Keesokan harinya.

Alana bergegas ke ruangan pimpinan rumah sakit, yaitu ke ruang Yoshi Tanaka. Ia sempat memikirkan keadaan Suster Luna yang biasanya sudah membantu ia membasuh diri, tapi kali ini tidak. Bahkan Dokter Arka pun tak mengunjunginya sama sekali.

“Na, apa kamu sudah tidak waras mau ke ruangan pria pemilik kuasa itu? Dia bisa saja melakukan hal sama denganmu, jika kamu memberontak mengenai menuntut keadilan Suster Naya, yang sudah meninggal 10 tahun lalu.”

Poci berusaha meyakinkan sahabatnya itu agar tidak melakukan tindakan gegabah. Karena ia sangat tahu Alana, wanita yang tidak memikirkan keselamatannya sama sekali.

“Poci, aku ini wanita dan Suster Naya juga. Aku bisa merasakan kehancurannya diperlakukan secara keji sampai nyawanya pun kandas!”

“Iya ... iya aku juga tahu kamu itu wanita, Na. Siapa juga bilang kamu bencong! Aku tahu semua yang kamu rasakan, tapi ketika kita ingin menuntut seseorang, kita harus punya bukti atau dokumen yang akurat. Bukan dengan bertelanjang tanpa bukti seperti ini. Atau jangan-jangan kamu akan mengatakan mengenai kita melihat kejadian itu karena di ajak ke portal 10 tahun yang lalu dengan Naya? Mana mungkin pria itu akan mempercayai hal seperti ini, Na. Bisa saja kita dibilang tak waras dengan dia.” Poci berusaha menjelaskan beberapa kali kepada sahabat yang memiliki kepala batu.

Prinsip Alana kuat, biarpun ia akan dianggap tak waras atau sejenisnya ia tetap akan menuju ke ruangan Yoshi meminta penjelasan secara terperinci. Sorot matanya tajam, rasanya ia ingin memberikan pelajaran kepada orang yang semena-mena menghancurkan kehidupan seseorang.

Di sisi lain, Dokter Arka dan Suster Luna juga ingin menuju ke ruangan Yoshi. Mereka sudah mengumpulkan beberapa bukti nyata, lain dengan Alana yang hanya beradu tekad dan perasaan saja.

Namun, pada saat mereka ingin melancarkan segala aksi. Sebelum mereka sampai di ruangan sang pimpinan. Mereka dikejutkan dengan banyaknya pihak penyelidik dan beberapa orang mengenakan seragam kepolisian ke rumah sakit ini.

Hal yang paling mengejutkan adalah orang yang berada di baris terdepan adalah Yuta! Pria yang memiliki ekspresi wajah datar dengan tegap berjalan menuju ruangan pamannya.

Lirik mata Yuta saat melihat kekasihnya yang berusaha mendorong kursi roda seorang diri. Dalam batinnya, ‘Alana, tunggu aku ya. Aku akan menyelesaikan kasus di keluarga Tanaka dulu. Setelahnya aku akan menyelesaikan masalahku denganmu. Maafkan aku.’

Bagi Alana, lirikan mata itu tak sampai. Ia bahkan menilai sang kekasih akan melakukan kekacauan yang membuat dirinya mengkerutkan dahi lalu berspekulasi Yuta akan memporak-porandakan rumah sakit ini.

Berbeda dengan Poci, ia berpikir jika Yuta adalah orang yang akan menyelesaikan kasus ini. Entah dari mana pendapat itu ia asumsikan, tapi ia yakin jika sebenarnya pria berkebangsaan campuran antara Jepang-Indonesia itu adalah pria yang memfungsikan hati nuraninya.

Brak!

Yoshi sedang sibuk mengecek beberapa dokumen untuk para investor yang akan bekerja sama dengan pihak rumah sakit. Dikejutkan dengan dobrakan pintu yang mengarah ruangan.

