Loading...
Logo TinLit
Read Story - Yang Terindah Itu Kamu
MENU
About Us  

“Aku ingin kita berteman, Ranti,” ucapku pelan.

Ranti tampak terkejut dan aku bisa melihat di gurat mata almondnya. Apa aku telah melakukan kesalahan? Apa kata-kataku salah? Apa seharusnya aku tidak berkata seperti itu? Sumpah, mimik wajahnya benar-benar membuatku menyimpan banyak tanya.

“Iya. Aku sudah menduganya.” Tiba-tiba Ranti berkata seperti itu. Aku semakin terkejut, apalagi kali ini dia berkata sambil bangkit dari duduknya bersiap meninggalkan aku.

Aku ikut berdiri dan tidak mendekat ke arahnya. Padahal ingin sekali kakiku melangkah mendekat, tapi sekali lagi aku seakan cosplay menjadi patung saja. Ada apa denganku? Apa sosok indah di depanku ini yang membuatku seperti ini? Aku tidak tahu.

“Terima kasih, Dit. Aku sudah mengerti sekarang. Aku permisi pulang.”

Tanpa menengok ke arahku Ranti sudah berlalu pergi. Aku benar-benar bingung dan tak bisa berkata apa pun. Sumpah, aku salah apa, sih? Apa ucapanku tadi salah? Tolong, Ranti!!! Jangan pergi!! Jelasin padaku!!

Sayangnya aku hanya berani berkata sebanyak itu di benakku saja tanpa pernah tertuang bahkan terucap hingga didengar oleh telinga Ranti.

Aku melihat Ranti menghampiri kedua temannya. Mereka tampak berbincang sejenak, lalu kedua temannya sudah menatapku dengan tajam laksana pisau yang menghujam. Aku hanya diam membisu dan menundukkan kepala. Hingga tiba-tiba Erwin menyentuh bahuku dan membuatku tersadar.

“Kamu ngomong apa tadi?” tanya Erwin kemudian.

Aku menghela napas panjang dan menjelaskan apa yang baru saja aku obrolkan dengan Ranti. Erwin langsung berdecak dan menggelengkan kepala.

“Kenapa kamu gak ngomong kalau kamu juga suka dia, Dit. Tadi kesannya kamu nolak pernyataannya. Kata berteman bagi seorang gadis itu bagai petaka.”

Aku hanya membisu. Jadi itu sebabnya Ranti langsung meninggalkanku. Mungkin dia merasa terhina dan juga malu karena berpikir pernyataannya aku tolak. Aku menghela napas panjang.

“Aku gak bermaksud gitu, Win. Sumpah, aku gugup tadi. Maksudku berteman itu, berteman semakin dekat semakin akrab. Aku malu untuk mengajaknya pacaran. Itu ... itu masih terlalu dini untuk seusia kita.”

Lagi-lagi egoku yang membuat pujaan hatiku berlalu pergi. Ada apa dengan diriku? Kenapa juga tidak mau melupakan ego dan hanya mengikuti kata hati saja untuk kali ini? Sumpah, aku benci sisi lain diriku yang ini.

“Aku tahu, Dit. Aku tahu kamu punya pandangan sendiri batasan umur untuk mulai pacaran atau apalah. Namun, kalau hatimu sendiri yang tersakiti, repot juga, kan?”

Aku hanya menghela napas panjang sambil mengangguk. Kalau seperti ini rasanya untuk belajar saja aku pasti kesulitan konsentrasi. Aku harus menyelesaikan semuanya. Aku tidak ingin studyku terganggu hanya gara-gara persoalan hati yang tiada habisnya ini.

“Terus aku harus gimana?”

Erwin kini menarik napas panjang sambil menepuk keras bahuku.

“Cowok itu memang gak pinter berkata-kata, kalau gitu langsung ke prakteknya aja.” Aku hanya diam, mengernyitkan alis menatap Erwin dengan bingung.

“Besok, kamu ajak Ranti pulang bareng dan bilang apa maksud ucapanmu tadi. Aku yakin dia pasti ngerti dan kamu bisa semakin dekat dengannya.”

Aku langsung tersenyum lebar mendengar ucapannya. Ternyata makhluk berambut brokoli ini banyak banget akalnya.

“Nanti aku yang bilang ke teman Ranti kalau kamu mau ngajak dia pulang bareng. Gimana?”

Aku langsung mengangguk mengiyakan tanpa protes. Mungkin lebih baik aku jujur dengan perasaanku kali ini. Sumpah, aku capek banget menanggung ini semua. Tak tahu nanti bagaimana akan berakhir yang pasti aku jalani dulu saja seenaknya.

