Read More >>"> Di Antara Mereka (Chapter 19) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Antara Mereka
MENU 0
About Us  

  "Akhirnya kita bisa kembali ke rumah, ayo masuk!" ucap Mina sekaligus mengajak Lica masuk ke tempat tinggalnya. Setelah beberapa hari menunda keinginannya untuk ke rumah, kini bisa terwujud. Hal itu dapat terjadi atas konsesi dari dokter yang memperbolehkan pulang. 

  Lica tersenyum tipis sembari berjalan. Bahagia juga dirasakannya kala dapat kembali menatap tempat ternyamannya. Tak peduli dengan perban yang masih terpasang di lengannya, Lica tetap tersenyum saat hendak masuk kamar. "Ah... Rindu sekali aku dengan kamar ini!" batinnya. Ada sesuatu yang lebih ia rindukan, yakni handphone. Telah lama ia tak memainkan benda itu. Kini, tangan kanannya meraih laci yang menampilkan handphone-nya. Lica pun meraih benda itu. Ibu jarinya menekan tombol power di samping yang langsung menampilkan wajahnya sebagai wallpaper. Lica menyalakan data yang menuai banyak notifikasi dari media sosial. Namun, tidak ia hiraukan. Sebab ia hanya fokus pada aplikasi dengan ikon telepon hijau yang telah ia tekan. Besar harapan Lica untuk mendapat banyak pesan dari Gio sebagai bentuk perhatian cowok itu. Lica tersenyum membayangkannya. Namun, senyumnya harus pudar kala whatsappnya hanya dibanjiri pesan oleh kedua sahabatnya. Sedangkan Gio tidak mengirim satu pesanpun selama dirinya berada di rumah sakit. Mana perhatian cowok itu? Lica tidak ingin apa-apa darinya. Ia hanya ingin perhatian. Namun, mengapa hal itu tidak ia dapatkan? Sakit, sungguh sakit hati Lica. Mengingat harapannya yang pupus itu. Mungkinkah Lica yang salah? Ia salah telah berharap lebih dari cowok yang tidak mencintainya. Mungkinkan begitu? Entahlah, yang pasti Lica merasakan hubungan asmara yang sangat tidak baik. Lantas, apa alasan Gio tidak mengirim pesan untuknya sama sekali? Lica sendiri tak tahu. Yang pasti perasaannya diselimuti kekesalan. Tidakkah Gio mengkhawatirkannya? Mengapa Gio tidak peduli dengannya? Di mana kepedulian cowok itu? Lica sungguh heran memikirkannya. Lica mengerti dengan sikap dingin Gio. Namun, tidak sepatutnya ia terus berdiam tanpa peduli dengan kekasihnya yang telah beberapa hari tak tampak di ekor matanya.

  Pikiran Lica yang melayang pada Gio menusuk hatinya hingga menuai tetesan air mata. "Segitu abainya kamu sama aku, Sayang?" tanya Lica dalam batin. "Aku punya salah apa sama kamu?" Lica mengusap layar handphone yang terkena tetesan air matanya. 

  Cklek.... 

  "Lica, mengapa kamu menangis?" tanya Mina yang baru saja masuk kamarnya. Lica mendongak, menatap sendu sang Ibu. Tangan kanannya menggeletakkan benda pipih yang sedari tadi di genggamnya ke kasur lalu beranjak dari sana. Lica berlari memeluk sang Mama yang memasak ekspresi bingung. 

  "Mama.... Gio tidak peduli lagi sama aku Ma... Gio tidak sayang aku, Gio tidak cinta aku Ma!" isak Lica. Mina mengusap punggung Lica lalu menjauhkan anak itu dari tubuhnya. 

  "Sudah Lica! Kamu jangan sedih, positif thinking aja mungkin Gio lagi sibuk membantu Ibunya berjualan!" ucap Mina menatap Lica dengan tangan yang bertengger di bahunya. 

  "Seberapa sibuknya dia sampai tidak punya waktu untukku?" Lica membiarkan air matanya yang terus menetes. 

