Loading...
Logo TinLit
Read Story - Through This Letter (Sudah Terbit / Open PO)
MENU
About Us  

“Jeff? Belum pulang?” tanyaku saat berjalan di koridor lantai satu usai mampir dari ruang Paskibra yang terletak di belakang sekolah.

 

 Seperti biasa Jeff tersenyum padaku. Dia memasukkan ponselnya ke dalam saku kemeja seragam. 

 

“Belum. Aku sedang menunggu jemputan. Kamu sendiri?”

 

 Bukannya melanjutkan niatan untuk pulang, aku justru memilih ikut duduk di koridor bersamanya. 

 

“Ini mau pulang, tapi daripada kamu sendirian, aku temani ya.”

 

 Keputusanku untuk menemaninya memang tidak didasari oleh pemikiran yang panjang. Lebih tepatnya berpikir panjang mengenai bagaimana jika ada orang yang melihat kami berdua? Kemudian tercipta gosip yang makin menjadi-jadi di antara aku dan Jeff. Bagaimana jika aku makin disebut sebagai perusak hubungan orang? Karena akhir-akhir ini kedekatanku dengan Jeff sempat dijadikan alasan mengapa dirinya dan Mia putus. Padahal mereka berdua terlihat sangat cocok dan sudah menjalin hubungan hampir satu tahun.

 

 Namun, aku tidak peduli dengan hal kekanak-kanakkan semacam itu. Aku hanya ingin berteman dengan Jeff. Tidak ada yang salah dengan niat baikku itu.

 

 Kami pun berbincang apa adanya. Jeff bertanya padaku apa ekskulku menyenangkan, sebab sewaktu di kelas X dulu, dia sekelas dengan Bowo yang satu ekskul denganku dan Jeff mendengar darinya bahwa Paskibra sangatlah sulit. Mendengar itu aku tertawa. Tidak tahu ingin menjawab apa. 

 

 “Jujur … memang sulit awalnya, tapi sekarang menyenangkan kok,” ungkapku dimana kedua mata lebih mengarah pada sekumpulan anak lelaki yang tengah bermain basket di lapangan. Di waktu pulang sekolah, lapangan memang tidak pernah langsung sepi. Selalu saja ada yang menggunakan.

 

 “Menurutmu, sesuatu yang sulit di awal, apa selalu menyenangkan di akhir?”  tanya Jeff dengan raut wajah yang tampak sedih. Wajahnya menunduk menatap kedua kaki. Belum pernah aku menemukan Jeff murung seperti ini. Biasanya dia selalu ceria dengan caranya sendiri.

 

 Aku berpikir sejenak sebelum menjawab.

 

“Mungkin. Soalnya ada peribahasa yang mengatakan berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Jadi menurutku, kurang lebih itu juga bisa diartikan kalau kamu ingin mendapatkan kesuksesan, kesenangan, kamu harus berjuang menghadapi kesulitannya dulu,” jelasku sebaik mungkin agar Jeff bisa mengerti.

 

 Jeff mengangkat wajahnya. Dia menatapku dengan bibir serta kedua mata yang tersenyum. 

 

“Benarkah? Apa itu ada di buku Bahasa Indonesia? Kelihatannya aku melewatkannya,” ujarnya tertawa. 

 

Lihat. Jeff memang tidak cocok jika dipasangkan dengan wajah yang muram.

 

 “Kamu bisa temukan itu di kamus peribahasa, Jeff.”

 

 “Ternyata aku masih harus banyak belajar. Akan aku minta Ibuku untuk membelikannya.”

 

 Kami berdua pun tertawa. Sekilas kurasa ada seseorang yang melihatku, tapi mungkin hanya perasaanku saja. 

 

 “Ana, apa kamu tahu?” Pertanyaanya menarik perhatianku. “Saat aku pindah ke sini, kupikir aku akan diterima dengan mudah, tapi ternyata aku salah. Selama dua tahun ini aku sudah berusaha, tapi aku rasa aku masih jauh tertinggal. Aku ingin berteman, tapi seperti ada syarat-syarat tertentu yang dimiliki setiap kelompok. Dan sampai sekarang aku tidak menemukan di mana kelompokku.”

