Read More >>"> Rumah (Sudah Terbit / Open PO) (Bab 10) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
MENU 0
About Us  

Guntur menyandarkan punggungnya di kursi. Atensinya menatap lekat buku-buku yang berserakan di atas mejanya. Ia sudah terlalu lelah untuk kembali menggambar atau melakukan hand lettering di bagian belakang buku tulisnya. Dua jam ia habiskan untuk mengukir nama saudara-saudaranya di bagian belakang buku tulis bahasa Indonesianya. Ada nama Mas Langit, ada nama Mas Bumi, Mas Bara, Mas Fajar, Bintang, sampai nama penjual cilok langganan Guntur di kantin juga ada. 


Hari ini full jam kosong. Entah kebetulan atau tidak, semua guru yang mengajar di kelasnya hari ini izin karena istri mereka melahirkan. Jadi Guntur berpikir, kalau ia pulang sekarang-pun, guru-guru juga sepertinya tidak akan protes. Iya, guru-guru tidak protes. Mas Bumi nanti yang protes.


Guntur lalu meletakkan dahinya di atas meja. Sekilas melirik ke tempat duduk Jefan, Dika dan Rio yang kosong. Ya, setelah kejadian itu, Mas Bumi langsung melapor ke sekolah atas apa yang terjadi pada Guntur selama satu tahun ini. Entah apa yang terjadi setelah itu, yang Guntur tau, sepertinya mereka bertiga di skors dari sekolah entah berapa lama. Guntur lega. Lega sekali malah. Ia tidak perlu lagi memikirkan bagaimana ia akan menyembunyikan uangnya agar tidak diminta. Atau bagaimana caranya menjelaskan jika uangnya sudah habis agar tidak dipukuli. Guntur jadi bisa jajan cilok Pak Sumali sepuasnya, atau jajan telur gulung cihuy sampai uangnya habis pun tidak masalah. Tapi Guntur jadi kesepian.


Si bontot kembali menenggelamkan kepalanya. Tidak. Buat apa kesepian? Kan di rumah ada yang lainnya. Tak apa sedikit kesepian. Yang penting, perutnya kenyang.


“Tega banget lo, nggak ada nama gue disitu.”


Guntur lalu mendongak, hanya untuk menemukan Gala yang sedang berkerut kening-nya, masih berusaha mencari keberadaan namanya di antara banyaknya nama yang ditulis adik terakhirnya sambil mengorek hidungnya.


“Kelupaan.”


“Tega bener lo nyet, gini-gini tiap pagi lo sarapan gue yang masak ya,” ucap Gala tidak terima.


“Apaan nyet?”


“Monyet.”


“Sialan.”


Guntur menenggelamkan kepalanya. Tidak memedulikan keberadaan Gala yang masih saja berdiri di sampingnya. Gala sendiri juga tidak masalah sebenarnya. Tidak ada kepentingan yang mendesak, hanya saja ia kembali teringat dengan kejadian malam itu. sedikit banyak, Gala merasa khawatir dengan Guntur yang bisa dibilang ‘pendiam’ itu. Atensinya berpusat pada nama Bintang di ujung kanan di dekat nama Pak Sumali. Tadi pagi Mas Bumi bilang mau mengantar Bintang ke sekolah, tapi sampai sekarang, Gala belum bertemu dengan Bintang sama sekali.


“Nyet.”


“Hm.”


“Cie nyaut dipanggil monyet.”


“Diem ih.”


Gala terkekeh melihat Guntur yang tak kunjung mau menatapnya lagi. Jari telunjuknya lalu menoel-noel bahu Guntur yang kemudian di tepis oleh pemiliknya. Gala tidak menyerah. Ia beralih dari sekedar menoel menjadi mengguncang ringan bahu adiknya. sama halnya dengan Guntur, Gala ini juga gabut sebenarnya. Mahatma izin hari ini, dia bilang ada urusan keluarga di rumahnya. Sedangkan Jhonny dan Hardi sedang asyik mangkring di atas pohon mangga belakang sekolah sambil membuat rujak buah mangga muda. Ia tidak pandai memanjat. Terakhir kali ia memanjat, Gala sampai dikerubungi banyak orang di bawah pohon yang meyakinkannya untuk lompat saja. Gala ingat sekali mereka berteriak seperti itu sambil membawa sarung dan kasur lantai.


