Read More >>"> Silent Love (Prolog - Awal) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Silent Love
MENU
About Us  

Prolog - Awal

Cerita ini di dedikasikan untuk para gebetan di masa SMA. By the way, terimakasih sudah menjadi alasan kami untuk semangat pergi ke sekolah setiap hari.

***

Rasanya nggak nyangka banget inget kenangan kita sewaktu awal ketemu. Saat itu dimana awal tahun ajaran baru. Aneh banget, di hari pertama masuk sekolah, kita sudah di plonco, ribet banget banyak barang-barang bawaan. Belum lagi name tag yang di buat dari kertas karton yang kata kakak pembina MOS harus pakai kertas yang lebar. Lengkap sudah penderitaan ini dipadukan dengan kompeng dot yang di gantung di leher, kaos kaki bola beda warna, dan topi dari pot bunga. Sangat kreatif sekali kakak-kakak pembina MOS ku ini. Kreatif mempermalukan!

Saat itu di suruh pakai name tag yang lucu-lucu. Contohnya : Badut. Gitu.

Jujur aku nggak suka badut. Aku benci badut. Karena emang phobia dari kecil. Nama unik untuk name tag MOS ku, "Rambut Indomie."

Haha, lucu banget, kan? Seolah-olah menegaskan kalau rambutku ini memang bener-bener kayak indomie. Kalau boleh jujur rambutku sebenarnya nggak keriting macem indomie. Tapi aku yang lagi kesulitan cari nama unik tiba-tiba langsung kepikiran ide itu. Aku sengaja pakai catokan bergerigi supaya rambut lurusku bener-bener kelihatan kayak indomie.

Nggak nyangka. Ternyata aku cantik juga tau, pakai rambut model begitu. Bukan cuma aku kok yang ngerasa begitu, Ayahku bilang cantik, Bundaku juga, tukang bubur ayam depan gang juga bilang gaya rambutku bagus. Dan juga, dia.

Apes banget hari pertama ku, ikut MOS. 

Aku datang terlambat ke sekolah di hari pertama, jatuh dari motor karena ban motorku tiba-tiba bocor sampai lututku lebam dan tergores, beruntung aku nggak kenapa-kenapa. Tapi waktu aku lagi berhadapan sama salah satu cewek - kakak pembina, tiba-tiba tanganku dicekal dan ditarik pergi dari sana sama seorang cowok tinggi yang tak ku kenal menuju ke belakang tembok pembatas parkiran yang letaknya berdekatan dengan Mushala di sekolah kami. Dia siswa baru juga sama sepertiku, name tag nya.. "Atlas?"

Lho! Atlas itu bukannya buku yang berisi peta-peta dunia?

"Iya." Jawab cowok itu sembari tersenyum lebar, dia baru saja ingin menertawakanku karena ikut melihat ke-arah name tag ku. "Rambut indomie?" Tanya nya kali ini bener-bener kelihatan ngakak parah.

"Unik kan?" Tanyaku. Tentu saja aku sangat percaya diri. Karena dari tadi ku lihat banyak sekali siswa-siswi lain yang name tag nya bernama Badut. Seolah-olah clue yang di kasih kakak pembina lewat chat grub kemarin adalah perintah. Padahal kan, itu hanya clue. Kita harus cari nama lain yang lebih menarik.

"Bener-bener unik," katanya. "Tapi, gue punya tujuan lain makanya narik lo kesini."

"Kenapa?" Aku membeo sejenak. Padahal ku kira dia ingin mengajakku membolos supaya nggak kena hukum seperti yang lain.

"Boleh tukaran kaos kaki sama lo nggak?" Tanyanya. "Kaos kaki gue nggak berwarna."

Aku menatap pergelangan kaki yang terbalut sepatu kets itu dengan kening berkerut-kerut, jelas-jelas kaos kakinya warna biru. Nggak berwarna darimananya, sih? Apa dia buta warna?

"Harus beda warna kanan dan kiri nya," ucapnya lagi dengan senyum yang lagi-lagi membuatku terkesima. Ganteng bangettt!

"O-ooh.." kataku sambil meringis, bisa-bisanya aku tidak mengerti. Dengan cepat ku buka sepatuku dan ku lepas kaos kaki bola sebelah kananku yang berwarna pink.

