Dua Minggu berlalu. Tak terasa siswa-siswi SMP 02 Panacasila telah usai melaksanakan ujian akhir semester 2. Sebelum libur tiba, sekolahan menjadi tempat mereka untuk menghabiskan waktu bersama. Seperti Mita dan Kenzie yang kini menduduki bangku depan sekolah. Dua insan itu dapat kembali mengobrol usai seminggu sibuk belajar. Di waktu itu, Mita menghindari komunikasi dengan Kenzie di manapun. Lantaran ia ingin fokus pada ujian tanpa pikiran yang melayang pada percintaan. Kenzie merasa didiamkan olehnya. Namun, cowok itu mengerti alasannya hingga dapat memaklumi. Mengingat itu pun hanya sementara. Buktinya kini, mereka kembali bersama. Kebersamaan di sekolah itu tak dibatasi waktu. Mengingat para guru yang sibuk mengurus hasil nilai siswa-siswi tak pelak membuat mereka membebaskan siswa-siswinya. Lagipula, tidak lama mereka berada di sekolah ini. Sebab jam pulangnya berada pada pukul 10.50. "Sayang... Aku mau pengen keluar sama kamu!" ungkap Kenzie.
"Keluar ke mana, Say?" tanya Mita.
"Terserah kamu aja. Tempat mana yang kamu inginkan?"
"Restoran terdekat!" jawab Mita terfokus pada restoran milik sang Mama yang belum diketahui Kenzie.
"Yang di jalan mawar nomor 7 itu?" tanya Kenzie meyakinkan. Mita pun mengangguk. Kenzie hanya tahu lokasinya, tidak dengan pemiliknya. "Ya sudah. Nanti pulang sekolah kita ke sana ya, aku jemput kamu!"
"Iya Sayang," jawab Mita mengukir senyum tipis. Sangatlah senang ia membayangkan kebersamaannya dengan Kenzie di restoran Lani. Di sana, mereka dapat memesan makanan sesuka hati. Lagipun, Mita dapat bersantai sepuasnya. Meski, ia jarang ke sana. Namun, tetaplah suka pada tempat bisnis sang Mama.
*****
Rumah megah milik keluarga Miko hanya ditempati oleh Mita yang kini mengenakan celana jeans dan blouse magenta disertai slingbag hitamnya. Rambut lurus yang tergerai menambah rasa percaya diri Mita untuk berjumpa dengan Kenzie. Cowok itu tengah berada di perjalanan menuju rumahnya.
Mita mengunci pintu rumahnya. Ia berjalan ke gerbang guna menunggu sang kekasih.
Tak berselang lama, mobil putih berhenti di hadapannya. Kaca jendela tengah yang terbuka menampakkan wajah Kenzie seolah lantas keluar. Tangannya bergerak membukakan pintu untuk Mita. Tanpa ragu, Mita pun masuk. Ia menempati bangku tengah bersama cowok itu. Dilepasnya pandangan pada seluruh sudut mobil. Netranya menangkap pria setengah tua yang tengah memegang kemudi. "Itu supir pribadi kamu?"
"Iya!" jawab Kenzie meyakinkan Mita bahwa ia anak orang kaya.
Butuh waktu 20 menit untuk menghentikan mobil putih itu di depan restoran lekusi. Kenzie menggenggam tangan Mita yang telah mengenakan kacamata hitamnya. Sepasang kekasih itu berjalan bersama usai Kenzie menutup kembali pintu mobil.
Meja nomor 50 yang berada di lantai dua, menjadi tempat yang digunakan Mita dan Kenzie untuk meletakkan pesanan nanti. "Silakan kamu pesen apa aja, sesukamu!" ucap Mita.
"Kamu dulu aja yang pesen. Nanti aku bayarin!" jawab Kenzie.
"Kamu aja," imbuh Mita.
Kenzie menghela napas lalu memanggil salah satu pelayan yang lantas datang dengan menyodorkan beragam gambar menu makanan. Bola mata Kenzie naik turun mengamati menu-menu yang menggiurkan itu. "Mbak aku mau pesan burger, hotdog, stik sapi, bakso, mie ayam, kwetiau, milkshake, chocomilk, jus mangga dan jus jeruk." Pelayan muda itu tampak lihai menggerakkan pena pada kertas di tangannya.
"Aku mau pesan, bakso, mie ayam, kwetiau, nasi goreng, stik sapi, milkshake, jus jambu sama jus jeruk." Pena yang dipegang pelayan itu dapat berhenti usai Mita menyebutkan pesanannya.
