Read More >>"> Yang Terindah Itu Kamu (Chapter 47 Permintaan Mama) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Yang Terindah Itu Kamu
MENU
About Us  

Harusnya aku bertanya dengan jelas saat bertemu Kak Doni tempo hari tentang pembicaraan prinsip hidup yang membingungkan agar aku tidak tersesat seperti sekarang.

Sudah hampir dua bulan berselang sejak kepergian Kak Doni dari rumah. Kulihat mama sudah bisa tersenyum kembali, meski kadang terlihat murung beberapa saat. Namun, aku bersyukur mama sudah bisa melupakan kepergian Kak Doni.

Hanya saja, sejak hari itu mama semakin over protektif padaku. Ya, padaku. Sebenarnya ini hal yang aneh. Aku seorang anak cowok yang mendapat perlakuan super protektif dari mama. Harusnya yang pantas mendapatkan itu semua adalah Kak Arin atau Mariam, adikku. Bukan aku.

Mama sering kali meneleponku bila aku terlambat pulang dan ujung-ujungnya aku tidak bisa menjemput Ranti seperti biasa. Untung saja Ranti memakluminya. Satu lagi yang membuat aku sedikit sebal adalah Mama selalu minta aku yang menemani ke mana saja. Padahal jelas-jelas ada papa, tapi entah mengapa mama selalu memilih minta pergi bersamaku. Setiap aku tanya, jawabnya selalu aneh dan kadang tidak masuk akal.

Mama bilang ingin memamerkan aku ke teman-temannya, ingin mengenalkan aku ke putrinya si A atau putrinya si B. Aku benar-benar bingung. Apa mungkin Mama sedang menyusun perjodohan untukku? Padahal aku belum cukup umur untuk berpikir ke arah sana. Entahlah, aku benar-benar bingung dibuatnya.

“Dit, nanti temani Mama, ya!!” ujar Mama siang itu.

Aku baru saja tiba dari sekolah dan sedang asyik menikmati kasur empukku saat mama masuk ke kamar.

“Eng ... mau ke mana, Ma? Adit lagi banyak pr,” jawabku.

“Ya udah kalau gitu kerjain pr-nya sekarang. Nanti sore ikut mama, ya!!”

Dengan terpaksa, aku mengangguk. Aku mana tega menolak permintaan wanita paruh baya ini. Dia adalah cinta pertamaku dan aku sudah bersumpah tidak akan sedikit pun menyakiti hatinya. Biar saja aku menderita, yang penting mama senang. Itu prinsipku.

Pukul lima sore, mama kembali menghampiri aku ke kamar. Mama sudah terlihat rapi dan beliau memintaku gegas bersiap.

“Yang ganteng ya, Dit!!” Lagi-lagi itu pesan yang selalu dikatakan mama setiap pergi bersamaku. Tanpa berdandan pun, aku sudah ganteng dari sononya. Kalau tidak percaya tanya saja ke Ranti.

“Berangkat sekarang, Ma?” Aku sudah bersiap dan keluar dari kamar menghampiri mama.

Mama tersenyum ke arahku dan menganggukkan kepala.

“Loh, jadi pergi sama Adit, Ma? Gak sama Papa?” Papa malah bertanya kepada mama sekarang.

“Enggak, Pa. Tadi dipikir Papa pulang malam.”

“Ya udah. Hati-hati ya, Dit!!”

Aku mengangguk kemudian sudah berpamitan. Sebenarnya ada enaknya juga kedekatanku dengan mama akhir-akhir ini. Aku sudah diperbolehkan bawa motor, mama sengaja membelikannya untukku bahkan mengurus SIM juga untukku. Padahal dulu mau pinjem motor saja susah banget. Sayangnya, begitu dapat motor aku malah jarang menghabiskan waktu dengan Ranti. Aku spesial jadi ojek mama sekarang. Sudahlah, bukankah itu ladang pahala bagiku.

Selang beberapa saat aku sudah mengendarai motor di jalan dengan mama di boncenganku. Hari ini aku mengantar mama ke arisan. Rumah temannya cukup jauh, untung saja kami tidak terjebak macet. Aku segera memarkir motor begitu tiba. Sementara mama langsung masuk menemui teman arisannya.

Baru saja aku usai memarkir motor, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilku. Aku segera menoleh karena merasa tidak asing dengan suaranya.

“Ranti!!! Kok kamu di sini?” tanyaku terkejut.

Ranti tersenyum kesenangan begitu juga aku. Sudah lama banget aku gak ketemu. Selama ini kami hanya bertemu lewat ponsel saja.

