Read More >>"> Di Antara Mereka (Chapter 27) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Antara Mereka
MENU 0
About Us  

  Mobil putih yang dikendarai seorang supir pribadi telah berhasil membawa Kenzie ke rumah keluarga Miko. Tak peduli dengan sang mentari yang tak lagi mrnampakkan diri. Langkah Kenzie tetap semangat menuju depan gerbang. Tak ingin bersuara hanya untuk memanggil Mita, Kenzie mengeluarkan handphone guna memanggil sang kekasih. 

  "Hallo Sayang. Aku udah di gerbang kamu!" 

 "Oke Sayang, aku buka sekarang!" jawab Mita lantas berjalan ke gerbang rumah. 

  Zleeeerrrrrkkkk.... 

  Gerbang telah terbuka menampakkan wajah tampan Kenzie yang kini menatapnya. 

  "Sayang..." sambut Mita tersenyum ceria. Kenzie meraih tangan Mita yang lantas menariknya ke area rumah. Di malam yang indah ini, Mita mengajak Kenzie untuk menikmati dari gazebo taman. "Maaf ya Sayang, aku mengganggu waktu kamu!" ucap Kenzie tanpa melepas tangan Mita. Tangga gazebo menjadi tumpuan kaki sepasang kekasih yang duduk berdampingan itu. 

  "Kamu nggak ganggu kok, Say." Mita tersenyum manis disela pandangannya yang bertemu dengan Kenzie. "Aku seneng banget kamu bisa ke sini. Karena ada hal yang mau aku ceritakan ke kamu sekarang."

  "Apa itu, Say?" tanya Kenzie penasaran. Mita menunduk untuk menceritakan pertemuaannya dengan Lica di taman bunga tulip. 

  1 menit

  2 menit

  3 menit

  4 menit

  5 menit

  "Syukurlah kalau kamu sama Lica udah berdamai!" respon Kenzie usai mendengar cerita dari Mita. 

  "Alhamdulillah, damai itu indah!" jawab Mita. 

  "Nak Kenzie!" Suara Lani mengalihkan atensi Kenzie dan Mita yang lantas menatapnya. Ia berjalan ke arah dua remaja itu. Kenzie pun beranjak dari gazebo guna bersalaman dengan Lani. "Ma Sya Allah, gantengnya!" puji Lani kala punggung tangannya menempel di kening Kenzie. Cowok itu segera melepas tangan Lani. Hatinya sedikit berbunga lantaran mendapat pujian dari calon mertuanya (jikalau ia berjodoh dengan Mita). 

  "Ehehehehe... Terima kasih Bu!" ucap Kenzie tertawa kecil. Sementara Mita tetap di posisi yang sama. 

  "Kenapa nggak masuk rumah?" tanya Lani. 

  "Sengaja aku ajak ke sini Ma!" jawab Mita. 

  "Iya, kenapa nggak di rumah?"

  "Aku pengen menikmati malam sama dia di sini," ungkap Mita. 

  "Ooooo... Kalau gitu, sekarang kita ke rumah aja, kita makan bersama!" pinta Lani lantas ditolak Kenzie. 

  "Eh.. Nggak usah Bu. Saya nggak bisa lama-lama. Jadi saya mau di sini aja!"

  "Ya sudah tersersh kamu aja!" Lani kembali masuk rumah. Kenzie pun kembali duduk dengan sang kekasih. 

  "Sayang."

  "Em?" Mita mendongak menatapnya. 

  "Ada sesuatu yang mau aku omongin."

  "Silakan, ngomong aja!" jawab Mita dengan santai. 

  "Tapi kamu jangan kecewa, jangan sedih dan harus ikhlas ya!" tutur Kenzie menaburkan rasa penasaran di benak Mita. 

  "Apa sih Say? Bikin penasaran aja? Cepetan ngomong sekarag!" Mita mengerutkan kening. 

  "Kamu ingat aku ditelfon Papaku saat kita lagi di restoran itu?" tanya Kenzie mengedarkan pandangan ke taman rumah itu. 

  "Iya. Aku ingat. Lalu?"

  "Waktu itu, Papaku memintaku pulang karena beliau ingin bicara denganku. Dan kamu tau isi pembicaraannya?" Dengan rasa gugup disertai jantung yang berdegup kencang, Kenzie berusaha menepis keberatannya untuk bicara. 

  "Enggaklah. Kamu kan belum ngasih tau. Mana bisa aku tau?" Mita merasa heran dan tetap penasaran. 

