Tidak pernah ada kata semangat untuk bersekolah di pagi hari. Irish tidak peduli jika harus mendapatkan skors jika terlambat. Dia bahkan tidak perlu masuk kelas lebih dulu. Prinsipnya ya masuk kelas tepat pada waktunya. Tidak lebih, tidak kurang. Sebagai siswa yang baru menginjak kelas sepuluh, Irish terhitung terlalu berani.
“Heemm … rajin banget, Kakkk!” Zoey menyindirnya ketika hanya perempuan itu yang baru datang.
“Ini namanya datang tepat waktu.”
“Emmm … nggak tepat waktu lagi ini sih. Udah kelewat dari waktunya.”
“Ya lagipula masuknya juga tetep jam tujuh. Cuman gerbangnya ditutup jam enam empat lima aja.”
Irish mengambil bukunya. Buku kategori novel sebenarnya. Perempuan itu terlalu malas membaca buku pelajaran. Dia bukan anak rajin. Masuk ke jurusan IPA hanya karena dia bodoh IPS. Itu saja. Tidak ada alasan lain lagi.
“Lo jadinya mau ikut ekstrakulikuler apa?”
“Buat apa? Nggak penting banget nggak sih?” Irish melirik Zoey sekilas.
“Emang iya. Tapi wajib. Lo pilih salah satu nih!” Zoey menyodorkan kertas berisi berbagai nama ekstrakulikuler yang ada. Pada bagian belakang berisi formulir pendaftaran.
“Hemmm nggak ada yang seru.”
“Yaudah barengan aja lah kita masuk ke basket. Biar tinggi.”
“Boleh deh. Ntar gue isi.”
Kelas sepuluh itu berakhir dengan mudah. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semula Irish ingin mempertahankan nilainya seperti anak-anak lainnya. Dia ingin masuk ke empat puluh besar di sekolah tapi nyatanya nilainya hancur lebur. Dia sudah tidak ingin membuang-buang waktunya untuk mempertahankan yang tidak mungkin. Dia tidak akan mengejar jalur prestasi untuk masuk perguruan tinggi. Toh gurunya memang tidak adil kepadanya. Irish menatap perempuan yang nilai ujiannya lebih rendah daripada dirinya. Yang selalu remidi daripada dirinya. Tapi jelas perempuan itu mendapatkan nilai yang lebih bagus. Memang nilai itu tidak bisa dijadikan patokan. Irish memasukkan rapot itu begitu saja dan pulang.
Irish tidak sengaja berpapasan dengan seorang laki-laki yang berjalan bersama dengan kedua temannya. Laki-laki bertubuh tinggi dengan hidung mancung bak keturunan Arab itu berhasil membuatnya goyah. Irish berhenti dan membalik tubuhnya. Laki-laki itu ternyata melakukan hal yang sama. Mereka saling menatap satu sama lain. Hanya sebentar karena pria itu diseret oleh teman-temannya. Irish sekilas berhasil melihat bahwa laki-laki itu membawa busur panah. Irish tahu apa yang harus dia lakukan.
Selama liburan semester Irish tidak pernah berhenti mencari tahu siapa laki-laki yang dilihatnya. Dia berhasil mendapatkan akun instagram laki-laki itu. Entah mengapa dia menjadi semangat untuk masuk sekolah. Dia tidak sabar untuk menjajaki kelas sebelas. Dia yakin dia bisa membuat kisah yang menarik seperti di novel-novel remaja.
“Gue mau pindah ekstrakulikuler!” Irish menggebrak meja. Dia menatap Zoey dengan semangat. Hari ini dia datang terlambat karena memang itu kebiasaannya.
“Mau pindah apa? Bukannya lo bilang nggak ada yang menarik?” Zoey menatap dengan sangsi.
“Sekarang gue nemu yang menarik. Gue mau ikut ektrakulikuler panahan.” Irish menaik turunkan alisnya.
“Terserahlah.” Zoey tidak ingin tahu alasan apapun. Yang jelas dia selalu mendukung temannya, teman yang sedikit gila itu.