“Guntur.”


Guntur tak merespon. Malas sekali ia kalau harus merespon manusia seperti kakaknya ini. Sudah menyebalkan, tidak punya uang lagi.


“Guntur.”


Lagi, Guntur tak merespon. Laki-laki itu malah memejamkan matanya alih-alih bangkit untuk menyambut toelan ringan di bahunya.


“Tur-“


“Iya iya gue monyet, puas lo?”


Guntur segera mendongak dan menjawab panggilan orang yang dikiranya adalah Mas Gala-nya. Wajah kesalnya seketika berubah kaku ketika menyadari bahwa bukan Gala yang ada di hadapannya saat ini. Bahkan Gala yang asli saat ini sedang berada di depan pintu untuk menyapa siapapun yang lewat,  menatapnya bingung ketika Guntur tiba-tiba mengatakan bahwa ia monyet.


“E..eh, Gahar… kenapa ya?” tanya Guntur gugup. Harusnya ia tidak melakukan itu, harusnya tadi ia lihat dulu siapa yang memanggilnya. Lagipula kenapa ia tidak sadar bahwa bukan suara Gala yang memanggilnya melainkan suara orang lain?


Alih-alih marah, ketua kelas Guntur itu malah tertawa lebar mendengar ucapan Guntur barusan.


“Maaf ya Gahar, gue kira tadi Mas Gala…” ucap Guntur sambil menunduk. Aduh, jangan lagi. Ia benar-benar takut dirisak gara-gara bilang ia monyet tadi. Guntur sungguh tak siap jika tiba-tiba ada sebuah poster dengan foto Guntur yang bertuliskan monyet terpampang sepanjang koridor. Atau foto Guntur yang tersebar di base SMA mereka dengan sebuah threat bertuliskan kronologi cerita Guntur mengaku dirinya adalah monyet. Masalahnya, Gahar ini termasuk admin juga.


“Biasa aja kali Tur, tegang amat.” Gahar lalu tersenyum melihat Guntur yang mengangguk pelan sambil menatap ke arahnya. Laki-laki asal Bandung itu lalu tertawa melihat Guntur yang masih terlihat kaku bahkan ketika berhadapan dengannya.


“Lo duduk sendirian? Gue boleh gabung nggak?” tanya Gahar sambil menunjuk kursi samping kanan Guntur yang kosong. Guntur mengangguk, sedikit bergeser untuk membiarkan Gahar lebih leluasa duduk di sampingnya. Sedangkan Gahar, bukannya duduk ia malah terkekeh. 


“Em… kalo ga cuma gue boleh?”
Guntur ragu. Ia baru saja keluar dari hubugan tak sehat itu. Memang benar Guntur kesepian, tapi untuk menerima orang baru, Guntur rasa ia belum siap. Guntur lalu melirik ke arah Gala yang masih berdiri di depan pintu, memperhatikan Guntur dari jauh. Tatapan Guntur dibalas anggukan oleh Gala yang kini tersenyum padanya. Membuat Guntur lalu kembali menatap Gahar yang kini menatapnya canggung.


“Boleh…”


Satu kata dari Guntur membuat Gahar seketika tersenyum dan langsung memposisikan dirinya duduk senyaman mungkin di samping Guntur. Laki-laki dengan wajah konyol itu lalu membuka ponselnya. Sepersekian detik kemudian, suara notif terdengar dari ponsel Guntur. 


“Gue masukin lo ke grup kelas ya Tur, nanti kalo ada apa-apa lo chat kita aja,” ucap Gahar. Sedangkan Guntur termenung menatap layar ponselnya yang sudah menampilkan sebuah grup chat dengan banyak ucapan selamat datang dari teman sekelasnya.


