Pertama kali aku bertemu dengannya kesan yang kudapat hanya bisa tersampaikan dengan satu kata kata yakni "menarik".
Namun, kini aku akan mengoreksinya. Meskipun sulit untuk kumembencinya, kuhanya manusia biasa.
Ada yang hilang darinya, dia yang dulu kukenal. Dia yang selalu hadir di setiap mimpiku. Dia yang seharusnya merajut masa depan denganku.
Tetapi kini, bak hantu yang menghilang begitu saja tanpa sepatah kata.
Bahkan ada judul lagu yang hits sekali "hilang tanpa bilang". Lagu itu seolah tahu isi hatiku. Ataukah lagu itu begitu dahsyatnya mampu menyindirku.
Luka yang dia tanam, bahkan hingga ribuan musim tak kan mampu membuat rasa sakit ini mereda.
Dia yang hilang tanpa pamit telah menjadikanku wanita bodoh. Wanita dungu yang dibutakan oleh cinta.
Seribu malam pun tak kan mampu menghibur hati yang penuh mara. Karena perpisahan ini menyakitkan ketika aku mulai menjalin rasa.
Bahkan nyanyian surga pun tak mampu membujuk api amarah dalam jiwaku.
Benarkah? Orang mengira jika aku lebay atau sok puitis. Aku sadar bukan Rangga sang pujangga. Aku juga bukan Cinta yang belasan tahun masih memiliki rasa yang sama.
Hati ini t'lah tertutup. Lalu ada apa dengan diriku? Kenapa hingga aku seperti ini?
Sejak awal aku memulai mengenal dunia. Sejak itu juga kumulai memahami arti hidup. Banyak kisah yang telah aku lewati. Demi mengejar sebuah impian.
Semua kisah itu tak dapat ku lupakan dari memoriku. Tentang perjuangan kehidupan untuk meraih impian itu. Walau banyak rintangan yang harus dihadapi. Namun, bukan itu yang membuatku harus menyerah?
Karna kehidupan ini butuh kerja keras dan pengorbanan yang luar biasa. Maka itu tak ada kata menyerah sebelum mencapai impian yang penuh harapan.
Kenapa harus menangis selama masih bisa tersenyum? Kenapa harus air mata yang keluar saat sedih mulai menyapa?
Jarum jam masih berdenting, dan aku hanya terdiam tak sanggup tuk tidak bergeming. Berdiri ataukah kembali terbaring. Bagaikan kayu yang sudah kering.
Jarum jam masih berdenting. Aku masih terdiam berbaring. Meratapi nasib yang demikian menggiring. Menggiringku ke pusatnya, hingga kepala ini pusing.
Jarum jam masih berdenting. Aku memberanikan diri untuk berontak. Aku tak mau lagi terdiam berbaring. Karena aku makhluk yang berotak.
Di dalam ruang yang telah usang. Dengan kebahagiaan yang mulai hilang. Betapa hidupku kini menjadi malang. Sebentar, itulah yang selalu aku katakan. Adakalanya aku sering merasa lelah untuk mencari. Namun, bagaimana dengan dia?
Sekian Lama kita bersama. Dalam susah,senang, dan sepi yang saling berganti tapi dia, dia dan dia selalu menyimpan tusukan pedang dengan senyumannya.
Aku ingin berbicara dengan jujur melalui tulisan ini. Tulisan dari dalam hati. Bukan suara hati seorang istri seperti judul drama. Tetapi suara dari dalam lubuk hati ini.
Wahai pembaca, siapkan kalian dengan kisah baruku ini? Biarkan bait-bait di karya ini tersampaikan pada kalian semua.
Aku tidak ingin berbagi kesediaan. Melainkan ingin berbagi hati.
Kembali lagi kuingiatkan! Aku bukan pujangga, aku tak pandai merangkai kata. Namun, sudilah kalian terus memberikan support padaku.
Apa kalian percaya jika wanita bisa mengubah takdir dirinya? Mari kita buktikan bersama. Jadilah saksi kisah yang telah berakhir ini. Jadilah potongan-potongan kecil dari alur ini. Jadilah komponen penyusun sajian menu kisah ini.
Next ...