Akira hampir tak bisa bernapas, untung saja sekarang mereka sudah berada di dalam mobil. Sepanjang Genandra menggendong dirinya tadi, ia bisa mendengar jelas suara degup jantung laki-laki itu, sebab posisi kepala Akira yang menyender pada dada Genandra.
"Mau langsung pulang apa jajan dulu?" tanya Genandra, mumpung jam pulang sekolah lebih cepat, jadi masih tersisa banyak waktu untuk sekedar jalan-jalan.
"Jajan juga boleh," balas Akira, imannya terlalu lemah kalau soal menolak makanan.
"Oke, tapi sebelum itu kita ke dokter dulu ya, gue khawatir karena lo tiba-tiba pingsan tadi," ujar Genandra seraya menyelipkan sehelai rambut ke belakang telinga Akira.
"Nggak perlu," tolak Akira seraya menurunkan tangan Genandra dari kepalanya, untuk satu hari saja jangan membahas apapun yang berhubungan dengan penyakitnya. Dia tidak suka, bahkan membencinya. Setiap kali mendengar kata dokter, pikiran Akira kembali teringat tentang apa yang pernah pria itu katakan di rumah sakit.
"Gue baik-baik aja kok, tadi cuman kecapean aja," sambungnya memandang wajah Genandra.
"Hah ya udah, kalau nanti ngerasa nggak enak badan langsung bilang ke gue," hela Genandra dan dibalas anggukan kecil oleh perempuan tersebut. Ia senang Genandra mau mengerti perasaannya.
Mesin kendaraan menyala, mobil itu pun melaju menuju pintu gerbang belakang, dan meninggalkan area sekolah.
*******
Di kelas dua belas mipa lima.
Masih tersisa satu orang siswa yang belum juga meninggalkan sekolah, ia nampak tengah merapikan beberapa buku di meja guru. Sesekali desahan penat keluar dari mulutnya.
"Akhirnya selesai juga tugas gue, langsung pulang mau tidur sampai sore," ucap Xavier sudah bisa membayangkan kasur empuk yang nyaman.
"Kayaknya semua anak udah pada pulang, mungkin tinggal gue aja sekarang?" ia melempar pandangan ke arah jendela kelas, langit biru berhiaskan awan-awan putih tak berbentuk.
Xavier mengambil tas ranselnya yang tergeletak di atas kursi, memakainya pada satu bahu dan segera pergi meninggalkan kelas.
Di tempat loker siswa, baru saja ia meletakkan beberapa barangnya ke dalam loker miliknya. Xavier cukup terkejut, ketika menemukan seorang siswi dengan bat kelas sepuluh, membuka salah satu loker milik anak kelas dua belas.
"Ngapain dia ada di sini? Ini bukan tempat loker kelas sepuluh," gumam Xavier penasaran, dan akhirnya memutuskan untuk menghampiri anak tersebut.
Xavier memukul salah satu pintu loker sedikit keras, hingga menghasilkan suara gebrakan dan membuat bahu perempuan itu gemetar karena terkejut.
"Apa yang lo lakukan di sini? Ini bukan loker kelas sepuluh," ujar Xavier, perlahan lawan bicaranya itu mulai berbalik badan.
"Sorry Kak," balasnya membuat pupil mata Xavier membesar ketika menyadari siapa dia.
Pandangan Rosalina terus menunduk, menatap lekat sepasang sepatu sneaker nya dengan jari-jari tangan yang saling mengait satu sama lain. Apa ini artinya dia sudah tertangkap basah?
"Dia... dia bukannya adik Akira?" batin Xavier.
"Tolong jangan kasih tahu Kak Genan ya Kak! Kalau aku yang taruh semua barang itu ke lokernya," pinta Rosalina memohon seraya menangkupkan tangan, ia takut kalau Genandra mengetahui hal ini, laki-laki itu malah akan semakin membenci dirinya.
Bibir Xavier tersenyum smirk, rencana licik seakan baru saja melintas dalam pikirannya. "Bukannya dia bakal suka kalau tahu siapa yang taruh semua hadiah itu? Kenapa harus disembunyikan?" tanya Xavier memasukkan salah satu telapak tangannya ke dalam saku celana.
"Ya.... ya itu karena," tentu saja itu karena Genandra sudah menjalin hubungan bersama Akira. Sedangkan Rosalina adalah adik kandung dari Akira.
"Tenang aja, gue nggak bakal kasih tahu. Udah sana pergi," balas Xavier.
"Makasih Kak," ujar Rosalina sedikit membungkukkan tubuhnya, dan lekas menjauh dari tempat tersebut.
Sepanjang punggung itu berlalu, tatapan Xavier terus menatap picik. "Sifat dia sangat jauh berbeda dari Kakaknya," ujar Xavier membandingkan Akira dengan Rosalina.
"Yang satu mengemis cinta, dan yang satunya selalu mendapatkan cinta walau tanpa meminta," pungkas Xavier mengingat dia juga merupakan salah satu korban dari ketertarikannya kepada Akira.
"Suatu hari nanti gue bisa menggunakan dia sebagai alat gue, untuk merebut Akira dari Genandra."