“Kenapa ga dari dulu anjir,” ucap Fajar sebelum akhirnya menegak air di gelasnya. Sambal buatan Gala malam ini pedas sekali. Bahkan semua orang di meja makan sudah memerah wajahnya (kecuali Bintang yang punya alergi terhadap panas). Gala sendiri tidak tau bagaimana bisa sambalnya bisa sepedas ini. Padahal seingatnya, ia hanya memasukkan sepuluh cabai di dalamnya.


Hari ini Mas Bumi cuti kerja dan kuliah. Mas Bumi bilang, hari ini mau mencoba menikmati hidup tanpa memikirkan kejaran tugas atau date line kampusnya. Baguslah, semua orang sepertinya tidak keberatan jika Mas Bumi berlibur sebentar. Mas Bumi sudah terlalu banyak bekerja, jadi apa salahnya berlibur sebentar? Tapi ada satu hal yang membuat Gala tidak habis pikir. Memang benar tidak salah berlibur sebentar, tapi masalahnya, Mas Bumi juga lupa ke pasar. Bahan makanan di rumah sudah sangat menipis, bahkan beberapa sudah habis. Jadi mau tidak mau, malam ini mereka hanya akan makan telur dadar dengan sambal terong buatan Gala (bahkan Mas Bumi juga libur memasak).


Guntur menggeleng sambil mengendikkan bahu. Si nomor tujuh itu lalu menenggak habis air di gelas sampai kandas sebelum akhirnya ia mengomentari apa yang Fajar katakan.

“Gahar bilang, mereka nggak berani deketin soalnya gue waktu itu bareng Jefan sama gengnya. Mereka bertiga juga nggak dimasukin grup kok.”


“Ah masa iya?”


Bara menyenggol pelan lengan Fajar yang kini malah cengengesan menampilkan deretan giginya pada Bara yang kini menatapnya tidak penuh arti. Iya, penuh arti kesal, jijik dan geli.


“Yaudah, moga aja temen kali ini nggak jahat lagi,” kali ini Mas Bumi yang angkat bicara. Guntur lalu mengangguk semangat. Semangat sekali malah. Bahkan sampai meja makan di depannya ikut bergoyang seiring ia menganggukkan kepala. Sedangkan Gala tertawa sambil mengangkat piring dan gelasnya. Takut-takut nanti jatuh ketika Guntur lebih kuat menganggukkan kepalanya.


Jeda hening sebentar, Bintang mendorong pelan piringnya yang sudah bersih. Suara dentingan piring kaca Bintang yang bertabrakan suara gelasnya sepertinya sedikit menarik perhatian Gala yang sedang syahdu mencolek sambal buatannya. “Heh, Patrick, lo bolos ye?”


Pertanyaan Gala seketika membuat semua orang di meja makan menghentikan aktivitas makannya. Diam-diam menyimpan tanya dalam pikiran masing-masing. Sedangkan Bintang, bukannya menjawab, si nomor enam itu malah menatap bingung kepada Gala yang kini menunjuknya menggunakan sendok besi di tangannya.

“Ngapa jadi Patrick?” oh, rupanya Bintang lebih merespon ucapan Gala tentang nama panggilannya daripada isi pertanyaannya.


“Kan Patrick Star. Star kan bintang,” ucap Gala sambil memasang wajah sok benar, seperti calon pak RT ketika meyakinkan bahwa kampung mereka akan lebih maju jika memilihnya.


“Beda loh Mas, Patrick bego, Bintang pinter,” ucap Guntur dengan polosnya. Sepersekian detik kemudian meringis ketika Mas Bumi menatapnya dengan tatapan intimidasi. Kira-kira, begini artinya; siapa yang ngajarin manggil nggak pake Mas?


Bara yang masih sibuk mengunyah lalu mengangkat tangannya, memberi isyarat bahwa ia yang akan menimpali ucapan Guntur. “Salah lo Tur, Patrick jenius kali, lo aja yang bego, nggak ngerti jokesnya” ucapnya yang dibalas anggukan oleh Fajar dan Gala. Sedangkan Bintang hanya diam, tidak mengerti apa dan kemana arah pembicaraan mereka. Dan Mas Bumi yang masih syahdu melahap makan malamnya.

