sulit, malah ditambah satu lagi, dan yang paling gue benci adalah cewek itu bisa sedekat itu dengan Kak Genandra," batin Rosalina menggertakkan giginya.
"Gue harus cari tahu siapa cewek itu."