 

 Aku bersyukur dia berhenti bicara. Ucapannya barusan terdengar menyedihkan dan memang ada benarnya. Jangankan di ruang lingkup sekolah, di kelas pun sebagian dari kami memang tampak seperti membuat kelompok-kelompok. Mereka mungkin tidak menyadarinya, melainkan orang lain yang melihatlah yang menyadari. Dan bagi orang yang menyadari dirinya tidak memiliki kelompok, di situlah dia akan merasa tertekan akibat merasa sendiri.

 

 Mungkinkah di mata Jeff aku juga termasuk ke dalam orang yang berkelompok itu? Aku tidak berani bertanya.

 

 Jeff belum bicara lagi. Dia justru menatap sekumpulan lelaki yang bermain basket di lapangan. Seolah-olah aku bisa membaca apa yang ada di pikirannya, aku tahu jika saat ini Jeff sedang berpikir, anda saja dia dapat bergabung untuk bermain bersama mereka.

 

 Keberadaanku di sampingnya terasa tidak berguna apabila terus membiarkannya muram seperti ini. Aku harus melakukan sesuatu untuk mengembalikan keceriaannya.

 

 “Jeff, jangan pesimis. Di saat kamu berpikir kalau kamu ngga memiliki kelompok, tanpa kamu sadari mungkin ada kelompok lain yang justru sedang mencari bahkan menanti anggota seperti kamu. Jadi kamu hanya tinggal tunggu waktu dan jangan berhenti berusaha. Karena faktanya ngga ada di dunia ini orang yang benar-benar sendirian.”

 

 Jujur saja aku tidak tahu apa yang lucu dari perkataanku. Namun, anehnya Jeff justru tertawa geli. Aku merasa seperti baru saja menjadi seorang motivator yang gagal.

 

 “Kamu benar, Ana,” katanya setelah akhirnya berhenti tertawa. “Kenapa aku bisa memiliki pikiran menyedihkan seperti itu?”

 

 Aku senang jika ternyata aku tidak gagal. Senang juga bisa membantu dan melihatnya melepas rasa sedih. 

 

 “Tunggu deh. Kamu kan pernah jadi pacarnya Mia, Jeff. Dan banyak dari kita yang sebenarnya sangat mendukung hubungan kalian. Kenapa kamu masih berpikir kamu sendirian?”

 

 Lagi-lagi lengkungan senyumnya berangsur memudar. 

 

“Tapi kenyataannya Mia tidak benar-benar menerimaku,” jawabnya kembali menunduk. 

 

 Ini salah. Tidak seharusnya aku membahas hal yang lalu. Susah payah aku menghilangkan kemurungan Jeff, kini aku pula yang mengembalikannya. Bagaimana lagi caranya aku memperbaiki keadaan? 

 

 Tiba-tiba saja sebuah bola basket bergulir dan berhenti di samping kakiku. 

 

 “Ngga perlu diambil!” seru seseorang dari tengah lapangan sewaktu tanganku baru saja ingin menyentuh bola.

 

 Randa datang dengan kondisi yang sudah bersimbah peluh. Kalung rantainya, serta bulir-bulir keringat di permukaan rambut plontosnya berkilau. Dia mendekat, membungkuk untuk mengambil bola, dan berdiri sejenak tepat di hadapanku. Kedua matanya bergerak secara bergantian melihatku dan Jeff.

 

 “Ternyata emang lo sendiri yang buat masalah," katanya, kemudian pergi tanpa memberi penjelasan lebih.

 

 Sungguh otakku tidak mampu mencari tahu maksud dari ucapannya. Aku hanya terus memperhatikan sosoknya yang tak lagi ikut bermain basket di lapangan. Dia mengambil tas ranselnya yang tergeletak di podium upacara, lalu pergi mengarah keluar gerbang. Saat itu juga tidak sengaja kulihat Eca, Yogi, dan Dino sedang berdiri mengobrol di depan ruang UKS. Entah kenapa mataku cukup lama tertuju pada Yogi, bahkan bibirku sedikit melengkungkan senyuman. Aku tahu dia sempat melihatku, tapi tidak kuduga wajahnya langsung berpaling tanpa membalas senyumku dan mereka pun pulang bersama. 