  "Sekarang kamu istirahat dulu, nanti sore kita ke rumah Gio, oke?" Mina berupaya menenangkan Lica. Jujur, hal negatif juga terselip di pikirannya. Cerita Lica tentang ucapan Gio yang tidak mencintai anaknya itu kembali terputar di benaknya. "Apa benar Gio tidak peduli dengan Lica karena dia tidak cinta?" tanya Mina dalam hati. 

  Lica membaringkan tubuh di kasur empuknya. "Tunggulah Nak, Mama akan membawa sarapan untukmu!" ucap Mina lantas keluar.

  Tak lama kemudian, Mina kembali dengan membawa nampan dan semangkok makanan untuk Lica. "Sarapan dulu Nak!" pintanya. "Mau Mama suapin?"

  "Aku bisa makan sendiri Ma!" jawab Lica seraya sarapan.

                                 🌹🌹🌹

  Jarum jam terus berputar. Tak terasa, kini telah menunjuk pukul 14.35 yang menandakan waktu Gio untuk bekerja. Terhitung telah seminggu ini ia bekerja sebagai kuli panggul di pasar. Terasa bosan dan melelahkan untuknya menjalani pekerjaan itu. Badan Gio sempat terasa sakit akibat kelelahan. Tidaklah lagi Gio ingin bekerja sebagai kuli panggul. Mengingat usianya yang masih belia pun kurang kuat mengangkat barang berat berkali-kali. Hari ini, ia memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai kuli panggul. Namun, bukan berarti Gio putus asa dalam. Langkah kakinya bersaksi bahwa cowok itu masih semangat untuk bekerja. Di sore yang indah ini, Gio berjalan di trotoar jalan raya untuk dapat tiba di kontrakan Juntar. Tak peduli akan jarak yang jauh, Gio tetap semangat untuk menemui Bapaknya itu. 

  Thok... 

  Thok... 

  Thok... 

  Thok... 

  "Permisi, Bapak!" 

  Thok... 

  Thok... 

  Thok... 

  Cklek... 

  "Huaaahhhh... Ada apa?" tanya Juntar. Wajah lesu dan mata merahnya menampakkan bahwa dirinya baru saja bangun tidur. 

  "Bapak ada rekomendasi pekerjaan buat aku, nggak?" tanya Gio. 

  Juntar mengedepankan wajah dengan kening mengerut menandakan bahwa ia tak mengerti maksudh Gio. "Bapak punya saran pekerjaan buat aku, nggak?"

  "Eemmmhhhh... Kamu mau kerja?" tanya Juntar mengusap wajah seraya mendudukkan diri kursi. Gio pun mengikutinya. 

  "Iya Pak!" jawab Gio. Cowok itu tampak duduk santai di hadapan Juntar. Pikirannya tetap tenang lantaran ia datang bukan untuk meminta uang. Gio telah paham dengan sikap Juntar. Pria itu akan marah jika dirinya meminta uang. 

  "Ngapain kamu mau kerja? Nggak dikasih uang sama Ibu kamu?" tanya Juntar menaikkan kaki di tempat duduknya. 

  "Dikasih. Tapi emang aku pengen kerja, biar ngerasain jerih payah orang tua!" alibi Gio. 

  "Eleh... Sok jagoan kamu!" cibir Juntar dibalas tawa kecil oleh Gio. 

  "Ya mau gimana lagi Pak? Orang aku pengen kerja sendiri!" jawab Gio. 

  "Aku ada saran pekerjaan buat kamu yang mudah banget dan bisa dapetin uang banyak!" Juntar tersenyum sejenak. 

  "Apa itu Pak?"

  "Ngamen di lampu merah, pasti bisa dapetin uang banyak!" jawab Juntar menaik turunkan alisnya. 

  "Enggak deh Pak, malu-maluin. Aku masih bisa kerja yang lain kok!" tolak Gio. 

  "Kamu ini udah dikasih saran malah ngelawan... Kalai gitu terserah kamu mau kerja apa. Nguli kek, nyuci piring, atau tukang sapu jalanan juga nggak papa, sudahlah, pergi sana!" Juntar menaikkan nada bicaranya sembari mengusir Gio. Pria itu sangat terusik dengan kehadiran Gio yang mengganggu tidurnya itu. Maka, tak ayal bila dirinya sampai hati mengusir Gio yang telah berkunjung ke kontrakannya. 