**

Hari yang aku tunggu tiba. Aku baru saja tiba dan memarkir sepedaku. Tidak jauh dari tempatku, aku melihat Ranti. Dia juga baru datang dan sedang memarkir sepedanya. Aku gegas berjalan menghampirinya.

“Hai!!” sapaku ramah.

Namun, aku langsung kecewa saat Ranti tidak mempedulikan aku malah asyik ngobrol dengan temannya. Lalu tanpa pamit dia sudah berlalu pergi meninggalkanku begitu saja. Aku terdiam, bergeming di tempatku sambil menatap punggung Ranti semakin menjauh.

“Apa dia masih marah gara-gara kemarin?” gumamku pelan.

“Tenang. Nanti, istirahat aku akan bilang ke temannya.” Tiba-tiba Erwin sudah berdiri di sampingku, menepuk bahuku sambil menenangkan kegundahanku.

Aku tersenyum sambil menganggukkan kepala berulang. Sahabatku satu ini memang sangat perhatian padaku dan aku beruntung punya teman seperti Erwin. Beriringan kami berjalan menuju kelas. Sesekali aku melirik ke arah kelas Ranti di seberang sana.

“Aku suka kamu, Ranti dan hari ini aku akan perbaiki kesalahan bertuturku kemarin. Tunggu saja!!” batinku penuh semangat.

Istirahat tiba dan Erwin tiba-tiba menghilang entah kemana. Katanya tadi sih mau ke kelas Ranti. Sudahlah, aku tak mau ambil pusing. Aku lakukan saja apa yang disarankan Erwin kali ini. Toh, efeknya juga tidak buruk untukku.

Sepanjang pelajaran usai istirahat kedua, aku sangat gelisah. Apa mungkin Ranti mau menerima permintaanku yang disampaikan melalui Erwin tadi? Atau jangan-jangan dia malah menolakku membalas perlakuanku kemarin.

Sialan!! Aku benar-benar tidak bisa fokus kali ini dan itu semua karena makhluk indah di kelas seberang.

Jam pulang sekolah tiba, aku sudah tidak sabar menunggu saat ini. Erwin yang duduk di sebelahku melihat Ranti melalui jendela kemudian sudah bergegas pergi sambil menepuk bahuku.

“Yuk!!”

Aku mengangguk kemudian berjalan mengikuti langkah Erwin menuju parkiran. Entah bagaimana bergemuruhnya hatiku kali ini. Rasanya aku tidak bisa menapakkan kakiku dengan sempurna ke tanah. Aku seperti melayang saja dan itu semua gara-gara gadis manis pujaanku ini.

Erwin tiba-tiba menghentikan langkahnya dan karena aku sibuk melamun langsung menabraknya dari belakang.

“Aduh!!! Kok berhenti sih, Win!!” protesku.

“Tuh, lihat!!” Erwin bicara sambil mengarahkan dagunya ke depan. Refleks mataku mengikuti dagu Erwin dan langsung membisu saat melihat sosok cantik yang sudah berdiri tidak jauh dari tempatku berada.

Sumpah, Tuhan. Kenapa juga dia jadi secantik ini? Apa memang begini yang dirasakan orang yang sedang jatuh cinta? Jakunku naik turun menelan saliva dengan mata yang terus menatapnya tanpa berpaling.

“Buruan, samperin!!!” bisik Erwin membuyarkan lamunanku. Kepalaku mengangguk dengan cepat. Kemudian perlahan aku bergerak mendekat ke arahnya.

“Ranti ... ,” sapaku. Suaraku sangat pelan dan terasa tercekat. Gara-gara kejadian kemarin, aku jadi hati-hati untuk bertutur.

Ranti tidak menjawab hanya menganggukkan kepala. Aku menoleh ke arah Erwin mencoba bertanya apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Erwin hanya melirikku dan dengan bahasa isyarat dia bertutur. Entah karena mendapat mukjizat atau punya cenayang. Aku seakan mengerti apa yang dititahkan Erwin kali ini.

“Kita pulang bareng, yuk!!” Aku kembali bersuara.

Lagi-lagi Ranti tidak menjawab dan hanya menganggukkan kepala saja. Haduh ... padahal bukan ini yang aku harapkan. Apa dia masih marah padaku? Akh ... sudahlah yang pasti aku sudah selangkah lebih maju sekarang.

Perlahan aku mengayuh sepeda keluar dari gerbang parkiran. Ada Ranti yang bersepeda di sampingku. Di depanku ada Erwin yang mendahului dan di belakang kami ada Indy yang mengikuti. Sumpah ini jadi kayak ngiring pengantin saja ceritanya.

