Baru sekitar tiga jam yang lalu pria yang kini di depannya mengirimkan pesan. Pria itu akan menemuinya esok hari. Tapi sepertinya semesta benar-benar tidak berpihak padanya. Pria itu justru datang satu hari lebih dulu dari yang dijanjikan. Jantung Irish tiba-tiba berdetak dengan kencang. Pikirannya tiba-tiba buntu. Dia merasa sesak di dekat pria yang paling tidak disukainya itu. Irish berusaha mencari cara untuk pergi. Sayangnya, Aksara lebih dahulu mengajaknya berbicara.
“Aku lihat-lihat kamu tidak banyak berubah.” Pria itu bersedekap dengan aura mengintimidasi. Aksara sedang memindai Irish dari atas sampai bawah.
“Tidak. Gue udah banyak berubah. Salah satunya … gue lebih suka pake kata lo gue.” Irish berbicara dengan cepat. Dia tidak betah berlama-lama berdiri di depan pria itu.
“Oh ya? Bagus dong, lebih akrab. Tapi kenapa di DM pake aku-kamu?” Aksara menaikkan alisnya.
“Biar sopan,” jawab Irish dengan singkat. Matanya mencari-cari Zoey dan Rehan yang entah ke mana kedua orang itu pergi.
“Kalau mau sopan harusnya menatap mata orang yang sedang diajak bicara, Nona editor.” Aksara menarik bahu Irish untuk menatap matanya. Pria itu sedikit menyondongkan tubuhnya untuk menatap mata Irish. Sejenak dia terpaku dengan bola mata itu. “Ternyata matamu cantik.”
Irish mendorong dada Aksara. Dada itu entah sudah berapa banyak diisi dada ayam sampai membuat ototnya terbentuk sempurna. Irish menggelengkan kepalanya. Dia tidak boleh goyah hanya karena otot dada yang sedikit menggoda itu.
“Mau lo apa sebenarnya?”
“Menikahlah. Kan udah aku bilang di DM. Apa lagi memangnya?”
“Bullshit.” Irish melirik dengan tajam lalu memilih menatap rumah yang ada di sebrang jalan. Lehernya terlalu sakit jika harus mendongak untuk menatap Aksara yang tingginya lebih sepuluh sentimeter darinya.
“Kalau ada banyak pertanyaan disampain aja. Kamu kan suka nanya.”
“Nggak ada. Nggak ada yang perlu ditanyakan karena pembicaraan kita berakhir di sini.” Irish berhasil menemukan Zoey dan Rehan. Kedua orang itu langsung mendatanginya.
“Omegatt gue nggak nyangka bisa ketemu Aksara di sini. Apa kabar, Aksa?” Irish sepertinya melupakan Zoey yang mengenal pria itu.
“Kabar baik, Zoe. Ini gue buktinya terbang dari Jakarta ke Semarang buat nemuin dia.”
“Ohhh. Wahh, gue nggak tahu hubungan kalian sedekat itu sekarang.”
“Ekhemm …” Rehan yang merasa dikacangi langsung memberikan kode.
“Oh lupa. Maaf sayang. Kenalin ini tunangan gue, Rehan.” Zoey mengenalkan Rehan pada Aksara.
“Kenalin gue Rehan Pradiksa, tunangan Zoey.” Rehan berusaha akrab dengan teman Zoey.
“Aksara Kata, teman Zoey dan Irish saat SMA.”
“Kalian bertiga udah sama-sama kenal berarti? Gimana kalau nanti lo bantuin kita jadi groomsmen? Gue nggak banyak temen jadi masih kurang bantuan.”
“Boleh aja. Tapi Irish jadi bridesmaid kan?”
“Kalau itu …” Zoey menatap Irish yang wajahnya terlihat tidak bersahabat.
“Kalau dia nggak jadi bridesmaid, gue nggak mau jadi groomsmen.”
“Justru itu, lo harus bantu kita buat dia jadi bridesmaid gue,” bisik Zoey pada Aksara.
Aksara akhirnya menemukan komplotannya. Dia bisa memanfaatkan hubungan ini untuk mendapatkan Irish. Mungkin momen persiapan pernikahan bisa menjadikannya lebih dekat dengan Irish.
“Nggak ada kata bridesmaid. Kita di sini bukan buat ngomongin tentang pernikahan.” Irish menekankan kata pernikahan yang memang tidak ada dalam list hidupnya. “Gue balik dulu kalau kalian mau ngomongin itu.”
