Hari minggu yang kutunggu tiba, aku sudah bangun lebih awal. Bersiap dengan rapi, memakai baju terbaikku dan tak lupa memakai parfum milikku. Mama yang melihatku tampak heran, tidak biasanya aku serapi ini.
“Kamu mau pergi, Dit?” tanya Mama. Aku tersenyum sambil mengangguk.
“Latihan band lagi?” Mama kembali bertanya. Memang Mama sudah tahu kalau aku punya kesibukan baru di luar sekolah dan sepertinya Mama mendukungku. Aku langsung mengangguk menjawab pertanyaan Mama.
Memang aku sengaja tidak bilang kalau hendak pergi dengan pujaan hatiku. Mama memang tahu tentang Ranti, tapi beliau tidak tahu sedalam apa aku mencintainya.
“Ya udah hati-hati. Jangan terlalu sore pulangnya.” Aku mengangguk, usai berpamitan aku langsung melajukan motorku ke sekolah Ranti. Aku harap dia sudah selesai latihan.
Pukul sebelas lewat sepuluh menit saat aku tiba di sana. Aku melihat suasana sekolah Ranti sepi dan aku sama sekali tidak melihat sosok gadis pujaanku itu. Jangan-jangan dia sudah pulang, aku menyesali kebodohanku. Gara-gara harus antri mengisi bensin, aku jadi sedikit terlambat datang. Aku kebingungan harus melakukan apa hingga tiba-tiba sosok yang aku tunggu berjalan seorang diri keluar dari gerbang. Aku langsung tersenyum kesenangan menyambutnya.
“ADIT!!!” seru Ranti begitu melihatku. Terlihat sekali kalau dia sangat terkejut melihatku.
“Surpraise!!” ucapku dengan senyum paling manis. Ranti kembali tersenyum kemudian berjalan menghampiriku yang masih duduk di atas motor.
“Yuk, kita jalan-jalan!!” Ranti kembali terkejut mendengar ucapanku. Sepertinya kejutanku berhasil kali ini dan aku suka melihat binar bintang di mata buah almondnya itu.
“Aku gak tahu kalau mau kamu jemput. Jadi aku gak bawa helm, Dit.”
“Gak papa. Aku bawain, kok.” Aku langsung mengambil helm yang aku letakkan di bagian depan motor.
Ranti mendekat kemudian menerima helm dariku dan memakainya, tapi sepertinya dia kesulitan mengaitkan penguncinya. Aku tersenyum kemudian membantu mengaitkannya. Wajah gadis pujaanku itu terlihat makin imut saat mengenakan helm. Aku bisa melihat dengan jelas mata almondnya, hidung bangirnya dan juga bibir mungilnya yang imut.
Akh ... lagi-lagi aku sangat beruntung bisa memiliki ciptaan Tuhan yang paling indah ini. Kami masih terdiam dengan saling pandang. Hingga akhirnya Ranti yang lebih dulu menghindar dari tatapanku.
“Jadi jalan-jalannya?” Aku langsung tersenyum mendengar pertanyaannya dan gegas menganggukkan kepala.
“Iya, jadi. Buruan naik!!”
Ranti segera naik di boncengan dan aku mulai melajukan motor meninggalkan sekolah Ranti. Aku melaju dengan kecepatan sedang membelah lalu lintas minggu siang ini. Untung saja lalu lintas tidak sepadat biasanya.
“Dit, kita mau ke mana?” tanya Ranti.
“Terserah kamu. Kamu pengen ke mana?” Aku malah menjawab dengan pertanyaan. Ranti langsung tertawa mendengarnya.
“Kalau ke ujung dunia, boleh?” Ranti kembali menjawab kini sambil mengeraskan suaranya seakan berlomba dengan suara angin dan kendaraan.
“Boleh. As you wish, Princess.” Ranti kembali tertawa dan aku sangat suka mendengarnya.
“Kalau gitu jalan-jalan aja. Kejauhan kalau ke ujung dunia.” Ranti meralat ucapannya dan aku hanya tersenyum mendengarnya.
Sebenarnya aku sudah punya tujuan hendak membawanya ke mana, tapi sengaja tidak memberitahu. Ini adalah kejutan kedua untuknya. Aku terus melajukan motor menjauhi keramaian pusat kota, memang tempat yang aku tuju sedikit berada di pinggir kota. Kali ini tidak ada suara Ranti di belakang, sepertinya dia menikmati pemandangan dengan anteng.
Namun, tiba-tiba tangan Ranti menyentuh pinggangku dan aku meliriknya sekilas. Kemudian pelan, Ranti mendekatkkan kepalanya ke telingaku sambil berkata lirih.
“Dit, aku boleh meluk, gak?”
Seketika aku terkejut mendengar ucapan Ranti. Apa mungkin telingaku yang salah dengar atau memang dia berkata seperti itu. Namun, anehnya kepalaku dengan refleks mengangguk begitu saja.
Aku melihat melalui kaca spion sebuah senyuman langsung terukir di wajah Ranti. Kemudian gadis pujaanku itu sudah melingkarkan tangannya di pinggangku, memeluk dari belakang. Duh, kini yang ada jantungku makin berdebar lebih cepat dari sebelumnya. Parahnya lagi kini gadis di belakangku ini malah menyandarkan kepalanya di punggungku.