Sontak hal itu membuat Yoshi terperanjat, lalu beranjak dari tempat duduknya yang empuk. Bola matanya membelok, ketika melihat keponakannya memimpin barisan.

“Nan da, Yuta?” (Ada apa ini, Yuta?”

Dengan sorot mata tajam dan dingin Yuta berucap, “Oji wa keisatsu ni migara wa hikiwatashi ta hou ga ii. Nazenara, oji wa sudeni hani gai no koudou wa totsu te iru kara desu.” (Lebih baik Paman serahkan diri ke pihak kepolisian. Karena Paman sudah melakukan tindakan yang di luar batas.)

Sama sekali Yoshi tak paham apa yang dimaksud oleh keponakan satu-satunya itu. Kubil mata Yoshi menyempit dan ia begitu terkejut, ketika Yuta mengeluarkan semua bukti dan menjelaskan semua yang terjadi 10 tahun lalu.

Ternyata Yuta sejak dulu sudah mengetahui kejahatan yang telah dilakukan sang paman. Namun, ia membutuhkan waktu untuk mengumpulkan beberapa bukti yang akurat. Serta menanyakan kisah sebenarnya kepada ketiga rekan Yoshi, yang telah melakukan hal keji kepada Naya.

Yuta hanya ingin menimbang segala hal yang harus didapatkan oleh korban. Ia tak ingin dibesarkan di keluarga terpandang, tapi hati nurani seperti binatang.

Saat ini Yoshi tak bisa mengelak lagi, ia berteriak kencang. “Anak kurang ajar kamu, Yuta!” Urat-urat Yoshi hampir keluar dan manik matanya memerah, ketika kedua pergelangan tangannya telah diborgol.

Yuta hanya bisa menutup matanya dan menghembuskan napas perlahan. Sebenarnya ia bisa saja membiarkan keluarganya hidup tenang dalam kelimpahan kuasa. Hukum bisa dibeli dengan uang di negeri ini! Namun, Yuta tak ingin memiliki pandangan seperti itu. Siapa pun yang salah dari mana pun orang itu berasal, sekuasa apa pun orang itu, jika ia melakukan hal salah harus tetap di hukum secara setimpal!

Semua seperti akhir dari segalanya, dalang dari kematian “Suster N” telah ditangkap. Mereka pun menuju ke ruang laboratorium yang sengaja tak dipakai. Ternyata mayat Suster Naya di kubur di bawah lantai ruangan ini. Kini telah ditemukan tulang belulang yang sudah bersatu dengan hama.

Suster Luna histeris menangis tak kuasa melihat tulang belulang sang kakak perempuan. Sedangkan Alana dan Poci hanya melihat dari kejauhan.

Tak disangka pria memiliki tinggi semampai itu mendekati Alana dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya. Kehangatan dari sorot matanya tampak jelas kembali, senyum tipis penuh akan makna itu diberikan.

Ia kini menekuk lututnya dan berujar dengan nada yang sangat dirindukan Alana, begitu lembut dan terstruktur. “Alana, aku tahu kamu pasti tidak akan pernah bisa memaafkanku. Tapi aku tidak perlu menjelaskan semuanya. Aku melakukan itu karena ada suatu hal. Aku hanya ingin kamu membenciku, dan tidak pernah menaruh kasih lagi terhadapku. Namun, aku akui aku kalah. Aku tidak bisa melakukannya. Karena rasa cintaku kepadamu melebihi rasa sayangku terhadap keluargaku sendiri.”

Yuta menjelaskan, ketika ia melakukan tindakan tak senonoh dengan wanita bernama Sarah. Ia sengaja melakukan itu. Ia bekerja sama dengan Sarah, dan meletakkan segala kecurigaan seperti menaruh salah satu sepatu heels di depan apartemennya. Jika Yuta benar-benar selingkuh, dengan mudah pria ini akan mengganti sandi ruangannya . Buktinya ia membiarkan sandi lama dan tak menggantinya sama sekali.

