Loading...
Logo TinLit
Read Story - Through This Letter (Sudah Terbit / Open PO)
MENU
About Us  

Aku menoleh ke asal suara.

 

 “Kalau mau ayo ke kantin,” ajaknya.

 

 “Ngga usah. Lagi ngga pengen," jawabku baik-baik. Randa pun mengangguk. Bibirnya merapat. Bukannya pergi karena aku sudah menolak ajakannya, tapi dia justru ikut berdiri di sampingku. Seakan bermaksud menemani.

 

 Jujur saja aku adalah orang yang paling sulit membuka percakapan. Kebanyakan memang lawan bicaraku yang selalu memulai, jadinya aku hanya tinggal mengikuti. Masalahnya Randa bukanlah Dinda, Jonathan, atau Eca yang bisa dengan mudah menemukan topik pembicaraan. Bisa-bisa kami berdua terus-terusan membisu padahal sedang berdiri bersebelahan. 

 

 “Oya tadi pagi,” kataku tidak terlalu yakin akan melanjutkan atau tidak, tapi tahu-tahu mulutku langsung memutuskan jawaban secara sepihak, jadi aku langsung berkata, “tadi pagi kenapa lo baris di depan? Gue sampai kaget," lanjutku yang sedetik setelahnya langsung menyesal karena bertanya hal itu. Akan tetapi, sudah telanjur. Masa bodoh dengan topik pembicaraan yang tidak jelas. Yang penting aku ingin mencairkan suasana.

 

 “Kenapa mesti kaget?”

 

 “Soalnya yang gue lihat di awalnya itu Nina, tapi tiba-tiba berubah jadi lo,” jawabku sambil tertawa gugup mengingat apa yang terjadi tadi pagi.

 

 Randa tampak berpikir. “Gue ditegur gara-gara ngobrol di belakang. Jadi gue dipindahin ke depan.”

 

 Tubuhku seolah menyusut. Bahuku melorot. Bodoh jika aku sempat mengharapkan jawaban lebih. Penjelasannya jelas lebih masuk di akal dibanding dengan yang ada dalam imajinasiku. Membuatku kehabisan kata-kata serta ide untuk melanjutkan. 

 

 “Udah?” tanyanya kemudian.

 

 Aku memandang bingung. “Udah apa?”

 

 “Cuma itu yang mau lo tanya?”

 

 “Oh,” tanganku menggaruk leher. “Iya.”

 

 “Boleh gue buat permintaan?” tanyanya menarik perhatianku. 

 

 “Boleh,” jawabku cepat, padahal aku tidak tahu permintaan macam apa yang akan dia minta.

 

  Randa mengubah posisi menjadi bersandar di pinggiran pagar. Agak lama dia melanjutkan. Membuatku bertanya-tanya sekaligus penasaran kira-kira permintaan semacam apa yang dibuat olehnya untukku. Semoga bukan sesuatu yang bisa menusuk perasaanku. 

 

 “Gue mau minta supaya lo tetap percaya sama apa yang ada di pikiran lo sekarang," katanya dan aku mengerjap. "Jangan berubah cuma karena ucapan ataupun perbuatan gue yang ternyata ngga sesuai sama apa yang lo pikirin. Soalnya gue belum bisa terlalu terang-terangan.”

 

 Speechless

 

 Aku dibuatnya dalam keadaan demikian hanya melalui kata-katanya. Menjadikan kami berdua saling memalingkan wajah untuk menyimpan senyum masing-masing. Padahal hatiku sudah melompat-lompat kegirangan.

 

 “Bisa janji ngga?” tanyanya di saat aku masih berusaha menyembunyikan rasa senangku. “Jangan berubah. Janji sama gue,” tuturnya lagi. Menuntut. Tidak sabar karena menunggu responsku yang lama. Dan untuk kali ini Randa sudah memberanikan diri melihatku. 

 

 “O-okay. Janji,” jawabku gugup. Terpaksa ikut melihatnya sambil terus menahan senyum. 

 

 “Boleh gue kasih saran lagi?” 

 

 “Saran apa?” tanyaku balik.

 

 “Senyum yang lo kasih khusus buat gue tadi pagi, gue lebih suka itu," akunya seraya mendekatkan wajahnya yang dihiasi dengan seulas senyuman tipis.

