David segera menyeka tetesan air matanya yang tak habis-habis menggunakan kain lipat diambilnya di saku kemeja berwarna hitam.
Lalu ia kembali fokus dan segera meminta maaf mengenai hal sebelumnya terhadap wanita menggunakan kursi roda yang masih melihatnya dengan tatapan sendu begitu empati.
Pria dengan tubuh tegap dan tinggi ini menundukkan kepala sampai sejajar dengan pinggang. Ia menghormati wanita yang bersedia bertemu dengannya.
“Saya minta maaf dengan Anda, Mbak sebelumnya. Saya tidak menyangka Anda berbicara mengenai nasib Clara yang tidak tenang setelah kematiannya yang tragis. Saya hanya berusaha ingin membantunya, tapi saya tidak bisa. Maafkan saya juga, karena saya tidak memberikan Mbak untuk melontarkan sebuah kata yang akan dibahas. Malah saya merespon dengan kata-kata negatif dan memotongnya. Sekali lagi saya minta maaf sebesar-besarnya. Dan jika ada hal yang Mbak ketahui mengenai bagaimana Clara saat ini, tolong beritahu saya,” mohon pria yang masih sangat mencintai kekasihnya yang telah meninggal dunia.
Kini David dan Alana berada di tempat duduk yang sama di sebuah taman belakang rumah sakit. Ada sedikit jarak di antara mereka, karena sebenarnya ada Poci di tengah-tengah mereka berdua.
Namun, ketika duduk berjajar seperti ini. Alana mengingat momen ketika David menangis sesenggukan ketika Clara nekat ingin mengakhiri hidupnya sewaktu itu.
Tanpa didasari, ternyata David juga sedang memikirkan hal yang sama. Bahwasanya di sisi kiri ada sebuah ruangan, yang ternyata menjadi tempat di mana pria itu menunggu sang kekasih.
Kejadian beberapa pekan lalu, tepat di rumah sakit ini. Dan sampai akhirnya Clara ditemukan tak bernyawa dengan kondisi yang mengenaskan.
David memulai pembicaraan. Setelah dia bertanya kepada wanita di sampingnya mengenai nama yang bisa ia panggil.
“Mbak Alana, apa yang Anda ketahui tentang Clara kini?”
Lagi-lagi Alana dan Poci secara berbarengan menoleh ke samping, mereka terperanjat. Karena tiba-tiba dijejali pertanyaan mengenai arwah yang sesungguhnya begitu mengerikan jika di ceritakan.
Poci menyenggol bahu sahabatnya, sembari berbisik, “Na, katakan saya sejujurnya bagaimana sosok kekasihnya yang begitu mengerikan. Agar dia bisa menceritakan hal sesuai dengan fakta, tanpa menyembunyikan sedikit pun mengenai kematian kekasinya itu.”
Meskipun tafsiran Poci ditepis akan prasangka mengenai David, adalah salah satu tersangka dalam kasus kematian arwah mengerikan yang ia temui beberapa hari lalu, tapi pocong yang memiliki spekulasi-spekulasi ini tetap mencurigai kekasih Clara.
Mengapa Poci masih melabeli David sebagai tersangka mengenai kematian Clara? Karena Poci juga pernah dibawa ke portal Clara pada saat mereka bertemu.
Entah mengapa Poci dengan pakaian seperti manusia biasa secara tiba-tiba berada di pesisir pantai dengan ombak yang begitu besar saat itu.
Ia membaca plang, di samping tak jauh dari tempatnya berdiri. Tulisan itu dia baca pelan, “Selamat datang di Laut Biru”
Jujur saja, Poci baru pertama kali ke tempat ini dan ia tak menyangka dirinya seperti masih hidup. Ia pikir saat itu ia tersesat, dan ia juga terheran bukannya ia adalah sosok pocong yang masih menunggu sahabatnya yang sedang sakit di rumah sakit Lokapala? Mengapa dia bisa sampai di pesisir pantai?
Ketika ia tak mampu menjawab seribu pertanyaan dalam benaknya yang tidak akan terjawab oleh siapa pun. Ia memutuskan untuk berjalan beberapa meter, kendatipun pantai tersebut begitu sepi dan sangat gelap.
