Hari-hariku kini terasa indah kembali. Aku tidak pernah malas berangkat sekolah apalagi membolos. Bukan karena ada seseorang yang aku temui di sekolah. Namun, ada gadis manis yang akan menantiku di dalam angkot. Tidak lain dan tidak bukan adalah Ranti.
Hari ini sekolahku pulang cepat tidak seperti biasanya. Aku sedikit jengkel karena dengan begitu, aku tidak bisa bertemu Ranti.
“Dit, mau ikutan, gak?” tanya Daniel.
Daniel salah satu teman baruku di sekolah ini. Wajah dan sikapnya mengingatkanku pada Erwin si Rambut Brokoli. Yang membedakan mereka hanya rambutnya saja. Memang aku tidak satu sekolah lagi dengan Erwin, tapi aku malah mendapat ganti teman sebaik Daniel.
“Emang mau ke mana?” Aku penasaran.
“Mainlah, males banget langsung pulang.” Aku tersenyum kesenangan dan langsung mengangguk menjawab ajakan Daniel.
Ternyata tidak hanya aku dan Daniel saja yang berniat tidak pulang langsung, tapi beberapa temanku juga sudah bersiap. Kali ini mereka mengendarai motor dan kebetulan aku bareng dengan Daniel. Kami puter-puter kota tanpa tujuan kemudian memutuskan berhenti di salah satu kafe.
“Kok ke sini, Niel?” tanyaku begitu tiba di kafe tersebut.
“Iya, di sini tempatnya enak, Dit. Ada wifi, makanan dan minumannya juga murah terus satu lagi banyak cewek cakepnya.” Aku hanya meringis mendengarnya. Kurasa itu hal yang wajar dialami oleh cowok seusiaku. Aku juga suka melihat wanita cantik, tapi tetap saja yang paling cantik adalan Ranti, pacarku.
Aku segera masuk ke dalam kafe dan memesan beberapa makanan serta minuman. Aku memilih duduk di salah satu bangku yang bisa melihat langsung ke jalan. Kemudian aku tiba-tiba terjingkat kaget saat melihat bangunan di depanku. Mataku terbelalak saat melihat kalau depan kafe ini berada adalah sekolah Ranti. Kenapa juga aku tidak pernah memperhatikannya selama ini?
“Kenapa, Dit?” tanya Daniel. Sepertinya dia terkejut melihat reaksiku.
“Itu kan sekolah favorit di kota ini.” Aku sudah menunjuk bangunan sekolah di depanku.
Daniel mengangguk sambil tersenyum kembali. “Iya. Makanya tadi aku ngomong di sini banyak cewek cakepnya. Ya, dari siswi sekolah itu.”
Aku langsung tertawa sambil menganggukkan kepala. Itu sih memang tidak diragukan lagi. Apalagi ada cewekku yang sekolah di sana.
“Kok tertawa, sih. Kamu gak percaya?”
Aku menggeleng dengan cepat. “Enggak. Aku percaya, kok. Pacarku juga sekolah di sana.”
Sontak Daniel terkejut mendengar ucapanku. “Beneran kamu udah punya pacar?” tanyanya mengulang.
Aku mengangguk sambil tersenyum lagi. “Iya. Dia sekolah di sana. Aku tadi gak tahu kalau kalian bakal nongkrong di sini.”
“Jadi gak rugi dong kamu ikut?”
Aku mengangguk sambil tersenyum kesenangan. Kini aku malah sibuk membayangkan bagaimana reaksi Ranti saat melihatku di sini. Akh ... aku jadi gak sabar pengen ketemu dia jadinya. Satu jam, dua jam hingga akhirnya pukul tiga sore berlalu. Aku melihat beberapa siswa sudah keluar dari sekolah Ranti. Memang jam pulang sekolahnya adalah jam tiga sore. Kali ini aku menunggu dengan gelisah.
Sesekali mataku mengarah ke seberang jalan untuk mencari keberadaan Ranti. Aku berharap dia masuk hari ini. Hingga akhirnya mataku berhenti pada sosok cantik yang baru saja keluar dari gerbang sekolah. Dia berjalan pelan sambil menyandang tas ransel dan mendekap beberapa buku.
Aku mengulum senyum melihatnya dari jauh. Dilihat dari tempatku berdiri saja dia begitu cantik apalagi kalau dekat. Aku yakin Ranti pasti jadi idola di sekolahnya. Namun, aku sama sekali tidak meragukan kesetiaannya. Entahlah aku seakan yakin seratus persen kalau hati Ranti hanya milikku seorang.
Ranti sekarang berjalan menuju halte tempat dia menunggu angkot. Ada beberapa teman wanitanya di sana. Mereka tampak asyik mengobrol dan aku berniat untuk menghampirinya kali ini.
“Mau ke mana, Dit?” tanya Daniel.
“Aku pulang dulu, ya!!” ujarku sambil menunjuk ke arah Ranti di halte. Daniel hanya manggut-manggut. Sepertinya dia mengerti kalau aku akan menemui pujaan hatiku.