“Kok jadi bahas Patrick sih! Heh Aldebaran, lo bolos kan?” tanya Gala sambil menunjuk Bintang sekali lagi. Kali ini dengan ulegan yang ia pakai untuk menguleg terong yang ada di atas cobek.


“Kok jadi gue?” tanya Bara sambil menunjuk dirinya sendiri. Ya, tidak salah juga. Nama Bara kan memang Aldebaran.


“Aldebaran kan nama Bintang Mas,” timpal Guntur sambil menepuk pelan bahu Bara. Sedangkan Bintang masih sibuk memperhatikan interaksi saudara-saudaranya (kecuali Mas Bumi yang saat ini sudah melipir ke kamar mandi sebab kebanyakan sambal) sambil memijat pelan pelipisnya. Guntur, Gala dan Bara masih berdebat tentang nama panggilan Bintang yang di ada-adakan ketika Bintang lebih memilih untuk memainkan ponselnya di kursinya. Bahkan mereka masih berdebat ketika Mas Bumi sudah keluar dari kamar mandi sambil membawa segelas air.


“Udah lah, intinya lo bolos kan?” tanya Gala sambil menunjuk Bintang. Bukan lagi sendok dan ulegan, kini Gala menunjuk Bintang menggunakan pisau yang dipakai untuk memotong terong tadi. Sedangkan Bintang hanya merespon dengan mengendikkan bahunya, membuat Gala menggelengkan kepalanya sambil bertepuk tangan. “Wih, gak nyangka sih gue...” ucapnya.


Bintang mengernyit, melirik kakak kelimanya itu dengan tatapan kesal. “Apa sih? Emang gue bilang iya?”

“Lah tadi, lo diem,” jawab Gala tak mau kalah. “Inget Bintang, diam itu emas.”


“Gak nyambung anjir,” sahut Bintang sambil melempar satu potongan terong yang ada di atas piringnya tadi. Membuat Gala seketika menghindar. Bukannya apa, masalahnya potongan terong itu masih ada sambalnya di bagian kanan.


“Ya gue anggep itu iya.” Gala bersidekap, menatap Bintang dengan tatapan menantang. Sedangkan Guntur, Bara dan Fajar masih sibuk meributkan nama-nama bintang, dan Mas Bumi yang kembali masuk  ke dalam kamar mandi. Sepertinya kebanyakan sambal sih.


“Ya kali gue harus lambai-lambai ke lo setiap gue ketemu lo di sekolah? Cuma biar lo tau gue nggak bolos?” tanya Bintang sambil melambaikan tangannya, bermaksud memberi ilustrasi.


“Kalo gue bilang iya?”


“Udah udah, debat mulu lo pada,”  ucap Bara sambil menumpuk piring-piring kotor yang ada di atas meja. Mengabaikan Guntur yang kini menatap nelangsa sebab makan malamnya di atas piring masih belum habis.


“Dih, yang baru kelar sok-sokan misahin,” cibir Gala sambil menyahut sebotol air dingin di atas meja di depan Guntur. Sekali lagi, mengabaikan Guntur yang menatap nelangsa tangannya yang mengambang di udara sebab hampir menyentuh permukaan botol sebelum di ambil Gala.

Sedangkan Fajar sibuk menahan tawa melihat wajah Guntur yang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.


“Kan gue tadi nggak debat.”


“Terus?” Kali ini bukan Gala yang menjawab, tapi Bintang. Sedangkan Bara sendiri kini sedang tersenyum sangar. Lalu menjawab.


“Adu argumen.”