"Baik... Ditunggu dulu ya dek!" jawabnya.
"Karyawan Mama, sopan banget ternyata!" batin Mita menatap pelayan yang telah menjauh itu.
"Tumben, pesan makanan sebanyak itu!" Kenzie sedikit heran dengan Mita.
"Nggak papalah sekali-kali. Kamu nggak usah khawatir buat bayarnya!" jawab Mita.
"Kamu mau bayarin aku?" tanya Kenzie dengan harapan tersembunyi.
"Kita nggak perlu bayar kok... Tenang aja!"
"Lah, terus gimana?" tanya Kenzie. Tiada habis pikir ia dengan Mita sekarang. Dengan mudah ia mengatakan hal itu, tanpa memikirkan banyaknya uang yang harus dibayar nantinya. Begitulah isi pikiran Kenzie.
"Kamu tau nama restoran ini?" Mita bertanya balik.
"Restoran Lekusi."
"Itu nama Mamaku... Jadi restoran ini milik Mamaku, kita nggak perlu bayar!" ungkap Mita mengejutkan Kenzie. Pantas saja gadis itu memintanya untuk makan di sini, ternyata ingin dapat yang gratis. Kenzie hanya tersenyum menanggapinya.
"Waaahhh.. Terima kasih banyak Sayangku!" ucap Kenzie tersenyum lebar.
"Sama-sama Sayang!" jawab Mita.
"Permisi dik... Ini pesanannya!" ucap seorang pelayan mewakili tiga temannya yang membawa semua pesanan dua remaja itu. Tiga pelayan tersebut mulai memindahkan makanan dan minuman ke meja.
"Bussseeett... Ini banyak banget... Gimana makannya?" tanya Kenzie setelah para pelayan pergi.
"Kan kamu yang pesen banyak duluan!"
"Tapi kamu juga," tuduh Kenzie.
"Ya udah... Berarti kita sama Sayang. Harus sama-sama ngabisin makanan banyak!" ucap Mita lembut.
"Hemm... Iya!" Kenzie mulai memotong beefnya.
"Tapi, aku takut gendut!" ungkap Mita dengan bibir mengerucut.
"Ya elah.. Sayang... Terus mau gimana?" tanya Kenzie sungguh heran dengan kekasihnya. Bukannya makan, malah bicara. Biarlah, yang terpenting sepotong daging sapi telah masuk di mulut Kenzie.
"Kalau udah kenyang... Kita langsung pulang aja... Xixixixixi!" jawab Mita diikuti tawa kecil.
Kenzie menepuk jidat sendiri. Aneh sekali pacarnya ini. "Tau gitu, kamu nggak usah pesen banyak-banyak tadi, Say!" tutur Kenzie.
"Kan kamu yang ngajarin aku... Xixixixi!" Mita menutup mulutnya yang mengeluarkan tawa.
"Tapi aku nggak maksain kamu buat pesan makanan sebanyak ini!" timpal Kenzie beredar pandang pada semu hidangan yang memenuhi meja.
"Biarinlah... Banyak bicara deh. Cepat makan!" jawab Mita lelah beradu mulut.
"Berani kamu ya!" Kenzie mulai melempar tatapan horornya. Mita pun membalasnya dengan tatapan malas. Kedua tangannya terlipat di depan dada.
"Kamu yang berani omelin aku pesen makan banyak!" jawab Mita memalingkan wajah.
"Kamu kan bilang sendiri takut gendut... Makanya aku omelin!" desak Kenzie. Mita keluar dari jerat pikirannya yang nyaris emosi. Barulah ia ingat dengan ucapannya tadi.
"Iya deh iya." Mita mengalah dari sang kekasih.
"Dahlah... Cepat makan!" Perdebatan kecil yang mengganjal hati Kenzie membuat mulutnya terkunci untuk bicara dengan Mita. Dua remaja itu memilih diam sembari makan. Hanya Mita yang berani membuka suara guna mengeluh kekenyangan. "Sayang, aku udah kenyang banget." Mita memegang perutnya yang terasa penuh.
Kenzie menatap makanan Mita yang masih banyak. "Itu aja masih banyak, ayo habiskan!"
"Takut gendut!" keluh Mita dengan bibir mengerucut.
"Kalaupun gendut, aku juga tetap cinta kok, Say. Ayo habiskan!" rengek Kenzie mengangkat sudut bibir Mita.
"Waahh.. Bener nggak tuh?" tanya Mita dengan mata berbinar.
"Iya Sayang!" jawab Kenzie lembut. Mita pun lanjut makan.