“Aku ... mau minta maaf, Ranti.” Aku putuskan membuka percakapan. Ranti tampak terkejut dan menoleh ke arahku. Aku senang melihat mata almond-nya yang indah itu.

“Minta maaf untuk apa?” Aku menghela napas panjang, bersyukur begitu mendengar Ranti bersuara.

“Minta maaf untuk ucapanku kemarin. Aku rasa kamu salah sangka, Ranti.”

Lagi-lagi Ranti terkejut dan kembali menoleh ke arahku. Aku melihatnya lagi dan ada geleyar aneh yang terus menghangatkan tubuhku kali ini.

“Maksudku kita berteman itu bukan berteman biasa, tapi berteman lebih dekat. Aku ingin mengenalmu lebih dekat. Aku ingin kita bisa bareng kayak gini setiap hari. Berangkat dan pulang sekolah, begitu.”

Ranti terdiam, menundukkan kepala tampak sedang mencerna ucapanku. Aku meliriknya dan mengulum senyum saat melihat bibirnya tampak komat kamit dengan gemas.

“Apa kamu mau kalau setiap hari kita bareng kayak gini?” Sekali lagi aku bersuara untuk memastikan jawabannya. Anggap saja ini sebagai kiasan tentang perasaanku padanya.

Ranti terdiam beberapa saat, bahkan menghentikan sepedanya tiba-tiba. Aku mengikuti dan menoleh ke arahnya. Kemudian perlahan Ranti menoleh ke arahku, aku melihatnya. Mata kami saling bertemu dan tanpa berkata, ia sudah mengangguk dengan sebuah senyuman manis di raut cantiknya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
A Slice of Love
273      229     2     
Romance
Kanaya.Pelayan cafe yang lihai dalam membuat cake,dengan kesederhanaannya berhasil merebut hati seorang pelanggan kue.Banyu Pradipta,seorang yang entah bagaimana bisa memiliki rasa pada gadis itu.
Unexpected You
443      314     0     
Romance
Pindah ke Indonesia dari Korea, Abimanyu hanya bertekad untuk belajar, tanpa memedulikan apapun. tapi kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang diinginkannya. kehidupan SMA terlalu membosankan jika hanya dihabiskan untuk belajar saja. sedangkan Renata, belajar rasanya hanya menjadi nomor dua setelah kegemarannya menulis. entah apa yang ia inginkan, menulis adalah pelariannya dari kondisi ke...
Transformers
277      235     0     
Romance
Berubah untuk menjadi yang terbaik di mata orang tercinta, atau menjadi yang selamat dari berbagai masalah?
IMPIAN KELIMA
449      334     3     
Short Story
Fiksi, cerpen
Premium
KLIPING
3192      1579     1     
Romance
KLIPING merupakan sekumpulan cerita pendek dengan berbagai genre Cerita pendek yang ada di sini adalah kisahkisah inspiratif yang sudah pernah ditayangkan di media massa baik cetak maupun digital Ada banyak tema dengan rasa berbedabeda yang dapat dinikmati dari serangkaian cerpen yang ada di sini Sehingga pembaca dapat memilih sendiri bacaan cerpen seperti apa yang ingin dinikmati sesuai dengan s...
Tokoh Dalam Diary (Diary Jompi)
562      415     3     
Short Story
You have a Daily Note called Diary. This is my story of that thing
The Reason
10019      1847     3     
Romance
"Maafkan aku yang tak akan pernah bisa memaafkanmu. Tapi dia benar, yang lalu biarlah berlalu dan dirimu yang pernah hadir dalam hidupku akan menjadi kenangan.." Masa lalu yang bertalian dengan kehidupannya kini, membuat seorang Sean mengalami rasa takut yang ia anggap mustahil. Ketika ketakutannya hilang karena seorang gadis, masa lalu kembali menjerat. Membuatnya nyaris kehilan...
Under a Falling Star
922      544     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Hatimu jinak-jinak merpati
570      380     0     
Short Story
Cerita ini mengisahkan tentang catatan seorang gadis yang terlalu berharap pada seorang pemuda yang selalu memberi kejutan padanya. Saat si gadis berharap lebih ternyata ...
Bifurkasi Rasa
107      92     0     
Romance
Bifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah rasa sesal ini tetap ada, agar aku bisa merasakan kehadiranmu yang telah pergi. --Nara "Kalau suatu saat ada yang bisa mencintai kamu sedal...