Sarah hanya bersuara seakan mereka melakukan tindakan tak senonoh, padahal Sarah masih mengenakan pakaian lengkap. Hanya saja Yuta melepas bajunya dan menindih wanita itu.

Ternyata apa yang dilakukan Yuta salah, ia mendapati kekasih yang sangat dicintainya mengalami tabrak lari. Dan parahnya ada seorang pria mengalami tabrakan ketika ingin menolong nyawa Alana.

Pria itu membanting setir mobilnya dan membiarkan dirinya ditabrak, sehingga yang selamat adalah Alana.

Pada saat itu pula Yuta membawa tiga korban. Alana, sopir bus mini, dan juga pria berpakaian rapi, sepertinya ia adalah pria yang memiliki kuasa penting di salah satu perusahaan.

Sampainya di rumah sakit, ia mengurus segala pengobatan sopir bus mini. Untung saja sopir itu mengalami luka yang tak terlalu parah. Hanya saja Yuta memberikan tunjangan penuh kepada bapak sopir, dan memberikan rezeki untuk biaya pendidikan anak-anak pria setengah baya itu.

Ketika Yuta mengurus segala kompensasi terhadap sopir bus, ia tak menyangka didatangi oleh seorang pria yang memiliki usia dua atau tiga tahun lebih tua darinya.

“Selamat siang Pak Yuta, kenalkan saya Daniel kakak dari Andreas. Pria yang mengalami kecelakaan bersamaan dengan kekasih Anda.”

Tampak tidak ada rasa kesal dari ekspresi wajah pria dewasa itu. Saat Yuta merasa sangat bersalah gara-gara dirinya, banyak korban yang berjatuhan.

“Bagaimana keadaan adik Anda, Pak Daniel?” Jujur saja, Yuta masih mengurus sopir bus yang akan diberikan kompensasi. Namun, sebelumnya ia sudah melihat kondisi Alana yang dikatakan mengalami koma beberapa jam.

Ternyata Andreas dinyatakan meninggal dunia setelah ia mendapatkan perawatan medis. Dalam ruangan, Andreas meminta kepada sang kakak. “Kak Daniel, aku minta tolong kepadamu. Tolong jaga wanita yang mengalami kecelakaan bersamaan denganku. Berikan selalu ia buket bunga mawar putih, agar dirinya semangat menjalankan kehidupan. Kak Daniel, terima kasih banyak atas semuanya.”

Andreas merasa tak masalah jika ia meninggalkan dunia kini. Toh juga selama hidupnya ia sudah menjalankan kehidupan dengan baik. Dan selalu berusaha menjadi orang yang bermanfaat bagi semua orang. Hanya saja sebelum ia meninggal, dirinya patah hati karena diputusi oleh sang kekasih.

Kekasihnya adalah Sarah, wanita yang dianggap Yuta sebagai temannya saja.

Tepat hari ini adalah hari di mana kejadian tabrakan itu terjadi. Sebagai titah yang dipinta sang adik, Daniel datang dan ia terkejut ada Yuta dan juga Alana dalam sebuah kejadian.

Daniel menyapa Alana. “Mbak Alana, apakah Anda baik-baik saja?” Lalu ia menyodorkan buket bunga mawar putih ini kepada wanita yang tengah menangis itu.

“Ini, buket bunga dari adik saya yang sudah tenang di alam sana.”

Lontaran kata itu pun membuat Poci, pria yang diyakini Andreas itu tersedak. Baru kali ini ia menangis tersendu-sendu. Ternyata kematiannya ada sangku paut dengan Alana. Pantas saja ia merasa bahwasanya sahabatnya kini memiliki ikatan kuat dengannya.

Namun, Alana masih belum paham siapa yang dikatakan oleh Yuta. Andreas?

Poci mengusap air matanya, seakan tidak ingin Alana tahu kejadian sebenarnya.

Tiga bulan kemudian.

Alana memutuskan tidak menjalin hubungan lagi dengan Yuta. Ia ingin menjalankan kehidupan dengan tenang.