Selama satu tahun Irish berusaha dengan keras untuk mendapatkan perhatian Aksara Kata. Laki-laki yang ditemuinya itu ternyata memiliki nama yang sangat puitis. Irish memang berusaha untuk mendekati Aksara tapi mendekati untuk ukuran Aksara itu bukan mendekati namanya. Ya hanya sebatas teman satu ekstrakulikuler. Irish bahkan lebih sering mendapatkan jadwal latihan yang berbeda dengan Aksara. Kalau bertemu pun Irish tidak pernah mengajak Aksara berbicara. Mereka hanya sesekali berbincang, itupun karena tidak sengaja ikut ke dalam pembicaraan. Sisanya? Ya Irish hanya bisa memantau dari instagram. Sudah beruntung dia diikuti balik oleh Aksara, lainnya tidak ada kemajuan sama sekali.
“Gue capek, deh.” Irish menyenderkan kepalanya ke bahu Zoey.
“Lagian siapa suruh lo nggak mau bilang sama dia. Deketin lebih keras lah. Kek novel-novel yang lo baca itu.”
Irish menarik napas dengan dalam. Rasanya kisah cintanya memang tidak akan berakhir dengan baik. “Gue nggak mau semurahan itu buat dapetin hati dia. Lagipula di novel itu nggak riil, terlalu aneh kalau anak SMA ngasih hadiah. Mereka apa nggak punya malu kalau tingkahnya kayak gitu? Aneh banget.”
“Ya itu namanya effort. Daripada lo? Apa yang lo lakuin? Cuma pindah ekstrakulikuler doang? Itupun nggak ngajak dia bicara. Nyerah aja dah.”
Irish menyentil dahi Zoey. Perempuan itu kesakitan dan memegang dahinya. “Bener sih tapi sakit banget penjelasan lo. Gue nyerah ajalah. Dia nggak akan tahu juga.”
“Yakin?” Zoey berusaha memancing Irish. Ternyata memang benar, Irish tidak akan menyerah begitu saja. Perempuan itu membuka ponselnya dan tanpa sadar mengetik secara tersirah kepada Aksara bahwa dia menyukainya. “Itu mah Aksara juga nggak akan tahu perasaan lo kayak gimana. Lo kan tahu sendiri bentukannya.”
“Hufftt. Yaudahlah yaa. Gue berhenti aja sampai sini. Dia juga nggak akan percaya kalau gue suka sama dia.” Irish menutup teleponnya dan menelungkupkan kepalanya ke atas meja.
Selama satu tahun dia sudah berjuang untuk mendapatkan Aksara. Tidak seperti namanya yang sastra banget, Aksara tidak akan paham dengan bahasa seperti itu. Irish sudah merasa sebagai perempuan murahan yang mengejar laki-laki. Dia juga ingin dikejar gituloh. Tapi memang secara tampilan, Irish tidak menarik untuk dijadikan sebagai gandengan. Irish tahu diri. Dia akan berusaha melepaskan Aksara. Dia akan berhenti.
Namun, selama enam tahun, Irish tidak bisa melupakan Aksara. Hal gila yang dia lakukan akhirnya mengirimkan pesan melalui instagram Aksara bahwa ketika laki-laki itu berumur dua puluh tujuh tahun dan belum menikah, Irish siap menjadi pengantinnya. Keputusan gila yang pernah Irish lakukan.
@irish.raelyn: Nanti kalau kamu udah umur 27 dan nggak tahu mau nikah sama siapa. Hubungi aku, ya.
“Jadi gitu ceritanya?” Franda terkejut dengan sempurna. Dia tidak pernah mengetahui bahwa seniornya itu bisa melakukan hal gila itu.
Selama ini Franda tahu bagaimana kehidupan Irish. Rekan kerjanya itu tidak tertarik dengan apapun. Irish hanya akan datang tepat waktu dan pulang dengan tepat waktu juga. Franda tidak pernah melihat Irish berbicara banyak hal kepada orang lain selain dirinya. Itu pun memang dari awal Franda yang berusaha menjadi teman Irish di kantor. Jika Franda tidak berusaha mendekati Irish, perempuan itu tidak akan pernah memiliki teman di kantor.
“Aneh banget nggak sih? Motif dia apa coba?”
“Kenapa emangnya? Udah jelas dia nungguin lo, Rish. Lo masih nggak paham?”
“Fran, Aksara bukan orang yang seperti itu. Bahkan jika dunia berakhir dan tinggal kita berdua. Gue bukan pilihannya.”
“Kata siapa? Lo kan nggak pernah bener-bener tahu tentang dia.”
Irish memandang jauh kembali. Aksara bukanlah orang yang bisa mengajaknya menikah dengan tiba-tiba.