  "Aih... Ya sudah Pak, terima kasih.. Aku pamit dulu!" jawab Gio lantas pergi. 

  "Hem." 

  Gio mengusap wajah gusar sembari berjalan pulang. "Aih... Bapak aku tanya tentang pekerjaan malah nyaranin buat jadi pengamen di lampu merah... Iiihh.. Malu-maluin!" batin Gio. 

  Cowok itu beristirahat di tepi trotoar. Ia mengedarkan pandangan pada jalanan yang dipadati oleh para pengendara. Netranya menangkap sebuah warung kecil yang tertutup oleh terpal biru di seberang. Tampak sang pedagang yang bingung melayani banyaknya pembeli membuat Gio berniat menghampirinya. Cowok itu berdiri guna bersiap menyeberangi jalan raya yang cukup ramai itu. 

  Gio menatap banner bertuliskan 'Angkringan 1 1' yang telah di hadapannya. Meski ia tak tau arti dari tulisan itu, Gio tetap berani mendekati pedagangnya yang masih sibuk. "Permisi Mas," ucapnya berdiri di samping lelaki muda itu.

  "Iya, ada apa?" tanyanya tak menatap Gio sebab masih sibuk melayani para pembeli. 

  "Apakah Mas butuh bantuan?" tanya Gio. 

  "Iya nih, kalau kamu mau bantu silakan!" jawabnya tergesa-gesa. 

  "Apa yang harus saya lakukan?"

  "Bantu saya untuk melayani mereka. Kamu tanya satu per satu mau pesan apa lalu layani sesuai pesanannya!" 

  "Oke." Gio menuruti ucapan lelaki itu. Ia bertanya pada beberapa pembeli yang lantas ia ambilkan makanan yang sesuai pesanan. Ia dan pedagang muda tadi dapat duduk santai usai melayani semua pembeli. 

  "Nama kamu siapa?"

  "Gio," jawab Gio. 

  "Mengapa kamu ke sini tadi?" 

  "Saya lagi duduk di seberang sana dan melihat Mas lagi kesusahan melayani para pembeli lalu saya ke sini dengan niat membantu Mas!" jelas Gio.

  "Apa kamu sedang membutuhkan pekerjaan?" 

  "Iya Mas." Gio menundukkan pandangan. 

  "Bagaimana kalau kamu kerja sana saya aja? Dari jam lima sore sampai jam dua pagi."

  Tanpa berpikir panjang, Gio mendongak menatap lelaki itu sembari mengangguk-angguk. "Iya Mas. Saya mau!" 

  "Kalau begitu, mulai besok kamu bisa kerja di sini! Untuk hari ini, kamu boleh siapin mental dulu!" 

  "Kalau boleh tahu, siapa nama Mas?"

  "Nama saya Argantara Pemdani Rakusa, panggil saja Mas Arga!" jawab Arga. 

  "Oke Mas Arga. Kalau begitu saya pamit dulu ya, Mas!" pamit Gio diangguki Arga. Cowok itu pun berjalan pulang.

  30 menit kemudian, Gio tiba di rumahnya dengan langkah yang tertatih-tatih akibat kelelahan. Meski begitu, kakinya tetap melangkah hingga ke teras rumah. Gio berhenti di sana lantaran mendapati dua perempuan yang familiar tengah berlalu di hadapannya. Netranya fokus pada perban yang terpasang di lengan kiri perempuan remaja. Dua insan itu tampak abai dengannya lantaran malas untuk berbicara. Tak ingin berpikir panjang, Gio masuk rumah. Didapatinya Rati yang menempati kursi tamu dengan tatapan horor yang terlempar padanya. Ada apa ini? 

  "Ibu, tumben sudah pulang!" GIo mengawali pembicaraan. 

  "Dasar anak tidak berguna!" Rati beranjak dari kursi. 