Irish berjalan dengan cepat meninggalkan ketiga orang itu. Aksara dengan cermat langsung mengekori Irish. Tidak mungkin Aksara akan membiarkan Irish pulang sendiri malam begini. Sebagai pria yang gentle, Aksara jelas tidak akan melepaskan Irish.
Malam membuat mata Irish kehilangan fungsinya. Apalagi dia tidak mengenakan kacamatanya. Tanpa sengaja dia menginjak batu berukuran sedang dan terjatuh. Beruntungnya sebelum terjatuh, Aksara berhasil memegang tubuh Irish.
‘Udah tahu matanya nggak bisa lihat masih aja kacamatanya nggak dipakai. Wuuss!” Aksara meniup dahi Irish seolah menyadarkan perempuan itu.
“Sok tahu. Bukan karena nggak pake kacamata. Emang guenya aja yang nggak lihat.” Kaki Irish terasa sakit. Ternyata meskipun tidak terjatuh, batu itu berhasil membuat kakinya terkilir.
“Naik ke punggungku.” Aksara menawarkan punggung lebarnya untuk menggendong Irish.
Irish termenung sejenak. Dia mencoba menggerakkan kakinya. Ternyata memang sakit. Dia ingin menolak Aksara dan berpikir untuk meminta pertolongan Zoey, tapi ternyata mobil Rehan sudah melewatinya terlebih dahulu.
“Duluan ya Aksa, Irish,” ucap Zoey sambil melambaikan tangannya. Sekarang tidak ada pilihan lagi untuk Irish.
“Gue berat. Jadi lo harus kuat sampai depan perumahan ini.” Irish melekatkan tangannya ke leher Aksara. Tubuh pria jangkung itu akhirnya berdiri. Dari sisi ini Irish bisa merasakan pandangan Aksara yang tinggi.
“Nggak berat. Kalau berat pun aku harus bisa gendong kamu. Anggep aja trial sebelum menikah kan?”
Duakk … Irish memukul kepala Aksara dengan keras. Wangi sampo mahal tercium dari tubuh pria ini. Tapi wangi yang paling Irish suka adalah wangi maskulin yang tercampur parfum.
“Bisa nggak pakai lo gue kayak lo nyebut Zoey sama Rehan?” Irish tanpa sadar menyenderkan kepalanya ke bahu Aksara. Ternyata tubuhnya sudah lelah. Dia memang mudah lelah, harusnya dia sudah berada di kamarnya dan tidur saat ini.
“Nggak bisa. Sebagai pria yang terhormat harus menghormati perempuan yang mau kujadikan isteri.”
“Terserah lo aja kalau gitu. Tapi yang jelas gue nggak mau tuh jadiin lo suami!”
“Oh ya? Bukannya kamu yang ngajak aku nikah di umur dua puluh tujuh?”
“Itu dulu, Aksa. Dulu ketika gue bahkan nggak tahu mau nikah sama siapa.” Pernyataan Irish membuat Aksara berhenti berjalan. Pria jangkung itu terusik dengan ucapan Irish.
“Emang sekarang udah tahu mau nikah sama siapa?” Aksara harap-harap cemas menunggu jawaban Irish. Perempuan yang berada di gendongannya ini bahkan tidak memberikan reaksi apapun. Pandangannya kosong.
Aksara bahkan berusaha menatap wajah Irish. Dia memiringkan tubuh Irish agar perempuan itu bisa terlihat di matanya.
“Apa yang lo lakuin?”
“Aku menunggu jawabanmu.”
“Gue ... gue nggak mau nikah Aksara!” Irish dengan kesal. Irish malas menyebutkan alsannya tapi lebih baik disebutkan daripada tidak.
Cup! Satu kecupan mendarat di bibir Irish. Kecupan itu berhasil menghentikan jantung Irish sementara. Irish terkejut bukan main dengan perbuatan Aksara.
“Kalau gitu biarkan aku yang mengubah pikiran itu.”
“Minimal lo cukuran dulu. Bulu kumis kerasa nggak enak kalau kena kulit.” Irish membenarkan tubuhnya.
“HAHA. Calonku ini lucu sekali.” Irish yang malu hanya bisa mengeratkan pelukannya di leher Aksara.