Terakhir mereka memutuskan, jika mereka akan tetap berteman saja tanpa melibatkan perasaan. Mungkin ini adalah keputusan bijak yang mereka jalankan. Sedangkan Dokter Arka dan juga Suster Luna, menjalin kisah asmara. Mereka memutuskan untuk mengikat janji suci.

Semuanya tampak sama, beberapa bulan Poci dan Alana selalu membantu arwah gentayangan yang ingin mencari jawaban atas kematian mereka.

Hari ini Alana dinyatakan sudah boleh pulang ke rumah.

Alana menoleh ke sahabatnya itu. “Poci, lalu setelah ini apa yang akan kamu lakukan? Aku kan sudah tidak di rumah sakit ini. Apakah kamu akan kembali ke alam keabadian?”

Poci dengan pakaiannya yang rapi, mengenakan kemeja dan celana kain ala pemimpin perusahaan tersenyum hangat kepada sahabatnya sembari melihat ke arah rumah sakit elite ini.

“Sepertinya begitu, aku sudah tenang karena kamu sudah berhasil melewati segala pengobatan.”

Ingin rasanya Poci menceritakan hal sesungguhnya terkait dirinya kepada Alana. Namun, Poci membiarkan semuanya, ia ingin wanita itu yang tahu sendiri.

Baru saja ingin meninggalkan rumah sakit dengan menyewa taxi. Alana dijemput oleh seseorang yang pernah ditemuinya beberapa bulan lalu, Daniel.

Dalam mobil Daniel menceritakan serpihan-serpihan yang telah dialami sang adik laki-laki yang ia kasihi. Lalu mereka menuju ke pemakaman Andreas.

Di sana tangisan Alana pecah, ia menyentuh pusara Andreas dan meletakkan buket mawar putih. Ditengah perjalanan di dalam mobil, Daniel menunjukkan wajah Andreas kepada Alana dari smartphonennya.

Hati wanita ini benar-benar hancur, lagi-lagi ia ditinggal oleh seseorang yang sangat ia kasihi. Sahabat hantu yang selalu menemaninya di rumah sakit. Sahabat yang selalu memberikannya motivasi untuk tetap hidup, dan sahabat yang selalu membuatnya bahagia ketika mendapatkan pahitnya kehidupan. Replika memori itu teringat dalam benak Alana yang kini memeluk batu nisan sahabatnya, yang ternyata bernama Andreas.

Andreas benar-benar berhati mulia, ia menyelamati Alana ketika ia masih menjadi manusia. Dan selalu menjaga wanita itu tetap hidup, saat ia sudah menjadi hantu sekalipun.

Sungguh memilukan kisah Andreas!

Sesak yang dirasa Alana, wanita ini benar-benar merasa bersalah karena dirinyalah Andreas kehilangan nyawa dan menjadi arwah gentayangan berupa sosok pocong.

Setahun pun berlalu.

Alana dan Daniel memutuskan untuk menikah, dan kini memiliki seorang putra yang baru saja dilahirkan.

Sudah lama Alana tak lagi melihat Poci. Tapi ia senang, ia berpikir tentu saja Andreas alias Poci sudah hidup tenang di kehidupan sana.

Namun, pada saat putra Alana menangis tak henti-henti di ruang rumah sakit kelas satu. Wanita ini mendengar suara yang begitu ketus.

“Hey Alana! Kamu niat jadi ibu tidak? Lihatlah anakmu terus menangis mungkin karena melihat wajah tampanku ini!”

Tamat.

Sekali lagi terima kasih sudah membaca novel Lynn. Jujur saja Lynn sangat sedih ketika novel ini berakhir. Sedih banget! Ternyata ada sosok seperti Poci huhu, begitu mulia sampai ia menjadi hantu pun masih menjaga Alana.

Big Thanks semuanya, jangan lupa dukung karya Lynn ini ya. Salam hangat dan sehat kakak-kakak semua.