 

 Aku pun tertawa kecil. “Kayaknya ini udah terang-terangan.”

 

 “Belum,” katanya menggelengkan kepala. “Ini belum seberapa.”

 

 Ingin sekali aku segera pergi menjauhi Randa untuk berteriak atau mungkin mencubit pipi sekencang-kencangnya untuk memastikan apa ini mimpi. Bagaimana bisa dia tahu apa yang ada di dalam pikiranku? Jadi ternyata selama ini aku tidak menyimpan perasaan sendiri. Melainkan dia juga membalas perasaanku. Aku merasa lega. Seakan apa yang kuyakini selama ini tidak sia-sia. Memang belum seratus persen terbayarkan, tapi aku yakin Randa adalah tipe orang yang akan dengan segera membayar lunas. 

 

Ya ampun. Aku benar-benar senang.

 

 “Ana, ngapain sendirian? Mau ikut ke kantin ngga? Kayaknya Danu bakal lama. Soalnya dia beli camilan di luar naik motor,” ujar Yogi yang tak lama muncul setelah Randa pergi.

 

 Aku mengaitkan rambutku ke belakang telinga sambil melihat sekeliling.

 

 “Oh, gitu ya,” sahutku berusaha menyembunyikan kecanggunganku, tapi yang ada aku malah salah tingkah. Untung saja Yogi datang di saat aku sudah tidak lagi senyum-senyum sendiri. Bisa-bisa dia menganggapku tidak waras.

 

 Akhirnya aku ikut pergi ke kantin bersama Yogi. Kantin yang buka hanya lantai dasar. Jadi kami harus turun dan baru sampai di pertengahan tangga, sudah terdengar suara-suara ramai. Ada Jonathan, Rangga, Eric, juga Randa. Aku lupa kalau Randa tadi pergi ke kantin. Sekilas aku berpikir. Apakah dirinya akan marah kalau aku pergi bersama lelaki lain? Apalagi sebelumnya dia yang pertama kali mengajakku ke kantin, tapi aku menolaknya. Lantas sekarang dia malah menemukanku pergi dengan Yogi. Saat aku melihatnya pun dia langsung menunduk. Fokus membuka plastik kerupuk. 

 

 “Aduh. Barusan gue liat Danu bawa Nina, sekarang Yogi bawa Ana. Kayaknya habis ini Eca bawa Joy nih,” gerutu Jonathan dimana dirinya langsung mendapat lemparan kulit kacang dari Eric.

 

 “Ngaco. Dibawa ke mana?” 

 

 “Dibawa ke hatiku," ledek Jonathan. “Eca dateng buat nganterin Joy ke gue, maksudnya gitu.”

 

 “Masih aja ngarep lo. Cari yang serius dong,” timpal Rangga sibuk mengaduk bumbu mi goreng agar merata. Wanginya sungguh meresahkan. Membuatku lapar.

 

 “Ini juga udah serius,” aku Jonathan. Padahal aslinya, niat serius pun juga masih nol persen. “Terus, kok Randa tadi ngga bawa siapa-siapa?”

 

 Mendengar itu aku langsung diam di tempat. Yang ditanya Randa tapi aku yang kebingungan. Sampai-sampai Yogi memberikan lagi uangnya pada bapak kantin, karena aku justru termenung saat diminta uang untuk membayar.

 

 “Bawa kok. Setiap hari. Gue bawa di hati," ujar Randa tanpa diduga-duga.

 

 Suasana kantin mendadak sunyi. Bahkan suara kunyahan kacang sampai begitu nyaring terdengar. Sementara aku hanya mampu menarik napas, kemudian langsung mengembuskannya. Melirik pun tidak berani. Seketika merinding sewaktu mendengar Randa mengatakan itu.

 

 “Serius. Randa sakit kayaknya,” celetuk Jonathan menggeser posisi duduknya. Telapak tangannya terulur ke arah dahi Randa. Hendak memeriksa suhu tubuh temannya yang baru saja bicara melantur.

 

 “Bukan sakit lagi. Stres.” Eric menguatkan.