"Eh, tapi boleh riquest nggak? Gue pakai kaos kaki lo yang warna merah aja ya. Gue malu pakai warna pink."

Mau nggak mau akhirnya aku melepas kaos kaki sebelah kiri ku yang warnanya merah netral. Terdengar lucu, tapi aku maklum. Setahu-ku cowok-cowok memang perduli banget soal warna. Mereka pasti agak sungkan memakai sesuatu berwarna pink, kuning, neon, atau warna-warna cerah lainnya.

"Makasih banyak ya rambut indomie," celetuknya santai setelah berhasil memakai kaos kaki ku, kini giliran aku yang memakai kaos kaki warna biru miliknya itu yang tadi sempat dia pakai juga. 

Aku terkekeh pelan.

"Gaya rambut lo bagus. Lo kelihatan cantik." Katanya.

Tentu saja aku terpana mendengar perkataan itu, apa lagi dari seorang cowok ganteng. Tapi setelahnya buru-buru ku alihkan pandanganku yang tadi jelas menatap lekat ke arahnya. Aku kembali sibuk dengan kaos kaki biru hasil bertukar dengannya itu.

Kaos kaki biru ini terlihat kedodoran untukku dan sedikit ketinggian juga, kalau di tarik ke atas pasti turun lagi karena memang betis ku saja yang nggak sama seperti betisnya.

Cowok itu meringis, "Aneh banget kelihatannya, karena lo pakai rok pendek." Kini dia mengangkat celana nya sedikit, "kalau di gue malah nggak kelihatan karena ketutupan celana."

"Nggak-papa deh, nanti gue langsung ganti kok kalau acaranya udah selesai."

"Nggak bakalan selesai cepet sih, kayaknya. Mungkin sampai sekitar jam lima sore." Cowok yang tinggi nya mirip-mirip Cha Eun Wo itu menggaruk-garuk belakang kepalanya terlihat kebingungan.

Melihat itu aku langsung mengembangkan senyumanku, sangat lebar tapi aku tidak memperlihatkan gigiku. "Udah, santai aja. Gue anaknya pede banget kok," kataku. "No worries."

Dia tampak mengangguk-angguk pelan, tapi tiba-tiba langsung berjongkok di hadapanku. Dalam beberapa detik saja dapat ku pastikan mata kami bertemu, tatapannya terkesan tulus dan menatap tepat ke manik mataku. Jujur saja aku gugup setengah mati, seolah dunia bergerak slow motion, dapat ku lihat tangannya ter-ulur ke arahku. Terlihat ingin meraih tanganku yang langsung ku tarik ke atas karena sangking tremor nya. Nggak bisa ku biarkan dia tau rasa suhu tanganku yang jelas sudah dingin kontan karena grogi.

What??

Apakah aku akan di tembak cowok ganteng di hari pertamaku masuk sekolah di SMA Gemilang?

Kalau memang benar, mimpi apa aku semalam? Karena seingatku, aku nggak mimpi apapun.

Aku harus jawab apa?

Kutolak, atau kuterima saja, ya?

Sudah jelas aku nggak mungkin menolaknya. Dia terlalu to good to be true untuk kutolak. Lagian masak sih aku harus menolak kalau diberi sebuah kalung berlian. Ah, itu semua karena wajah tampannya sih. Kalau soal otak, kayaknya dia juga siswa pintar, dari tampang nya sepertinya kelihatan begitu. Style nya kelihatan bagus, tas nya juga bagus, sepatu kets nya kelihatan mahal. Ya tuhan. Aku harus apa ini? 

Rasanya aku ingin sekali lompat-lompat ke-girangan sambil membawa pom-pom.

Atau, ini karena rambut indomie ku ini aku jadi ketiban berkah? Kalau memang benar begitu, akan kubuat begini setiap hari.

"Lutut lo luka, lo habis jatuh juga?"

Aku langsung tersadar dari lamunan gila ku. "Y-ya?" Tanyaku sedikit tercekat.