  Plak... 

  Sebuah pukulan ia layangkan untuk putra semata wayangnya yang lantas meringis kesakitan. "Ini maksudnya apa Bu?" tanya Lio. Terselip kecurigaan di benaknya bahwa masalah ini berasal dari Lica dan Mina tadi. 

"Tidak usah pura-pura tidak tau. Kamu ngomong apa aja ke Lica?" Rati meninggikan suaranya dengan mata melotot menatap Gio. Darahnya telah naik usai mendengar aduan dari Lica dan Mina tentang Gio. Rati sontak emosi mendengarnya. Hal itu tak pelak membuatnya sampai hati memukul anak sendiri. 

  "Aku nggak ngomong apa-apa ke dia. Orang dia nggak masuk sekolah beberapa hari ini! Bagaimana caraku bisa ngomong sama dia?" jawab Gio. Cowok itu telah melupakan ucapannya yang menyakiti hati Lica. 

  "Dia nggak masuk sekolah juga karena kamu, Gio!" bentak Rati. Gio hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Cowok itu dangat bingung dengan ucapan Rati. Tidaklah ia paham sedikitpun. Apalah Ibu ini, bukannya memberi penjelasan terlebih dahulu, malah main tangan saja langsung. 

  "Ibu ngomong apa? Dia nggak masuk sekolah karena aku? Maksudnya apa?" Gio melontarkan pertanyaan yang bertubi-tubi. 

  Dengan suara keras, Rati menceritakannya. 

  Flashback On

  Jam dinding menunjuk pukul 15.42. Rumah minimalis hijau yang semula kosong, kini ditempati oleh seorang wanita paruh baya yang bernama Rati. Ia telah usai berdagang di warung dan baru saja tiba di tempat itu. Barang-barang kotor usai ia gunakan untuk berdagang menjadi benda yang harus ia bersihkan. 

  "Permisi!"

  "Permisi!"

Suara perempuan memasuki gendang telinga Rati yang langsung menghentikan kegiatannya itu. Tidaklah ia lanjut membersihkan barang-barang kotornya. 

  "Iya.. Sebentar!" jawab Rati berjalan ke ruang depan. Pintu rumah yang terbuka lebar menampakkan dua insan familiar yang lantas ia pinta masuk. 

  "Rati... Bilangin anak kamu yang bener dong!" ucap Mina berekspresi sinis. 

  "Maksudnya?" tanya Rati tak paham. Wanita itu tidak tahu tentang suatu hal yang terjadu pada Lica. 

  "Gara-gara anak kamu, anak saya celaka!" Mina menunjuk wajah Rati dengan mata melotot. 

  "Maksudnya gimana?" Kening Rati mengerut. Telah ia coba untuk memahami perkataan Mina, namun tetap tidak bisa lantaran ia tak tahu masalahnya. 

  Ditemani Lica, Mina menceritakan insiden dari awal hingga akhir. Darah Rati naik seketika. Emosi mulai bergulir ke pikirannya. Ia sangat tak menyangka akan ucapan putra semata wayangnya yang menyakiti Lica hingga hingga gadis itu berani berbuat nekat. Wajah Gio yang terputar di benaknya kian menaikkan emosi yang ingin ia luapkan pada Gio sekarang. Namun, anak itu tak ada. "Maafkan Gio ya!" ucap Rati. 

  "Kami sudah memaafkannya. Namun, kami mohon kepadamu untuk selalu menasihati Gio demi kebaikan hubungannya dengan anakku!" jawab Mina. 

  "Maaf, saya juga sudah muak dengan anak itu!" ungkap Rati. Mina mendengus dan Lica menepuk jidatnya. Ibu macam apa ini? Dua insan itu terheran dengan wanita paruh baya di hadapannya itu. Mina hanya memintanya untuk menasihati Gio, mengapa ia malah mengungkapkan hal yang tidak penting? Aiiihhh... Sudahlah, tampaknya Lica lelah menghadapi insan tersebut. 

  "Ayo Ma, kita pulang!" ajak Lica. 

  "Oke."