  "Aku terpaksa harus ngomong ini ke kamu. Dan kamu nggak boleh sedih!" Mita memalingkan wajah. Lelah sudah ia menanti inti pembicaraan Kenzie. 

  "Aku udah penasaran dari tadi, Say. Ayolah ngomong!"

  Tangan Mita kembali berada dalam genggaman Kenzie. Pandangan mereka kembali bertemu. Dengan tatapan sendu, Kenzie mulai berbicara. "Sayangku Mita. cantikku, kekasihku, insan segalanya buat aku. Terima kasih telah hadir di hidupku. Terima kasih telah menjadi pelabuhan hatiku. Terima kasih telah setia kepadaku. Maaf aku belum bisa membahagiakanmu. Maaf aku belum bisa menjadi yang terbaik untukmu, Sayangku. Maaf juga aku tidak bisa selalu menamanimu!" ucap Kenzie  berusaha tetap santai. 

  "Sayang. Kamu ngomong apa? Maksudnya bagaimana?" tanya Mita dengan ekspresi cemas. 

  "Mungkin, ini berat untuk kamu terima, kamu yang kuat ya Sayang! Kamu harus bisa menjalani hari tanpa aku, kamu harus bisa sendiri tanpa aku!" pesan Kenzie menangkup pipi Mita. 

  "Sayang... Kamu nggak usah basa-basi. Cepatlah berbicara yang sebenarnya!" tegas Mita dengan pikiran berkecamuk. Hal-hal negatif mulai berhamburan di benaknya. Rasa takut akan kehilangan Kenzie mulai menguasai hatinya. 

  "Mungkin sekarang sudah waktunya kita untuk berpisah... Karena aku harus---"

  "Sayang... Kamu ngomong apa sih? Aku nggak mau pisah dari kamu!" desak Mita memotong ucapan Kenzie. 

  "Sebenarnya aku juga nggak mau pisah dari kamu. Tapi--"

  "Tapi apa Say? Kamu udah nggak sayang lagi sama aku? Kamu udah nggak cinta lagi sama aku?" bentak Mita membiarkan air matanya menetes. 

  "Bukan begitu Sayang. Aku masih cinta sama kamu, aku masih sayang sama kamu. Tapi kita ha---"

  "Sayang. Nggak usah banyak tapi-tapian. Kalau kamu masih cinta dan sayang sama aku, kamu nggak perlu ngomong tentang perpisahan karena kita akan selalu bersama!" sela Mita. Kecemasan yang menguasai hati dan pikirannya tak pelak membuat Mita terus memotong ucapan Kenzie. 

  "Uuusssttt... Sayangku, tenang dulu Sayang! Tarik napas, lalu turunkan pelan-pelan dan usap dadamu dengan lembut!" Mita mengikuti instruksi dari Kenzie. "Kalau sudah tenang, kamu boleh mendengarkan inti pembicaraanku. Kalau kamu belum tenang, aku nggak akan berbicara!" ucap Kenzie merasa lelah dengan Mita yang banyak memotong ucapannya. 

  "Aku udah tenang kok, Say!" jawab Mita tersenyum singkat. 

  "Jadi, waktu Papaku meminta aku pulang saat kita di restoran itu, Papaku membicarakan sesuatu. Ya itu, memintaku untuk melanjutkan sekolah di Amerika. Aku nggak bisa menolak karena kedua orang tuaku akan pindah ke sana dan aku harus ikut. Jadi terpaksa aku harus meninggalkan kamu dan negeri ini demi menuruti permintaan kedua orang tuaku. Karena aku anak laki-laki satu-satunya dan akulah harapan terbesarnya. Sehingga aku pun harus menuruti permintaannya agar mereka bahagia! Dan mohon maaf, kita harus putus!" jelas Kenzie. Mita tak kuasa menahan air matanya yang sontak mengalir deras. Rasa cintanya pada Kenzie telah tercipta sedalam sumur. Sangat berat jika harus menghapusnya karena perpisahan. Meski jalinan asmaranya tak berlangsung lama. Namun, kenangan indah tetap ada dan sangat sulit untuk menghapuskannya. Mita takut dengan rindu. Rindu itu sakit. Rindu itu menyiksa. Mita pernah merasakannya. Tak ingin lagi ia mengulanginya. Lantas, bagaimana jika itu terulang kembali? 