“Iya, ini rumah saudaraku. Terus kamu ngapain ke sini?”

“Aku nganter Mama. Itu barusan.” Aku menunjuk mamaku yang baru saja masuk ke dalam rumah. Ranti hanya manggut-manggut mendengarnya.

Kemudian aku sudah berjalan menghampiri dan berdiri di depannya. Aku tersenyum sambil terus menatapnya. Sumpah, aku kangen banget. Pengen sekali aku peluk makhluk cantik di depanku ini. Namun, sayangnya suasana yang ramai membuat aku harus menahan hasratku.

“Aku kangen,” ucapku lirih. Ranti langsung tersenyum dan seperti biasa menundukkan kepala dengan malu. Akh ... seneng banget melihat reaksi Ranti. Rasanya tidak rugi aku mengantar mama hari ini.

“DIT!!” Tiba-tiba mama memanggil, aku menoleh dan melihat ke arahnya.

“Sini!!” Kembali mama bersuara sambil melambaikan tangan. Aku mengangguk, kemudian aku sudah berpamitan ke Ranti.

“Aku masuk dulu, ya!!” Ranti tersenyum dan mengizinkan aku berlalu.

Tak ayal di dalam sana, mama kembali memperkenalkan aku kepada teman-temannya. Lalu mama akan bercerita tentang sekolahku, aktivitasku bahkan statusku sebagai personil band juga disebutkan. Entahlah, apa yang sedang dilakukan mama. Aku benar-benar tidak tahu. Apa Mama sedang membanggakan aku ke teman-temannya atau mama punya rencana lain padaku? Aku sungguh tidak tahu.

Hampir dua jam, mama arisan hingga akhirnya waktu pulang tiba. Kebetulan ada Ranti yang menunggu di depan. Aku kembali menghampirinya, berdiri di depannya dengan sebuah senyuman yang teramat manis.

“Aku pulang dulu, ya!!! Nanti malem aku telepon,” ucapku.

“Iya, Dit!!”

“Siapa, Dit? Temanmu?” Mama tiba-tiba sudah berdiri di belakangku. Aku tersentak kaget dan menoleh ke arah mama.

“Iya, Ma. Ini Ranti. Mama ingat, kan?”

Tempo hari aku memang pernah bercerita tentang Ranti ke mama. Saat itu aku bilang kalau aku suka dengan temanku yang bernama Ranti. Hanya saja baru sekarang mama melihatnya.

“Ranti?” Mama terdiam, menatapku dengan alis mengernyit seakan berusaha mengingat. Sementara Ranti hanya tersenyum melihat ke arah mama.

Aku menarik napas panjang sedikit kesal dengan ulah mamaku ini. Kemudian aku mendekat dan berbisik di telinga mama.

“Dia pacarku, Ma,” desisku. Mama tampak terkejut bahkan mengerjapkan berulang kali matanya ke arahku. Namun, tak lama kemudian Mama sudah tersenyum dan menyambut uluran tangan Ranti.

Aku langsung lega melihat reaksi mama. Sepertinya mama tidak mempermasalahkan jika aku sudah punya pacar. Padahal awalnya aku ketakutan untuk memperkenalkan. Kami langsung pulang dan meninggalkan Ranti yang tersenyum dengan manisnya.

“Apa dia teman SMP-mu yang tempo hari kamu ceritakan ke Mama, Dit?” tanya Mama.

Kami sudah perjalanan pulang dan sepertinya mama mencoba mencari tahu tentang Ranti lebih banyak.

“Iya, Ma. Jadi Mama masih ingat?” Aku menjawab dengan girang.

Mama tidak menjawab hanya menganggukkan kepala dengan sebuah senyum yang aneh. Entah mengapa sejak hari itu sikap mama berubah. Hingga pada suatu hari, tiba-tiba mama datang ke kamarku.

“Ada apa, Ma?” tanyaku.

Aku tidak melihat ke arah mama saat bertanya karena aku sedang sibuk belajar. Aku sudah kelas dua belas dan tugas sekolah semakin menumpuk.

“Dit, Mama mau bicara serius denganmu.”

Aku menghentikan aktivitasku dan mendongakkan kepala melihat ke arah mamaku. Mamaku tersenyum kemudian duduk di tepi kasur. Aku memutar tubuh dan memperhatikan dengan seksama.

“Sebentar lagi kamu lulus dan Mama ingin kamu kuliah, Dit. Mama sudah menyiapkan dananya. Kalau kamu tidak masuk negeri, kamu ambil yang swasta juga gak papa. Mama dan Papa sudah menyiapkan semuanya. Mama tidak mau kamu menganggap Mama pilih kasih nantinya.”