  "Ya sudah Ti, intinya saya minta yang terbaik aja! Terima kasih atas waktunya, kami pamit pulang!" pamit Mina mewakili Lica. Dua insan itu pun keluar dan tak sengaja berpapasan dengan Gio yang. Namun, mereka abai.

  Flashback Off

  "Ibu sudah bilang. Belajarlah untuk mencintai Lica! Tapi kenapa kamu malah mengungkapkan hal yang tidak pantas itu? Tidak pantas kamu berkata pada Lica bahwa kamu tidak mencintainya. Ibu ingin kamu mengatakan yang sebaliknya agar dia bahagia. Ingat, dia sudah menjadi kekasihmu yang harus kamu bahagiakan. Bukan malah seperti itu! Aihh.. Aih... Kamu itu memalukan!" omel Rati berbalik badan dan berjalan ke kamar Gio. Entah kegiatan apa yang akan ia lakukan di sana. Gio tidak peduli. Yang pasti, cowok itu  hanya terdiam memikirkan cerita dari sang Ibu tadi. "Lica nekat menyakiti dirinya hanya karena aku? Payah sekali cewek itu!" batin Lio menggeleng sembari menghela napas. 

  "Ibu sudah muak sama kamu, Gio. Kamu sangat memalukan. Sekarang, Ibu minta kamu pergi dari rumah ini!" Rati melempar tas besar berisi pakaian Gio. Cowok itu sontak membelalak tak percaya. 

  "Ibu ngusir aku?" tanya Gio. 

 "Tidak usah banyak tanya, cepatlah pergi! Ibu malu punya anak yang tidak berguna seperti kamu! Pergi sana!" bentak Rati berkacak pinggang dengan tatapan marah. 

  "Maaf kalau aku belum bisa menjadi anak yang berbakti, maaf kalau aku belum bisa membanggakan Ibu dan malah memalukan. Kalau Ibu mau aku pergi dari sini, oke aku turutin Bu. Terimakasih sudah merawat dan menjagaku selama ini!" jawab Gio dengan suara rendah. Cowok itu meraih tas besar yang tergeletak di lantai lalu keluar dari rumah itu.

