"Anggaplah kehadiran ku hanya sebatas pelengkap dalam cerita mu."
********
Di dalam UKS.
"Eum," lenguh Akira merasakan kondisi tubuhnya sudah lebih baik daripada sebelumnya, bahkan rasa nyeri di perutnya juga sudah menghilang. Syukurlah, ia baru saja berpikir yang dirinya benar-benar akan pergi ke surga.
"AKHIRNYA LO SIUMAN JUGA!!!" seru dua orang siswi sontak membuat jantung Akira terpelonjat kaget. Sedetik Akira bisa merasakan ruhnya terlepas dari tubuhnya, benar-benar mengejutkan.
"Hiks, gue pikir lo beneran mau meninggal Ra," lebay Zizy dengan ekspresi sedih, kalau seumpama anak itu mengikuti casting film azab sepertinya cocok.
"Bener hiks, kalau lo pergi siapa yang bakal traktir gue lagi nanti," tambah Gendis mengikuti permainan Zizy, bahkan air mata yang mereka keluarkan benar-benar nyata.
Bukannya merasa empati melihat kedua sahabatnya tengah mengkhawatirkan kondisinya sekarang, Akira malah memandang mereka dengan tatapan heran.
"Gue beneran nggak jadi meninggal ya, padahal gue udah bayangin hidup gue enak di surga, nggak diganggu sama lo berdua," balas Akira menggoda berpura-pura memasang wajah kecewa.
"Gila! Lo beneran mau mati Ra! Lo mau ninggalin pasangan sempurna lo di dunia?" seru Zizy menggoyang-goyangkan lengan Akira. Apa gadis itu sudah gila?
"Nggak masalah, lagipula di surga bidadara gue pasti lebih ganteng dan sempurna dari dia," jawab Akira santai dan membuat kedua anak itu melongo karenanya. Kalau kalian belum paham, laki-laki yang mereka maksud adalah Genandra.
"Tapi bukannya dia gantengnya juga sama aja kayak bidadara surga? Pasti sebelas dua belas tuh sama Genan," sahut Gendis.
"Ya tapi kan, yang namanya bidadara itu pasti sempurna, emang manusia ada yang sempurna?" balas Akira sembari mengangkat kedua bahunya.
"Owh jadi gitu," keberadaan Genandra yang sedari tadi memperhatikan dari ambang pintu, sontak membuat ketiga perempuan itu terkejut. Wajahnya tersenyum smirk, ketika sempat mendengar Akira membandingkan dirinya dengan bidadara surga.
"Iya sih, penghuni surga emang pada cakep-cakep, gue mah apa? Cuman butiran pasir," sambungnya memasang muka malas.
"Ge-Genan, gue..." jeda Akira tak mampu melanjutkan ucapannya, bibirnya menjadi kaku seperti batu, bulu kuduknya berdiri seiring dengan berjalannya anak itu menghampiri Akira.
Tatapannya yang tajam menusuk manik mata Akira, ekspresi Genandra yang datar semakin memancarkan aura ketampanannya. Ketika ia sudah sampai dan berhenti tepat di samping kasur, degup jantung Akira semakin berdetak kencang.
"Jadi dimata lo gue belum sesempurna yang lo mau? Sorry," ucap Genandra, tenggorakan Akira kering. Sepertinya dia telah mengatakan sesuatu yang fatal.
"Em em, kita.... kita pulang dulu ya Ra, udah dicariin Mama nih, telepon terus daritadi," sela Zizy merasakan aura menakutkan mulai menyelimuti suasana.
"Iya nih, sepeda motor gue mau dipakai Bapak gue kerja," sahut Gendis dan lekas melarikan diri keluar dari dalam UKS, menyisakan Akira bersama Genandra saja di dalam.
"Eh kalian mau pergi kemana?!" teriaknya namun tidak digubris sama sekali ole kedua temannya itu, bola mata Akira menatap kesal ke arah pintu kaca tersebut, sebelum akhirnya kembali takut ketika bertemu dengan manik mata milik Genandra.
"Hoam, kayaknya gue ngantuk lagi deh," pura-pura Akira hendak kembali merebahkan tubuhnya pada kasur empuk itu, tetapi tangan Genandra lebih dahulu memegang bahu Akira.