  Kenzie yang mendapati buliran air mata Mita pun tak tinggal diam. Tangannya bergerak mengusap pipi yang basah. "Kamu kuat. Kamu hebat. Kamu harus ikhlas. Aku izinkan kamu untuk bahagia dengan orang siapapun. Karena aku tidak bisa membahagiakanmu lagi. Kita tidak akan bisa bersama lagi Mita. Mungkin, aku akan selamanya di Amerika dan kita sulit untuk bertemu. Aku nggak mau menyiksa hati kamu dalam hubungan LDR. Jadi, kita harus putus. Kalau kamu mau cari yang baru ataupun melupakanku, itu tak masalah!" tutur Kenzie. 

  Terasa seperti mimpi. Mita harus menerima kata putus dari orang yang dicintainya. Kenyataan ini sangat berat untuk diterima. Mengingat Mita harus menghapus rasa begitu saja, ia tak bisa. Butuh waktu lama untuknya  melakukan itu. 

  "Zie... Kenapa kita harus putus secepat ini. Kenapa keluarga kamu harus pindah ke sana?" tanya Mita membiarkan derasnya air mata. 

  "Karena Kakekku ada di Amerika dan beliau punya perusahaan yang harus Papaku kembangkan. Mengingat Papaku anak tunggal sehingga, aku dan orang tuaku harus ke sana untuk mengurus perusahaan Kakekku."

  Mita menyeka air mata. Tak ingin larut dalam luka, ia pun melontarkan pertanyaan. "Apa kamu keturunan Amerika?"

  "Kakekku asli orang Amerika, Nenek orang Indonesia. Mereka pernah tinggal di negara ini. Nenek melahirkan Papa juga di negara ini. Tapi, Nenek meninggal waktu Papa umur 10 tahun dan Kakek pun membawa Papa ke Amerika. Di sana, Kakek mendirikan perusahaan yang masih ada sampai sekarang. Mamaku yang awalnya seorang TKI, dapat bertemu Papa di negeri sana. Mereka pun menikah di Indonesia hingga melahirkan aku. Papa kembali ke Amerika saat aku berumur 2 tahun dan hanya ke Indonesia setiap 3 tahun sekali. Waktu itu, usia Kakek masih 45 tahun dan masih mampu bekerja keras. Sekarang, usia Kakek udah 60 tahun dan harus lepas tangan dari perusahaan yang diwariskan ke Papaku. Karena ingin fokus mengurus perusahaan sehingga Papaku membawaku dan Mamaku untuk pindah ke sana agar tidak bolak-balik ke Indonesia dan bisa fokus mengurus perusahaan Kakek. Begitulah ceritanya!" jelas Kenzie.

  "Kalau itu keputusan kamu. Aku nggak bisa maksa juga buat kamu tetap di sini sama aku. Walaupun aku sangat sedih ... Tapi ya sudahlah. Mungkin memang sudah saatnya kita untuk berpisah... Terima kasih telah bersinggah di hatiku dan menjagaku!" jawab Mita menyeka tetesan air mata. Tiada lagi kalimat yang dapat ia ucapkan selain itu. Kesedihan yang mencuat di hatinya bahkan memberatkan mulut untuk berbicara. 

  "Aku pamit pulang dulu, selamat tinggal Mita cantik!" Kenzie menyelipkan anak rambut Mita ke belakang telinga. Tak lupa ia beri senyum untuk Mita sebelum perjumpaannya berakhir. Perlahan namun pasti, Kenzie beranjak dari gazebo. Dengan langkah gamang, Kenzie berjalan ke gerbang. Mita mengikutinya dari belakang. Tak peduli dengan air mata yang bercucuran. Ia tetap mengantar Kenzie hingga ke gerbang. "Jaga diri kamu baik-baik ya, jaga kesehatan juga dan bahagialah selalu!" pesan Kenzie disela sang supir yang telah membuka pintu mobil untuknya. 

  "Kamu juga ya!" jawab dengan tatapan sendu. 

  "Selamat tinggal cantik!" ucap Kenzie tersenyum lantas masuk mobil dan menutup pintu. Mita tak kuasa menahan air mata. Banyak tetesannya yang terjatuh begitu saja. "Maaf aku harus meninggalkanmu, terima kasih untuk semuanya!" Kenzie menutup kaca jendelanya. 

