11.05
Lanny dan Novin berjalan jauh di belakang. Abimayu sebagai ketua kelompok berteriak teriak di depan menyuruh supaya mereka berjalan lebih cepat. Sementara aku sendiri berjalan cepat di bawah bayangan pohon karena kulit wajahku rasanya seperti terbakar.
Wajahku sekarang pasti merah seperti tomat walaupun daritadi Novin dengan senang hati membagikan sunblocknya kepadaku. Sayangnya mau kuoles sunblocknya setebal apapun kewajah tetap saja langsung luntur kena keringat.
Semua kelompok baru bisa istirahat di pos ke enam. Bisa sholat, makan dan berteduh. Tapi pos ke enam masih jauh di depan sana. Malah kalau kelompok kami berjalan selambat ini bisa-bisa jam istirahat sudah berakhir duluan sebelum kami sampai.
Kelompok yang terlambat bukan cuma kami, semua kelompok di bawah angka 26 berjalan lambat nyaris beriringan. Kelompokku memang menggerombol campur aduk jadi satu dengan deretan kelompok-kelompok akhir. Padahal menurut peraturan tidak boleh begitu. Harusnya setiap kelompok berjalan sendiri-sendiri. Dipisahkan jarak beberapa ratus meter. Masalahnya kami semua sudah terlanjur capek dan kepanasan duluan sebelum berangkat. Gara-gara harus menunggu giliran jalan perkelompok.
Kelompok-kelompok terakhir baru dapat giliran berjalan dua jam kemudian setelah kelompok pertama. Belum lagi di setiap posnya kami harus menyelesaikan berbagai tugas.
Ketua kelompok 27, Abimayu, yang untungnya sabar walaupun nyaris di semua pos kami kalah terus, mencoba memberikan semangat ke anak-anak perempuan yang nyaris mogok jalan. Aku termasuk yang akhirnya nyaris mogok jalan walaupun diam saja.
Aku belum sarapan dan jalan yang di tempuh harus naik turun bukit di kawasan perbukitan dekat sekolah. Kebanyakan anak perempuan menggunakan payung dan sun block. Karena tidak bawa apa-apa, aku menggunakan bagian pinggir jalan yang tertutup bayangan pohon untuk berteduh sambil berjalan. Kalau kebetulan tidak ada bayangan pohon, aku langsung berlari menghindari sengatan matahari dengan mencari perlindungan dipohon terdekat berikutnya. Gara-gara itu mungkin aku menjadi yang paling capek dibanding yang lain. Karena aku terus-terusan berlari mencari bayang-bayangan pohon. Kadang aku sampai harus zig zag di jalanan. Tapi siapa yang peduli? semuanya sibuk mengeluh sendiri sendiri.
Sekarang aku sedang berlari menuju bayangan pohon randu yang rindang. Aku tidak tau kalau di bawah pohon ada banyak batu kerikil dan pasir. Gara-gara itu nyaris saja aku terpeleset dan jatuh.
"Hati hati." kata Saga tiba-tiba menengok kearahku sambil mengelap keringatnya. Aku membeku ditempat dalam posisi aneh. Ekspresi dingin wajah Saga saat mengingatku untuk hati-hati malah membuatku takut.
Setengah jam kemudian aku baru sampai di pos ke 6. Begitu melihatku Lintang langsung berlari.
"Johan!" Panggilnya, "Wajahmu ya ampunn!"
"Kenapa?" Tanya ku sambil memegang wajahku yang panas membara.
"Padahal kamu kan anak paling putih kulitnya dikelas! Sekarang kamu malah gosong gini! Emang kamu nggak bawa payung apa?" Tanya Lintang.
Aku menggeleng.
"Kok bisa?"Tanya Lintang kaget seakan-akan aku lupa bawa hidung tapi kemudian suaranya berubah menjadi lirih "Kamu udah moto Saga belum ?"
Aku menghela nafas panjang. Karena lapar, kepanasan, haus dan capek, aku sampai lupa kalau Lintang memintaku untuk memotret Saga saat sedang berjalan. Padahal Lintang sudah sampai meminjamkanku handpone miliknya.
"Maaf ya, aku lupa."
"Kok bisa sih?" Seru Lintang kecewa."Tapi ya, aku bisa motret Saga sekarang sih, diam-diam!" Lanjutnya semangat tapi tetap saja sambil melayangkan pandangan sebal padaku.