Aku hanya diam tak bergeming dan mencoba terus fokus. Jangan sampai gara-gara Ranti memelukku, aku kehilangan konsentrasi. Sumpah rasanya aku tidak sedang mengendarai motorku kali ini, tetapi sedang melayang. Lagi-lagi dan sekali lagi pintar sekali gadis satu ini memporak-porandakan tatanan hatiku. Kenapa aku yang selalu kelabakan menghadapi sikapnya? Apa memang cinta seindah ini bagiku?
Selang beberapa saat, aku sudah menghentikan motorku. Perlahan Ranti mengurai pelukannya dan kini tampak mengucek mata. Aku hanya diam memperhatikan lewat kaca spion. Jangan-jangan dia tadi ketiduran sehingga otomatis langsung memelukku supaya tidak jatuh. Astaga!!! Kenapa juga pikiranku yang traveling jauh duluan tadi.
“Kita sudah sampai, Dit?”
Aku mengangguk sambil melepas helm. “Iya, yuk turun!!”
Ranti menurut kemudian turun dari boncengan dan kini terlihat kesulitan membuka pengait helm. Lagi-lagi aku turun tangan membantunya.
“Sorry, ya. Jadi ngerepotin kamu.” Aku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Padahal kalau mau jujur, aku suka banget momen ini. Aku jadi bisa melihat dengan jelas wajah imutnya nan semakin cantik.
Tempat yang kami tuju adalah sebuah bukit dengan banyak sekali keindahan panorama yang bisa dilihat dari sana. Memang tempatnya cukup ramai setiap minggu, tapi kalau siang menjelang sore seperti ini pengunjungnya berkurang.
Aku langsung memilih duduk di gazebo yang menghadap langsung pemandangan alam. Ranti ikut duduk di sebelahku.
“Kamu sering ke sini, Dit?” Aku menggeleng dengan cepat.
“Enggak. Aku baru pertama kali ke sini. Ini tadi juga iseng.” Ranti tertawa mendengar ucapanku dan aku selalu suka mendengarnya apalagi gestur tubuhnya yang menggemaskan.
“Kamu tadi ketiduran?” tanyaku kemudian dan langsung dijawab Ranti dengan anggukan.
“Iya. Aku kalau naik motor mesti ngantuk habis kena angin sepoi-sepoi, sih.” Lagi-lagi aku tertawa mendengar alasannya. Kupikir Ranti akan bersikap malu-malu seperti saat SMP dulu, ternyata kini dia sudah berubah.
Kemudian kami tiba-tiba saling diam dan sibuk dengan benak kami sendiri. Lalu aku menoleh ke arah Ranti dan melihat gadis pujaanku itu sedang melamun.
“Sorry ya. Aku gak bisa ngajak kamu ke tempat yang lebih baik. Aku gak bisa ngajak kamu nonton, main di mall atau makan di restoran. Aku ... aku gak bisa seperti pacar orang lain.”
Ranti tampak terkejut dengan ucapanku, mata almondnya kini terlihat menatapku dengan tertegun.
“Aku juga tidak bisa selalu apel malam minggu seperti pacar orang lain. Namun, aku janji di mana kamu berada, aku akan selalu menjagamu. Aku akan selalu melindungimu dan aku akan selalu setia padamu.”
Aku menghentikan ucapanku dan melihat reaksi gadis pujaanku itu. Ranti tampak masih membisu, hanya helaan napas panjang yang keluar masuk dari mulutnya.
“Aku tidak pengen itu semua kok, Dit. Bukankah aku sudah pernah bilang, kalau aku suka kamu apa adanya. Semua yang ada di dirimu pasti aku suka. Cerobohmu, kesialanmu dan juga sifat pengecutmu. Aku sudah memakluminya.”
Aku kini yang tertegun mendengarnya, tidak kusangka gadis pujaanku ini akan berkata seperti itu.
“Kamu yang pertama datang di hatiku, Dit. Hanya kamu juga yang merobohkan pertahanan hatiku. Kamu juga yang selalu membuatku bahagia. Aku mohon, aku hanya ingin seperti ini saja.”
Aku masih terdiam begitu juga Ranti. Kini mata kami saling bertemu dan sibuk bercerita, mengungkapkan segenap rasa yang tidak bisa diucapkan lewat kata.
“Aku tidak tahu akan ke arah mana kita nantinya. Namun, aku ingin kita tetap bersama. Apa kamu mau berjanji, Dit?”
Aku menarik napas panjang dan membalas tatapan Ranti dengan sendu.
“Aku suka kamu, Ranti Adinda. Aku juga cinta kamu. Inginku, selamanya bersama kamu. Cuman sama kamu. Aku janji akan selalu menjaga rasa ini dan semua keindahan ini hanya untuk kamu.”
Ranti tersenyum mendengarnya. Aku sendiri tidak tahu mengapa aku berkata seperti itu. Apa mungkin cinta monyetku yang dulu kusangkal pada akhirnya menjadi cinta beneran, cinta sejati dan mungkin cinta terakhirku. Aku tidak tahu dan rasanya terlalu dini untuk mengatakannya.
Yang pasti semua kejadian di hari ini masih terus terekam indah di benakku. Bahkan aku selalu mengingatnya sebagai hari paling indah dalam hidupku. Hari saat aku berjanji akan selalu menjaga semua rasa indah itu, yang pada akhirnya membuat aku kesulitan sendiri.