Aku baru saja keluar dari kafe itu saat tiba-tiba melihat ada sebuah sepeda motor sport berwarna hitam berhenti di depan Ranti. Pengendara motor itu membuka helmnya kemudian berbicara kepada Ranti. Aku hanya terdiam memperhatikan dari seberang jalan.
Terlihat sekali kalau si Cowok pengendara motor sport itu hendak mengajak Ranti bareng. Namun, Ranti terus menggeleng seakan menolak ajakannya. Aku masih bergeming di posisiku kini sambil bersedekap melihat tajam ke seberang jalan.
Aku kesal, jengkel dan sedikit marah dengan cowok itu. Apa dia gak tahu kalau Ranti menolaknya? Mengapa juga dia terus memaksa? Bahkan teman wanita Ranti berulang mendorong tubuh Ranti agar mengikuti ajakannya.
Aku kini berkacak pinggang siap marah dan melabrak cowok sok keren itu. Emang dia pikir dengan modal tampang keren dan motor sport bisa memikat hati pujaanku. Apa dia belum tahu siapa aku? Aku mendengus kesal dan tanpa banyak bicara langsung nyebrang menghampiri Ranti.
“Enggak, makasih, Jef. Lain kali saja, ya?” suara Ranti terdengar jelas di telingaku.
“Ya udah. Lain kali beneran harus mau, ya?” ucap si Cowok. Ranti tidak menjawab hanya tersenyum saja. Kemudian tak lama si Cowok keren itu sudah memakai helmnya lagi dan mulai menyalakan mesin motornya. Kemudian tak lama sudah melaju meninggalkan halte.
Aku berdiri sedikit jauh dan hanya memperhatikan. Kini terlihat beberapa teman wanita Ranti mengomeli Ranti.
“Kok kamu gak mau diantar Jefri, sih? Jefri ganteng, keren, kaya lagi kok gak mau.”
Ranti hanya tersenyum sambil terus menggelengkan kepala. Aku menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala. Beneran menyesatkan nih temannya Ranti. Apa gak tahu kalau Ranti udah punya pacar, yaitu aku. Duh!!!
“Eh hem!!” Aku berdehem sedikit keras, sengaja agar Ranti melihat ke arahku.
Tebakanku berhasil, tidak hanya Ranti yang menoleh, tapi seluruh teman wanita Ranti sedang melihat ke arahku. Ranti langsung tersenyum dan menampilkan wajah terkejut ke arahku. Sementara beberapa teman Ranti yang lain tampak kaget. Mungkin mereka heran dengan aku, seragamku memang beda dengan mereka dan bisa dipastikan kalau aku bukan murid sana.
“Siapa dia kok ganteng banget?” celetuk salah satu teman Ranti.
Aku langsung tersipu malu sementara Ranti hanya tersenyum. Memang wajahku tidak berubah dan semakin enak dipandang mata seiring tumbuh kembang diriku. Kata Ranti sih kayak Bright aktor dari Thailand itu. Mungkin yang membedakan hanya nasib saja. Gadis manis pujaanku itu langsung menoleh ke arah temannya dan berkata.
“Dia Adit, pacarku.” Seketika beberapa teman Ranti terperangah kaget apalagi aku. Aku sudah melayang karena mendapat pengakuan yang sangat jelas dari Ranti.
“Pantes saja kamu gak mau diantar Jefri. Pacarmu juga ganteng, gak kalah ama Jefri,” bisik salah satu temannya. Bukan berbisik sih menurutku habis suaranya kedengaran sampai tempatku berdiri.
“ Ya udah, aku pulang duluan, ya!!” Ranti sudah berpamitan kemudian berjalan menghampiri aku.
“Kamu sengaja jemput aku, Dit?” tanya Ranti kemudian. Aku tersenyum sambil mengangguk.
“Kalau iya, kenapa?” Ranti tersenyum kesenangan.
“Kok tahu kalau hari ini aku gak les.” Ranti bersuara kembali.
“Anggap saja aku punya cenayang yang memberi tahu tentang jadwal lesmu.” Lagi-lagi Ranti tertawa dan aku sangat menikmati suaranya.
“Pulang sekarang?” tawarku. Ranti mengangguk sambil memperhatikan sekitarku. Mungkin dia sibuk bertanya akan pulang naik apa bersamaku.
“Jangan khawatir, aku sudah membawa angkot. Kamu tinggal pilih, cegat lalu naik. Urusan bayar biar aku saja!!”
Sekali lagi Ranti tertawa mendengar gurauanku. Mungkin Ranti berpikir aku akan marah karena melihat dia saat digoda Jefri tadi. Namun, dia salah. Aku tidak akan marah padanya. Dia memang makhluk terindah ciptaan Tuhan. Wajar saja jika banyak kaum adam mendekat dan menggaguminya. Anggap saja sainganku kini semakin banyak dan aku merasa semakin beruntung karena gadis manis pujaanku itu hanya memilihku. Bagaimanapun aku juaranya dan para sainganku itu pecundangnya.