  Tidak disangka, Rati mengusirnya dari rumah hanya karena masalah cintanya. Tega, sungguh tega. Wanita itu tidak memikirkan kehidupan Gio di luar sana. Namun, bagi Gio tidak masalah. Mungkin, ini adalah cobaan dari Tuhan yang menuntutnya untuk hidup mandiri dan lebih dewasa lagi. Ya, Gio akan menerima semua ini dengan ikhlas. Ia merasa bahwa dirinya sangat bodoh. Kebodohannya telah berada di ambang batas sehingga sulit dijelaskan dengan kata-kata.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Story Of Chayra
10322      2825     9     
Romance
Tentang Chayra si cewek cuek dan jutek. Sekaligus si wajah datar tanpa ekspresi. Yang hatinya berubah seperti permen nano-nano. Ketika ia bertemu dengan sosok cowok yang tidak pernah diduga. Tentang Tafila, si manusia hamble yang selalu berharap dipertemukan kembali oleh cinta masa kecilnya. Dan tentang Alditya, yang masih mengharapkan cinta Cerelia. Gadis pengidap Anstraphobia atau phobia...
Premium
Cinta si Kembar Ganteng
3178      972     0     
Romance
Teuku Rafky Kurniawan belum ingin menikah di usia 27 tahun. Ika Rizkya Keumala memaksa segera melamarnya karena teman-teman sudah menikah. Keumala pun punya sebuah nazar bersama teman-temannya untuk menikah di usia 27 tahun. Nazar itu terucap begitu saja saat awal masuk kuliah di Fakultas Ekonomi. Rafky belum terpikirkan menikah karena sedang mengejar karir sebagai pengusaha sukses, dan sudah men...
Putaran Waktu
716      481     6     
Horror
Saga adalah ketua panitia "MAKRAB", sedangkan Uniq merupakan mahasiswa baru di Universitas Ganesha. Saat jam menunjuk angka 23.59 malam, secara tiba-tiba keduanya melintasi ruang dan waktu ke tahun 2023. Peristiwa ini terjadi saat mereka mengadakan acara makrab di sebuah penginapan. Tempat itu bernama "Rumah Putih" yang ternyata sebuah rumah untuk anak-anak "spesial". Keanehan terjadi saat Saga b...
Janji-Janji Masa Depan
12464      3307     11     
Romance
Silahkan, untuk kau menghadap langit, menabur bintang di angkasa, menyemai harapan tinggi-tinggi, Jika suatu saat kau tiba pada masa di mana lehermu lelah mendongak, jantungmu lemah berdegup, kakimu butuh singgah untuk memperingan langkah, Kemari, temui aku, di tempat apa pun di mana kita bisa bertemu, Kita akan bicara, tentang apa saja, Mungkin tentang anak kucing, atau tentang martabak mani...
MANGKU BUMI
122      112     2     
Horror
Setelah kehilangan Ibu nya, Aruna dan Gayatri pergi menemui ayahnya di kampung halaman. Namun sayangnya, sang ayah bersikap tidak baik saat mereka datang ke kampung halamannya. Aruna dan adiknya juga mengalami kejadian-kejadian horor dan sampai Aruna tahu kenapa ayahnya bersikap begitu kasar padanya. Ada sebuah rahasia di keluarga besar ayahnya. Rahasia yang membawa Aruna sebagai korban...
Love is Possible
126      118     0     
Romance
Pancaroka Divyan Atmajaya, cowok angkuh, tak taat aturan, suka membangkang. Hobinya membuat Alisya kesal. Cukup untuk menggambarkan sosok yang satu ini. Rayleight Daryan Atmajaya, sosok tampan yang merupakan anak tengah yang paling penurut, pintar, dan sosok kakak yang baik untuk adik kembarnya. Ryansa Alisya Atmajaya, tuan putri satu ini hidupnya sangat sempurna melebihi hidup dua kakaknya. Su...
SURGA DALAM SEBOTOL VODKA
7532      1723     6     
Romance
Dari jaman dulu hingga sekarang, posisi sebagai anak masih kerap kali terjepit. Di satu sisi, anak harus mengikuti kemauan orang tua jikalau tak mau dianggap durhaka. Di sisi lain, anak juga memiliki keinginannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Lalu bagaimanakah jika keinginan anak dan orang tua saling bertentangan? Terlahir di tengah keluarga yang kaya raya tak membuat Rev...
The Hospital Lokapala (Sudah Terbit / Open PO)
7641      2656     12     
Horror
"Kamu mengkhianatiku!" Alana gadis berusia 23 tahun harus merasakan patah hati yang begitu dalam.Tepat pada tahun ke 3 jadian bersama sang tunangan, pria itu malah melakukan hal tak senonoh di apartemennya sendiri bersama wanita lain. Emosi Alana membeludak, sehingga ia mengalami tabrak lari. Di sebuah rumah sakit tua yang bernama Lokapala, Alana malah mendapatkan petaka yang luar biasa. Ia har...
Dinikahi Guru Ngaji
637      471     1     
Romance
Hobby balapan liar selama ini ternyata membuat Amara dipindahan ke Jakarta oleh Kedua orang tuanya, Rafka begitu kahwatir akan pergaulan bebas yang selama ini terjadi pada anak muda seperti putrinya. Namun, saat di Jakarta ternyata Amara semakin tidak terkendali, Rendra akhirnya akan menjodohkan cucunya dengan seorang duda anak satu. Shaka adalah guru Ngaji di TPA tidak jauh dari rumah ...
My Rival Was Crazy
108      94     0     
Romance
Setelah terlahir kedunia ini, Syakia sudah memiliki musuh yang sangat sulit untuk dikalahkan. Musuh itu entah kenapa selalu mendapatkan nilai yang sangat bagus baik di bidang akademi, seni maupun olahraga, sehingga membuat Syakia bertanya-tanya apakah musuhnya itu seorang monster atau protagonist yang selalu beregresi seperti di novel-novel yang pernah dia baca?. Namun, seiring dengan berjalannya...