Tersisa tiga porsi makanan, Mita telah menyerah. Tak dapat lagi ia memaksa perut untuk terus menampung makanan. "Sayang... Aku sudah kenyang banget!" keluhnya menyandarkan tubuh di kursi. Ekspresi lelahnya mengunyah makanan pun tampak jelas di wajahnya. Kenzie yang sedari tadi sibuk makan pun terhenti dan menatap sang kekasih.
"Tuhkan... Nggak habis!" respon Kenzie dengan ekspresi cemberut. Sedikitlah ia sebal dengan Mita yang berani memesan banyak makanan, namun tak dihabiskan. Jujur, ia sangat sebal dengan orang-orang yang seperti itu.
"Udah kenyang!" bibir Mita mengerucut.
"Makanya kalau nggak kuat jangan makan banyak-banyak, Sayangku!" tutur Kenzie lantas menghabiskan makanannya yang tersisa dua porsi.
"Kamu marah sama aku?" tanya Mita.
"Nggak marah. Cuma sebel aja!" jawab Kenzie dengan jujur.
"Aaaaaaaa.... Kenapa sebel?" tanya Mita diselimuti rasa penasaran.
"Karena aku paling sebel lihat orang makan nggak dihabiskan!" ungkap Kenzie lantas memasukkan potongan hotdog ke mulut.
"Tapikan aku udah kenyang Sayang. Kalau aku belum kenyang pasti aku habiskan. Perut aku udah nggak kuat menampung makanan lagi. Udah full banget loh!" alibi Mita. Cukup terheran ia dengan Kenzie yang mampu menghabiskan makanannya tanpa sisa. Dan kini, cowok itu memilih menikmati minuman daripada menjawab ucapan Mita tersebut. Lagipula, Kenzie kehabisan kata untuk menjawabnya. Rasa sebal yang masih bertengger di benaknya menuai kemalasan untuk berbicara.
"Sayang." Kenzie menoleh dengan sedotan yang masih di mulut. "Kok kamu diam aja sih!" Mita mengerutkan kening.
"Lagi malas bicara!" jawab Kenzie melepas benda itu sejenak.
"Nggak papa ya, aku nggak habisin makananku?"
"Terserah kamu!" jawab Kenzie telah menghabiskan segelas minuman. Dan kini, ia lanjut menikmati minuman yang lain di sisi mejanya.
"Tapi kamu jangan marah ya!" pinta Mita dengan suara yang kian melemah. Ya, cemaslah ia jika Kenzie marah nanti. Cowok itu hanya diam. "Sayang... Kamu jangan diam aja dong!" Mita menggenggam tangan Kenzie sembari menatapnya yang berekspresi malas.
Thuliling... Thuliling...
Thuliling... Thuliling...
Kenzie mengambil handphone dari saku. Tulisan 'Papa' yang tertera di layar membuatnya menekan ikon hijau di bawah. Sementara Mita hanya bungkan menatapnya.
"Iya Pa, ada apa?"
"Pulanglah sekarang! Ada yang mau Papa omongin ke kamu!"
"Baiklah Pa... Tunggu 40 menit lagi ya. Ini aku masih di jauh!" jawab Kenzie.
"Isshh... Jangan lama-lama!" protes Papa Kenzie.
"Ya sudah 30 menit lagi!" jawab Kenzie.
"Papa tunggu di ruang keluarga!"
"Iya Pa!" jawab Kenzie lantas memutuskan sambungan telepon. Tanpa berkata lagi, Kenzie menghabiskan sisa minumannya lalu beranjak dari kursi. "Aku harus pulang sekarang!" ucap Kenzie pada Mita. Bukannya menunggu, Kenzie malah jalan lebih dulu. Mita yang mendapati itu pun tak tinggal diam. Ia sontak berdiri dan berjalan mengejar Kenzie.
"Sayang... Aku tau kamu sebel sama aku, mungkin marah juga. Aku minta maaf ya Say!" ucap Mita berusaha menyamakan langkah dengan sang kekasih.
"Lain kali kalau makan di restoran manapun, jangan pesan makanan banyak-banyak kalau kamu nggak sanggup ngabisin, karena itu nggak baik," tutur Kenzie.
"Iya Sayang. Aku minta maaf ya!" jawab Mita menuruni anak tangga sembari mengganggam tangan Kenzie.
"Hem..." jawab Kenzie datar.
Sepasang kekasih itu berjalan hendak keluar dari restoran Lekusi. Namun, salah satu pelayan yang tadi melayaninya itu menghalangi mereka. "Bayar dulu dek, di kasir!" pintanya.