Aku menghela napas dan menggelengkan kepala.

“Iya, Ma. Tapi sejujurnya Adit pengen langsung kerja saja. Otak Adit gak kuat kalau dibuat mikir.”

Mama tersenyum mendengar ucapanku. “Ya udah kalau gitu kamu ambil yang D1 saja. Yang penting kamu kuliah.”

Aku hanya tersenyum sambil berulang menganggukkan kepala.

“Satu lagi, Dit. Kamu dan Ranti masih pacaran?” Aku langsung tersenyum dan menjawab pertanyaan mama dengan anggukkan kepala.

“Iya, Ma. Memangnya kenapa?”

Mama terdiam dan kembali menatapku dengan heran. “Bukannya kalian hanya cinta monyet saat itu. Maksud Mama, kamu tidak serius dengannya, kan?”

Aku terdiam dan entah mengapa aku malah berkata sebaliknya. Karena tanpa kutahu cinta monyetku ini sudah tumbuh semakin dalam menjadi cinta sesungguhnya. Cinta yang penuh perjuangan dan berharap suatu saat nanti berakhir di pelaminan.

“Aku cinta dia, Ma. Sungguh-sungguh cinta dia.”

Mamaku hanya terdiam saat aku berkata seperti itu. Aku memang sangat dekat dengan mamaku dan terbiasa mengatakan apa yang aku rasa begitu saja. Lalu tanpa sebab apa-apa, tiba-tiba mama berdiri dan langsung bersimpuh di kakiku sambil berkata hal yang membuatku tak bisa berpikir.

“Bagaimana kalau Mama minta kamu memutuskannya, Dit. Putuskan Ranti!!!”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tetesan Air langit di Gunung Palung
396      267     0     
Short Story
Semoga kelak yang tertimpa reruntuhan hujan rindu adalah dia, biarlah segores saja dia rasakan, beginilah aku sejujurnya yang merasakan ketika hujan membasahi
Perfect Love INTROVERT
9444      1732     2     
Fan Fiction
Katanya Buku Baru, tapi kok???
434      288     0     
Short Story
SERENA (Terbit)
16576      2826     14     
Inspirational
Lahir dalam sebuah keluarga kaya raya tidak menjamin kebahagiaan. Hidup dalam lika-liku perebutan kekuasaan tidak selalu menyenangkan. Tuntutan untuk menjadi sosok sempurna luar dalam adalah suatu keharusan. Namun, ketika kau tak diinginkan. Segala kemewahan akan menghilang. Yang menunggu hanyalah penderitaan yang datang menghadang. Akankah serena bisa memutar roda kehidupan untuk beranjak keatas...
Balada Valentine Dua Kepala
271      161     0     
Short Story
Di malam yang penuh cinta itu kepala - kepala sibuk bertemu. Asik mendengar, menatap, mencium, mengecap, dan merasa. Sedang di dua kamar remang, dua kepala berusaha menerima alasan dunia yang tak mengizinkan mereka bersama.
REMEMBER
3984      1207     3     
Inspirational
Perjuangan seorang gadis SMA bernama Gita, demi mempertahankan sebuah organisasi kepemudaan bentukan kakaknya yang menghilang. Tempat tersebut dulunya sangat berjasa dalam membangun potensi-potensi para pemuda dan pernah membanggakan nama desa. Singkat cerita, seorang remaja lelaki bernama Ferdy, yang dulunya pernah menjadi anak didik tempat tersebut tengah pulang ke kampung halaman untuk cuti...
Lost in Drama
1732      658     4     
Romance
"Drama itu hanya untuk perempuan, ceritanya terlalu manis dan terkesan dibuat-buat." Ujar seorang pemuda yang menatap cuek seorang gadis yang tengah bertolak pinggang di dekatnya itu. Si gadis mendengus. "Kau berkata begitu karena iri pada pemeran utama laki-laki yang lebih daripadamu." "Jangan berkata sembarangan." "Memang benar, kau tidak bisa berb...
Dream of Being a Villainess
949      536     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
PENTAS
971      593     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Nona Tak Terlihat
1646      1053     4     
Short Story
Ada seorang gadis yang selalu sendiri, tak ada teman disampingnya. Keberadaannya tak pernah dihiraukan oleh sekitar. Ia terus menyembunyikan diri dalam keramaian. Usahanya berkali-kali mendekati temannya namun sebanyak itu pula ia gagal. Kesepian dan ksedihan selalu menyelimuti hari-harinya. Nona tak terlihat, itulah sebutan yang melekat untuknya. Dan tak ada satupun yang memahami keinginan dan k...