“PREKETEK!”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Archery Lovers
3998      1855     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
MAMPU
5756      2168     0     
Romance
Cerita ini didedikasikan untuk kalian yang pernah punya teman di masa kecil dan tinggalnya bertetanggaan. Itulah yang dialami oleh Andira, dia punya teman masa kecil yang bernama Anandra. Suatu hari mereka berpisah, tapi kemudian bertemu lagi setelah bertahun-tahun terlewat begitu saja. Mereka bisa saling mengungkapkan rasa rindu, tapi sayang. Anandra salah paham dan menganggap kalau Andira punya...
Teman Hidup
5336      2205     1     
Romance
Dhisti harus bersaing dengan saudara tirinya, Laras, untuk mendapatkan hati Damian, si pemilik kafe A Latte. Dhisti tahu kesempatannya sangat kecil apalagi Damian sangat mencintai Laras. Dhisti tidak menyerah karena ia selalu bertemu Damian di kafe. Dhisti percaya kalau cinta yang menjadi miliknya tidak akan ke mana. Seiring waktu berjalan, rasa cinta Damian bertambah besar pada Laras walau wan...
EPHEMERAL
115      103     2     
Romance
EPHEMERAL berarti tidak ada yang kekal, walaupun begitu akan tetap kubuktikan bahwa janji kita dan cinta kita akan kekal selamanya walaupun nanti kita dipisahkan oleh takdir. Aku paling benci perpisahan tetapi tanpa perpisahan tidak akan pernah adanya pertemuan. Aku dan kamu selamanya.
GAARA
6671      2252     14     
Romance
"Kalau waktu tidak dapat menyembuhkan luka, maka biarkan aku menjadi mentari yang dapat membuat hidupmu bahagia." Genandra Mahavir Aditama, si kutub Utara yang dipaksa untuk mencintai seorang perempuan bernama Akira Magenta Valencia, dalam kurun waktu lima belas hari saja. Genandra diminta agar bersikap baik dan memperlakukan gadis itu sangat spesial, seolah-olah seperti dia juga mencin...
Premium
Titik Kembali
4763      1537     16     
Romance
Demi membantu sebuah keluarga menutupi aib mereka, Bella Sita Hanivia merelakan dirinya menjadi pengantin dari seseorang lelaki yang tidak begitu dikenalnya. Sementara itu, Rama Permana mencoba menerima takdirnya menikahi gadis asing itu. Mereka berjanji akan saling berpisah sampai kekasih dari Rama ditemukan. Akankah mereka berpisah tanpa ada rasa? Apakah sebenarnya alasan Bella rela menghabi...
KSATRIA DAN PERI BIRU
147      124     0     
Fantasy
Aku masih berlari. Dan masih akan terus berlari untuk meninggalkan tempat ini. Tempat ini bukan duniaku. Mereka menyebutnya Whiteland. Aku berbeda dengan para siswa. Mereka tak mengenal lelah menghadapi rintangan, selalu patuh pada perintah alam semesta. Tapi tidak denganku. Lalu bagaimana bisa aku menghadapi Rick? Seorang ksatria tangguh yang tidak terkalahkan. Seorang pria yang tiba-tiba ...
Rekal Rara
10077      3368     0     
Romance
"Kita dipertemukan lewat kejadian saat kau jatuh dari motor, dan di pisahkan lewat kejadian itu juga?" -Rara Gleriska. "Kita di pertemukan oleh semesta, Tapi apakah pertemuan itu hanya untuk sementara?" -Rekal Dirmagja. â–Şâ–Şâ–Ş Awalnya jatuh dari motor, ehh sekarang malah jatuh cinta. Itulah yang di alami oleh Rekal Dirmagja, seorang lelaki yang jatuh cinta kepada wanita bernama Rar...
Premium
Take My Heart, Mr. Doctor!
5408      1725     2     
Romance
Devana Putri Aryan, seorang gadis remaja pelajar kelas 3 SMA. Ia suka sekali membaca novel. Terkadang ia berharap kisah cintanya bisa seindah kisah di novel-novel yang ia baca. Takdir hidupnya mempertemukan Deva dengan seorang lelaki yang senantiasa menjaganya dan selalu jadi obat untuk kesakitannya. Seorang dokter muda tampan bernama Aditya Iqbal Maulana. Dokter Iqbal berusaha keras agar s...
SEMPENA
3246      1112     0     
Fantasy
Menceritakan tentang seorang anak bernama Sempena yang harus meraih harapan dengan sihir-sihir serta keajaiban. Pada akhir cerita kalian akan dikejutkan atas semua perjalanan Sempena ini