  Tubuh Mita membeku. Bibirnya kelu tak mampu berkutik lagi. Tiada hal yang dapat ia lakukan selain menatap mobil Kenzie yang menjauh. "Kenapa kita harus berpisah secepat ini Zie?" tanya Mita. Air mata yang membasahi pipinya telah berusaha ia hentikan. Namun tak bisa. Mengingat hatinya yang tak rela melepas Kenzie dengan kenangan yang masih terpampang jelas di benaknya, terasa sangat sulit untuk dilupakan. Mita bingung harus mencari cara untuknya menyembuhkan luka. Ia terluka karena takdir. Takdir memisahkannya dengan mantan pujaan hati yang tentu saja masih ia cintai. Takdir ini sangat jahat. Sangat kejam dan menyiksa. Ya, hatinya tersiksa harus merasakan sedih mendalam. Lagipun, ia harus merasakannya sendiri. Mita harus kehilangan orang tercinta untuk kedua kalinya. Dan itu masih terpampang jelas di benaknya. Sudahlah, Mita tak ingin mematung di pinggir jalan. Ia segera melangkah kembali masuk rumah tanpa lupa menutup pintu gerbang. 

  "Kenzie udah pulang?" tanya Lani bersantai di sofa tamu. Mita hanya mengangguk. Kening Lani berkerut kala mendapati mata sembab Mita. "Itu mata kenapa sembab?" Suasana hati Mita yang belum kembali normal tak ayal membuatnya tersentuh mendengar pertanyaan Lani tersebut. Gadis itu tak kuasa menahan beban pikirannya sendiri. Mencurahkan isi hati pada Lani adalah cara yang dapat ia lakukan untuk mengurangi bebannya. Mita mengambil duduk dengan sang Mama lalu bersandar di pundaknya. 

  "Kenzie nggak akan ke sini lagi Ma... Hiks... Hiks... Hiks... Hiks!" isak Mita bercucuran air mata. 

  "Kenapa?" tanya Lani. 

  "Dia dan keluarganya akan pindah ke Amerika selamanya!" 

  "Terus kenapa kamu menangis? Ya sudahlah, biarkan itu keputusan mereka. Kamu harus ikhlas!" respon Lani. Pikiran Mita kian berkecamuk mendengar kata 'ikhlas'. Ya, ikhlas, Mita harus ikhlas. Owwwhhhh... Tidak semudah itu ferguzzzsooooo!!!! Rasa cinta yang terukir dalam sangat sulit untuk dihapuskan. Apalagi diikhlaskan. Tidak bisa! Jikalau bisa pun membutuhkan waktu yang lama. Mita telah terlanjur cinta. Namun, nyatanya harus berpisah begitu saja. Itulah hal yang menyedihkan. Mita bingung harus bagaimana. Bingung dan sangat bingung. 

  "Aku udah terlanjur cinta Ma!" jawab Mita. 

  "Makanya jangan mencintai orang terlalu dalam. Ya, begitulah jadinya!" tutur Lani. Sebuah emosi tersimpan di hati Mita. Bagaimana tidak? Curahan hatinya pada Lani berujung jawaban yang kurang menyenangkan. Tak ingin larut dalam emosi, gadis itu bangkit dari duduk lalu masuk ke singgasananya. 