"Lo masih hutang jawaban sama gue," ucap Genandra terdengar dingin, ekspresi datar itu belum juga luntur dari wajahnya.
"Ja... jawaban apa? Emang gue habis ngomong apa barusan?" balas Akira sekali lagi mati gaya ketika mata mereka saling bertatapan.
"Akira," panggil Genandra menghela napas berat, dia masih berusaha bersikap sabar.
"Huh iya-iya, sini!" dengkus Akira lalu meminta agar Genandra menundukkan kepalanya. Jari-jarinya mengacak-acak gemas rambut hitam itu, sempat ia bisa mendengar suara Genandra yang mendengkur. Inilah kelemahannya, Genandra paling menyukai ketika kepalanya dibelai manja oleh Akira.
"Lo paling tahu kelemahan gue ya," ucap Genandra, kini pipinya benar-benar merah seperti tomat. Rasa marahnya telah hilang entah kemana, digantikan oleh rasa malu bercampur nyaman.
"Haha, wajah lo lucu banget sih," gemas Akira seperti melihat bayi besar, bukannya remaja sembilan belas tahun.
"Huft, tapi gue masih kesel sama omongan lo tadi," balas Genandra menggembungkan pipinya, benar-benar bulat mirip bakso ikan! Ingin sekali Akira menggigitnya sekarang juga.
"Itu cuman bercanda," ujar Akira tersenyum, kekasihnya ini memang tukang cemburu ya? Kapan dia bisa menghilangkan sedikit sikap posesifnya itu.
Kedua tangan Akira terangkat lalu memegang kedua sisi kepala Genandra, perlahan ia menariknya mendekat dan menempelkan dahi laki-laki tersebut dengan miliknya.
Genandra sempat merasa terkejut, namun ia memilih untuk diam dan tidak memberontak. Sekarang, kening mereka saling bersentuhan, Genandra bisa melihat wajah Akira benar-benar dekat, sangat dekat. Hembusan napasnya menggelitik bibir Genandra. Apa yang perempuan itu rencanakan, kenapa hanya diam?
"Pangeran gue itu cuman lo, kalaupun di surga nanti ada ribuan bidadara yang melebihi kata sempurna berdiri di hadapan gue. Tetap yang gue pilih itu lo, Genandra," ujar Akira seraya menutup mata, lalu dengan perlahan membukanya kembali.
"Nggak perlu cemburu, Akira itu hanya milik Genandra, hanya untuk Genandra," pungkas Akira melepaskan tangannya dari kepala laki-laki tersebut.
Tubuh Genandra mematung, dengan suara Akira yang masih saja berputar-putar dalam pikirannya. Kata-kata romantis itu, perlakuan istimewa itu benar-benar bagaikan sihir ajaib yang menghipnotis. Ia tidak tahu lagi harus berekspresi seperti apa sekarang.
"Akira," lirih Genandra memanggil.
"Iya?"
"Tubuh lo masih sakit kan?" tanya Genandra lalu bangkit dari tempat duduk.
"Iya, sedikit," balas Akira ragu-ragu.
"Kalau begitu, biarkan Pangeran ini yang melayani Tuan putri," tanpa aba-aba, Genandra langsung membopong tubuh Akira ala bridal style, dengan perasaan terkejut gadis itu mengalungkan tangannya pada leher Genandra.
"Genan, lo ngapain! Turunin gue sekarang!" panik Akira.
"Lo masih sakit, biar gue yang antar lo ke mobil," balasnya santai.
"Ta... tapi, nanti kalau ada yang lihat gimana?"
"Nggak ada, sekarang sekolah sudah sepi. Lagian jarak UKS sama parkiran juga deket kok," balas Genandra sekali lagi tanpa terbebani apapun, sedangkan Akira merasa khawatir kalau sampai ada yang melihat mereka berdua dalam kondisi seperti ini.
"Udah ya, yang namanya orang sakit itu diem. Lo malah bawel banget," tutur Genandra dan segera membawa Akira keluar dari dalam UKS menuju tempat parkir.
"Gimana nggak bawel, lo aja begini caranya," batin Akira menekuk wajah. "Semoga aja nggak ada yang lihat!" meskipun khawatir, tak dapat dipungkiri jika ia merasa senang dan nyaman dalam gendongan Genandra. Haha, mereka berdua memang pasangan yang lucu.