Tanpa merasa ketakutan sedikit pun melanda, ia terus melaju. Bahkan sempat ia merasakan angin malam yang sejuk, tapi sangat membahayakan bagi kesehatan. Ia masih memikirkan kesehatannya, karena dia masih bingung akan dimensi yang dibuat oleh arwah lain.
Ia hanya menikmati suasana yang ada. Walaupun hanya kesunyian yang mengelilinginya di tengah malam dingin ini. Ia benar-benar menikmatinya.
Poci melihat plang tanda tidak boleh berenang ke laut, karena saat ini ombak laut tidak bersahabat.
Namun, ketika ia asyik menikmati sepoi-sepoi angin malam sembari bersenandung musik klasik milik young mozart. Ia tiba-tiba menghentikan langkahnya.
Ia melihat ada sepasang kekasih yang sedang berbicara. Ia tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, tampaknya begitu serius karena ekspresi wajah mereka saling bertaut. Poci tak mampu melihat dengan jelas siapa wanita dan pria yang sedang serius tersebut.
Bahkan Poci sempat berpikir, jika mereka akan melakukan hal-hal melanggar hukum di tempat ini. Akan tetapi ia segera menepis segala kecurigaannya itu.
Dikarenakan si wanita menggenggam tangan pria dengan erat, sembari mereka berdua menghadap ke laut lepas.
Beberapa menit mereka hanya menjaga pose seperti itu, dan tampak mereka kembali berbicara. Entah apa yang mereka diskusikan di malam-malam begini.
Poci sempat-sempatnya melontarkan sebuah perkataan, “Haduh, kenapa mereka mencari tempat gelap dengan angin yang begitu besar? Tidak hanya itu ombak lautan ini begitu mengerikan? Seperti mau tsunami saja.”
Ketika Poci terus memutuskan untuk mengintai sepasang kekasih yang baginya saling mencintai satu sama lain itu. Tak disangka, sepasang kekasih tersebut melangkah dengan pelan menatap ombak yang bisa saja melenyapkan nyawa mereka jika mereka meneruskan langkah ke dasar laut.
Sontak hal itu membuat Poci panik, ia seakan melihat adegan dua orang yang memutuskan untuk melakukan tindakan bodoh. Yaitu mengakhiri hidup dengan cara yang sia-sia.
Tentu saja Poci, sosok yang begitu menghargai kehidupan meski ia tahu hidup tidaklah mudah untuk dijalani, segera berlari dan berteriak begitu kencang.
“Woi! Kalian yang di sana, tolong hentikan langkah kalian. Kalian mau ke mana? Apakah kalian tidak membaca plang besar yang menunjukkan jika tidak ada seorang pun diperbolehkan untuk mendekati laut!”
“Hallooo! Apakah kalian mendengarkan suaraku? Tolong jangan melakukan tindakan bodoh! Dan pikirkan apa yang akan terjadi jika kalian melakukan hal itu. Pastinya orang-orang yang menyayangi kalian akan sangat sedih.”
“Tolong dengarkan aku! Kalian manusia yang diberikan logika dan kecerdasan yang begitu luar biasa. Hanya orang bodoh yang melakukan tindakan bodoh seperti itu!”
Teriakan Poci bagaikan angin, tak akan pernah mereka dengar. Poci berhenti sejenak, ia tampaknya lelah mengejar sepasang kekasih itu karena memang jarak mereka lumayan jauh.
Namun, Poci tak mempedulikan itu. Yang ia pikirkan saat ini adalah, ia harus bisa menyelamatkan nyawa kedua orang itu.
Ia terus berlari, meski kakinya sedikit sakit karena tak sengaja waktu berlari kaki kanannya keseleo.
Urat-urat di dalam leher Poci terlihat, kini ia berteriak sampai batas maksimal. “Kalian hidup di dunia ini pasti memiliki tujuan dan tujuan itu pasti sangat berharga. Jika tidak bisa diselesaikan tolong jangan melakukan tindakan untuk mengakhiri hidup. Sama saja kalian memutus takdir yang sudah ditetapkan. Apa kalian pikir jika kalian mengakhiri hidup akan menyelesaikan masalah? Kalian akan menjadi arwah gentayangan yang tidak akan tenang!”
Suara Poci tiba-tiba hilang. Penglihatan pocong itu kabur, dan ia tak bisa melihat apa pun. Semuanya tampak gelap.
Bersambung.