  Di kasur yang empuk, Mita tumpahkan segala air mata. Ia keluarkan segala beban yang mengusik pikirannya. Butuh waktu 3 jam untuknya tenang. Pintu kamar yang telah terkunci sangat membuat Mita santai dalam menangis. Tak peduli meski kini telah menunjuk pukul 23.00, Mita tetap menangis sesenggukan. Napas yang tersenggal-senggal menuai rasa lelah di hatinya. Gadis yang sedari tadi tengkurap dengan wajah yang tersembunyi di bantal itu, kini duduk. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Pintu putih di depan ranjang mampu menarik perhatiannya. Mita pun berjalan ke arah benda itu. Ditekannya knop pintu yang lantas membuka benda tersebut. Netranya menangkap gemerlap bintang di langit malam dengan cahaya bulan yang bersinar terang. Kedua kaki Mita melangkah ke tepi balkon. Tangannya bertumpu pada pagar silver di ujung sana. Bola matanya turun dan mendapati rumah-rumah minimalis dengan beberapa bangunan besar yang mengisi sebagian kota Jakarta. Mita berdiri di sana guna menenangkan diri. Malam yang sunyi berhasil mengubah suasana hatinya. Kesedihan pun berubah ketenangan. Hal itu tak pelak membuatnya terus berada di sana hingga menjelang pagi. Tidaklah ia ingin masuk ke dunia mimpi. Sebab dunia nyata lebih pasti membuatnya tenang. Jikalau ia di alam mimpi pun memungkinkannya untuk berjumpa Kenzie yang akan membuatnya sedih kembali. Maka, biarlah Mita berdiri di alam nyata. Biarlah ia menghabiskan waktu malamnya di sana. Berharap esok kesedihan dapat sirna sepenuhnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Semu, Nawasena
7334      2728     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...
The Hallway at Night
4400      2088     2     
Fantasy
Joanne tak pernah menduga bahwa mimpi akan menyeretnya ke dalam lebih banyak pembelajaran tentang orang lain serta tempat ia mendapati jantungnya terus berdebar di sebelah lelaki yang tak pernah ia ingat namanya itu Kalau mimpi ternyata semanis itu kenapa kehidupan manusia malah berbanding terbalik
Premium
Cinta si Kembar Ganteng
3178      972     0     
Romance
Teuku Rafky Kurniawan belum ingin menikah di usia 27 tahun. Ika Rizkya Keumala memaksa segera melamarnya karena teman-teman sudah menikah. Keumala pun punya sebuah nazar bersama teman-temannya untuk menikah di usia 27 tahun. Nazar itu terucap begitu saja saat awal masuk kuliah di Fakultas Ekonomi. Rafky belum terpikirkan menikah karena sedang mengejar karir sebagai pengusaha sukses, dan sudah men...
Renjana
447      332     2     
Romance
Paramitha Nareswari yakin hubungan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun dengan penuh kepercayaan akan berakhir indah. Selayaknya yang telah ia korbankan, ia berharap agar semesta membalasnya serupa pula. Namun bagaimana jika takdir tidak berkata demikian? "Jika bukan masaku bersamamu, aku harap masanya adalah milikmu."
Warisan Kekasih
805      553     0     
Romance
Tiga hari sebelum pertunangannya berlangsung, kekasih Aurora memutuskan membatalkan karena tidak bisa mengikuti keyakinan Aurora. Naufal kekasih sahabat Aurora mewariskan kekasihnya kepadanya karena hubungan mereka tidak direstui sebab Naufal bukan seorang Abdinegara atau PNS. Apakah pertunangan Aurora dan Naufal berakhir pada pernikahan atau seperti banyak dicerita fiksi berakhir menjadi pertu...
Mari Collab tanpa Jatuh Hati
3413      1492     2     
Romance
Saat seluruh kegiatan terbatas karena adanya virus yang menyebar bernama Covid-19, dari situlah ide-ide kreatif muncul ke permukaan. Ini sebenarnya kisah dua kubu pertemanan yang menjalin hubungan bisnis, namun terjebak dalam sebuah rasa yang dimunculkan oleh hati. Lalu, mampukah mereka tetap mempertahankan ikatan kolaborasi mereka? Ataukah justru lebih mementingkan percintaan?
ZAHIRSYAH
5905      1784     5     
Romance
Pesawat yang membawa Zahirsyah dan Sandrina terbang ke Australia jatuh di tengah laut. Walau kemudia mereka berdua selamat dan berhasil naik kedaratan, namun rintangan demi rintangan yang mereka harus hadapi untuk bisa pulang ke Jakarta tidaklah mudah.
Salted Caramel Machiato
10780      3996     0     
Romance
Dion seorang mahasiswa merangkap menjadi pemain gitar dan penyanyi kafe bertemu dengan Helene seorang pekerja kantoran di kafe tempat Dion bekerja Mereka jatuh cinta Namun orang tua Helene menentang hubungan mereka karena jarak usia dan status sosial Apakah mereka bisa mengatasi semua itu
The Hospital Lokapala (Sudah Terbit / Open PO)
7648      2663     12     
Horror
"Kamu mengkhianatiku!" Alana gadis berusia 23 tahun harus merasakan patah hati yang begitu dalam.Tepat pada tahun ke 3 jadian bersama sang tunangan, pria itu malah melakukan hal tak senonoh di apartemennya sendiri bersama wanita lain. Emosi Alana membeludak, sehingga ia mengalami tabrak lari. Di sebuah rumah sakit tua yang bernama Lokapala, Alana malah mendapatkan petaka yang luar biasa. Ia har...
Me, My Brother And My Bad Boy
3417      1717     0     
Romance
Aluna adalah gadis cantik yang baru saja berganti seragam dari putih biru menjadi putih abu dan masuk ke SMA Galaksi, SMA favorit di ibu kota. Sejak pertama masuk ia sudah diganggu seorang pria bernama Saka, seorang anak urakan dan bad boy di sekolahnya. Takdir membuat mereka selalu bertemu dalam setiap keadaan. Berada dalam satu kelas, satu kelompok belajar dan satu bangku, membuat mereka sering...