 

 “Minta dilempar siomay dia mah,” timpal Yogi menambahkan di saat siomay pesanannya sudah jadi. Sementara Randa dengan santainya melanjutkan mengunyah kerupuk. Tidak memedulikan celaan orang-orang di sekitarnya.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
GAARA
8349      2553     14     
Romance
"Kalau waktu tidak dapat menyembuhkan luka, maka biarkan aku menjadi mentari yang dapat membuat hidupmu bahagia." Genandra Mahavir Aditama, si kutub Utara yang dipaksa untuk mencintai seorang perempuan bernama Akira Magenta Valencia, dalam kurun waktu lima belas hari saja. Genandra diminta agar bersikap baik dan memperlakukan gadis itu sangat spesial, seolah-olah seperti dia juga mencin...
Mendung (Eccedentesiast)
8304      2167     0     
Romance
Kecewa, terluka adalah hal yang tidak bisa terhindarkan dari kehidupan manusia. Jatuh, terpuruk sampai rasanya tak sanggup lagi untuk bangkit. Perihal kehilangan, kita telah belajar banyak hal. Tentang duka dan tentang takdir yang kuasa. Seiring berjalannya waktu, kita berjalan maju mengikuti arah sang waktu, belajar mencari celah kebahagiaan yang fana. Namun semesta tak pernah memihak k...
Orange Haze
505      352     0     
Mystery
Raksa begitu membenci Senja. Namun, sebuah perjanjian tak tertulis menghubungkan keduanya. Semua bermula di hutan pinus saat menjelang petang. Saat itu hujan. Terdengar gelakan tawa saat riak air berhasil membasahi jas hujan keduanya. Raksa menutup mata, berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. "Mata itu, bukan milik kamu."
Prakerin
7787      2048     14     
Romance
Siapa sih yang nggak kesel kalo gebetan yang udah nempel kaya ketombe —kayanya Anja lupa kalo ketombe bisa aja rontok— dan udah yakin seratus persen sebentar lagi jadi pacar, malah jadian sama orang lain? Kesel kan? Kesel lah! Nah, hal miris inilah yang terjadi sama Anja, si rajin —telat dan bolos— yang nggak mau berangkat prakerin. Alasannya klise, karena takut dapet pembimbing ya...
Dear N
15518      1757     18     
Romance
Dia bukan bad boy, tapi juga bukan good boy. Dia hanya Naufal, laki-laki biasa saja yang mampu mengacak-acak isi hati dan pikiran Adira. Dari cara bicaranya yang khas, hingga senyumannya yang manis mampu membuat dunia Adira hanya terpaku padanya. Dia mungkin tidak setampan most wanted di buku-buku, ataupun setampan dewa yunani. Dia jauh dari kata itu. Dia Naufal Aditya Saputra yang berhasil m...
AUNTUMN GARDENIA
152      132     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...
Teman Berakhir (Pacar) Musuhan
743      455     0     
Romance
Bencana! Ini benar-benar bencana sebagaimana invasi alien ke bumi. Selvi, ya Selvi, sepupu Meka yang centil dan sok imut itu akan tinggal di rumahnya? OH NO! Nyebelin banget sih! Mendengar berita itu Albi sobat kecil Meka malah senyum-senyum senang. Kacau nih! Pokoknya Selvi tidak boleh tinggal lama di rumahnya. Berbagai upaya buat mengusir Selvi pun dilakukan. Kira-kira sukses nggak ya, usa...
Rumah (Sudah Terbit / Open PO)
3695      1402     3     
Inspirational
Ini bukan kisah roman picisan yang berawal dari benci menjadi cinta. Bukan pula kisah geng motor dan antek-anteknya. Ini hanya kisah tentang Surya bersaudara yang tertatih dalam hidupnya. Tentang janji yang diingkari. Penantian yang tak berarti. Persaudaraan yang tak pernah mati. Dan mimpi-mimpi yang dipaksa gugur demi mimpi yang lebih pasti. Ini tentang mereka.
Under The Moonlight
2178      1082     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
One-Week Lover
1835      929     0     
Romance
Walter Hoffman, mahasiswa yang kebosanan saat liburan kuliahnya, mendapati dirinya mengasuh seorang gadis yang entah dari mana saja muncul dan menduduki dirinya. Yang ia tak tahu, adalah fakta bahwa gadis itu bukan manusia, melainkan iblis yang terlempar dari dunia lain setelah bertarung sengit melawan pahlawan dunia lain. Morrigan, gadis bertinggi badan anak SD dengan gigi taring yang lucu, meng...