"Maaf Kak. Kita nggak bawa uang," jawab Mita. Kenzie pun turut berhenti di sana.
"Terus kalian nggak mau bayar?"
"Enggaklah, kenapa aku harus bayar?" Kenzie bungkam menatap detik-detik adu mulut itu.
"Kalian tadi udah makan banyak banget loh, masa' nggak mau bayar?" Mita menggeleng keras.
"Kalau nggak mau bayar jangan makan dong, dik!" Mita memutar bola mata sinis. "Ayo cepat, sana bayar!" pintanya mendorong pelan tubuh Mita.
"Maaf Kak. Jangan sentuh saya!" ucap Mita membelalakkan mata pelayan itu.
"Kebanyakan bicara kamu ini. Cepetan bayar sekarang!" tegasnya.
"Kakak siapa sih? Maksa-maksa kita buat bayar."
"Saya pelayannya, jadi berhak mengarahkan pengunjung yang salah seperti kalian!" jawab wanita muda itu.
"Owh.. Pelayan!" Mita menarik tangan Kenzie untuk pergi.
"Dek.. Dek.. Berhenti dulu!" cegah pelayan yang sama.
Mita dan Kenzie kembali berhenti melangkah. Gadis itu menoleh ke belakang. "Kalau kalian nggak mau bayar, saya laporin ke Bos saya!" ancamnya direspon santai oleh Mita.
"Hemm.. Silakan Kak, saya tunggu di sini!" jawab Mita menambah menambah kekesalan sang pelayan.
"Hiisshh.. Bener-bener anak ini!" batinnya lantas mengeluarkan handphone. Jemarinya bergerak mencari kontak seseorang yang lantas ia telfon.
"Permisi Bu Bos, selamat siang."
"Selamat siang, ada apa ya?"
"Ini ada dua remaja yang udah makan banyak tapi nggak mau bayar, bagaimana ini?"
"Siapa mereka?" tanya Lani yang berada di ruang pribadi.
"Saya tidak tahu Bu. Bu Bos bisa ke depan kasir sekarang!" jawabnya.
"Baik. Saya akan ke sana sekarang!" Sambungan telepon terputus. Pelayan itu melempar tatapan sinis pada Mita yang menatapnya balik.
Tak sampai semenit, Lani tiba di tempat tujuannya. Netranya menangkap pelayan yang mengenakan kemeja ungu dan apron putih itu tengah menatapnya. Lani yang terlalu fokus pada pelayannya itu tak sadar jika di dekat mereka ada Mita dan Kenzie. "Di mana orangnya?" tanya Lani.
"Ini Bu!" jawabnya menunjuk Mita dan Kenzie. Gadis itu tersenyum dengan tangan yang masih bergandengan. Lani menggeleng-geleng. Pelayan baru, pantas jika ia belum mengenal Mita.
"Kamu kalau mau marah itu tanya dulu ya, cantik!" ucap Lani.
"Maksudnya bagaimana ya Bu?" tanyanya tak mengerti. Keningnya mengerut menyimpan rasa penasaran tentang maksud ucapan Lani tersebut.
"Dia anak saya. Jadi biarkan makan sepuasnya dan jangan kamu paksa untuk membayar!" Pelayan itu tertunduk malu dengan rasa bersalahnya. Sementara Mita berdiri sembari menahan tawa.
"Maafkan saya ya Bu! Saya tidak tau!" ucapnya.
"Aih... Ya sudah nggak papa!" jawab Lani.
"Maafkan saya ya Dik!" Mita mengangguk mewakili Kenzie.
"Sayang, kamu ke sini kok nggak bilang-bilang." Lani mendekati Mita. Kenzie yang berdiri di samping Mita pun sontak menggerakkan tangannya untuk bersalaman dengan Lani. Wanita itu hanya tersenyum lebar.
"Hehehe... Soalnya ini tuh cukup mendadak gitu Ma!" jawab Mita dengan tawa kecil.
"Kalian udah selesai makan?" tanya Lani.
"Sudah Ma!" jawab Mita.
"Em... Kita sudah mau pulang kok, Bu!" imbuh Kenzie menepis kemalasannya untuk berbicara. Hum.. Biar kelihatan keren di depan calon mertua. Xixixixixi... Bercanda.
"Ya sudah, pulanglah dengan hati-hati!" tutur Lani diangguki sepasang kekasih itu.
"Iya Bu terima kasih.. Kamu pamit pulang!" pamit Kenzie mewakili Mita.
"Baiklah!" jawab Lani berbalik badan dan kembali ke ruangan.