Dengan santainya dia mendongak menatapku, menunjukkan telapak tangannya yang terbalut plaster cokelat kepadaku, "Gue juga habis jatuh," kekehnya. Lantas merogoh saku celana abu-abunya dan mengeluarkan plaster dari sana sebelum dengan gerakan pasti menyobek kertas pelindung plaster lalu di tempelkan ke sebelah kiri lututku yang lebam dan sedikit tergores karena jatuh dari motor tadi.

Beberapa detik lamanya mungkin aku benar-benar terkesima melihat cowok yang name tag nya Atlas ini. Seperti nama asli, karena nama itu memang nggak ada kesan aneh atau kesan lucunya. Tapi, sih, memang unik.

"Makasih," kataku akhirnya dengan suara seperti kucing kejepit pintu. Jangan tanya model muka ku! Karena kayaknya sih sudah mupeng parah minta di seriusin. 

"Kok bisa samaan, ya?" Kekehnya heran, setelah berdiri tepat dihadapanku. "By the way, thanks ya, buat kaos kakinya."

Dia tampak mengulurkan tangan kanannya ke-arahku seperti meminta berjabatan tangan, "Nama gue Atlas," katanya.

"Lho! Nama asli?" Aku memicingkan mata tak percaya, tapi tetap mengulurkan tanganku menjabat tangannya.

Dia mengangguk, "Gue rasa nama gue cukup unik. Tapi.. jangan bilang lo pakai nama asli juga?" Tanyanya dengan tatapan menyelidik.

Aku berdesis tak mampu menyembunyikan kekehanku yang lolos begitu saja, "Ya kali, nyokap gue namain gue rambut indomie."

Dia tertawa, "Kekurangan bahan banget berarti."

"Jadi, nama lo siapa?" Ulang-nya lagi.

Aku tersenyum tipis, memberanikan diriku untuk menyelami bola mata hitamnya itu yang juga sedang menatap ke arahku. "Laluna Marissa."

Hanya sampai disitu. Karena detik berikutnya ada kakak pembina yang meneriaki kami berdua agar segera bergabung dengan teman-teman lain, yang sudah lebih dulu berada di lapangan sekolah.

***

a/n : Sorry kesannya seperti kembali ke masa lalu karena jaman sekarang sudah nggak ada MOS lagi. Tapi semoga readers semuanya bisa menikmati cerita ini😊

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Good Guy in Disguise
633      453     4     
Inspirational
It started with an affair.
Karma
4547      1145     7     
Mystery
Tidak di angkasa, di tengah lautan atau pun di dalam gua - gua gunung, tidak dimanapun seseorang dapat menyembunyikan dirinya dari akibat perbuatan- perbuatan jahatnya. (Dhammapada : 127)
Altitude : 2.958 AMSL
667      450     0     
Short Story
Seseorang pernah berkata padanya bahwa ketinggian adalah tempat terbaik untuk jatuh cinta. Namun, berhati-hatilah. Ketinggian juga suka bercanda.
CALISTA
288      223     0     
Fantasy
Semua tentang kehidupan Calista, yang tidak hanya berisi pahit dan manis. Terdapat banyak rasa yang tercampur di dalamnya. Ini adalah kisah dimana seorang Calista yang mendapatkan pengkhianatan dari seorang sahabat, dan seorang kekasih. Disaat Calista berusaha menyelesaikan satu masalah, pasti masalah lain datang. Akankah Calista dapat menyelesaikan semua masalah yang datang padanya?
Diskon Tilang
292      178     0     
Short Story
Siapa pernah kena tilang dan dendanya dapat diskon?
Loteng Rumah Ku
781      460     6     
Short Story
Apakah ada seseorang di atas sana?
MY SCHOOL
8262      1985     1     
Action
STORIES OF MY SCHOLL
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
443      309     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
karachi
618      362     0     
Short Story
kisah elo
HIRI
108      83     0     
Action
"Everybody was ready to let that child go, but not her" Sejak kecil, Yohan Vander Irodikromo selalu merasa bahagia jika ia dapat membuat orang lain tersenyum setiap berada bersamanya. Akan tetapi, bagaimana jika semua senyum, tawa, dan pujian itu hanya untuk menutupi kenyataan bahwa ia adalah orang yang membunuh ibu kandungnya sendiri?