 

Aneh. Tidak biasanya Yogi bersikap dingin seperti itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
3859      1588     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
EPHEMERAL
137      123     2     
Romance
EPHEMERAL berarti tidak ada yang kekal, walaupun begitu akan tetap kubuktikan bahwa janji kita dan cinta kita akan kekal selamanya walaupun nanti kita dipisahkan oleh takdir. Aku paling benci perpisahan tetapi tanpa perpisahan tidak akan pernah adanya pertemuan. Aku dan kamu selamanya.
To the Bone
203      185     1     
Romance
Di tepi pantai resort Jawel palace Christian mengenakan kemeja putih yang tak di kancing dan celana pendek seperti yang iya kenakan setiap harinya “Aku minta maaf tak dapat lagi membawa mu ke tempat- tempat indah yang ka sukai Sekarang kamu kesepian, dan aku benci itu Sekarang kamu bisa berlari menuju tempat indah itu tanpa aku Atau kamu bisa mencari seseorang pengganti ku. Walaupun tida...
MAMPU
7100      2367     0     
Romance
Cerita ini didedikasikan untuk kalian yang pernah punya teman di masa kecil dan tinggalnya bertetanggaan. Itulah yang dialami oleh Andira, dia punya teman masa kecil yang bernama Anandra. Suatu hari mereka berpisah, tapi kemudian bertemu lagi setelah bertahun-tahun terlewat begitu saja. Mereka bisa saling mengungkapkan rasa rindu, tapi sayang. Anandra salah paham dan menganggap kalau Andira punya...
My Soulmate Coco & Koko
6318      1978     0     
Romance
Menceritakan Isma seorang cewek SMA yang suka dengan hewan lucu yaitu kucing, Di hidupnya, dia benci jika bertemu dengan orang yang bermasalah dengan kucing, hingga suatu saat dia bertemu dengan anak baru di kelasnya yg bernama Koko, seorang cowok yang anti banget sama hewan yang namanya kucing. Akan tetapi mereka diharuskan menjadi satu kelompok saat wali kelas menunjuk mereka untuk menjadi satu...
Prakerin
7787      2048     14     
Romance
Siapa sih yang nggak kesel kalo gebetan yang udah nempel kaya ketombe —kayanya Anja lupa kalo ketombe bisa aja rontok— dan udah yakin seratus persen sebentar lagi jadi pacar, malah jadian sama orang lain? Kesel kan? Kesel lah! Nah, hal miris inilah yang terjadi sama Anja, si rajin —telat dan bolos— yang nggak mau berangkat prakerin. Alasannya klise, karena takut dapet pembimbing ya...
Highschool Romance
2623      1127     8     
Romance
“Bagaikan ISO kamera, hari-hariku yang terasa biasa sekarang mulai dipenuhi cahaya sejak aku menaruh hati padamu.”
Nyanyian Burung di Ufuk Senja
3703      1328     0     
Romance
Perceraian orangtua Salma membuatnya memiliki kebimbangan dalam menentukan suami masa depannya. Ada tiga pria yang menghiasi kehidupannya. Bram, teman Salma dari semenjak SMA. Dia sudah mengejar-ngejar Salma bahkan sampai menyatakan perasaannya. Namun Salma merasa dirinya dan Bram berada di dunia yang berbeda. Pria kedua adalah Bagas. Salma bertemu Bagas di komunitas Pencinta Literasi di kampu...
Memoreset (Sudah Terbit)
3825      1440     2     
Romance
Memoreset adalah sebuah cara agar seluruh ingatan buruk manusia dihilangkan. Melalui Memoreset inilah seorang gadis 15 tahun bernama Nita memberanikan diri untuk kabur dari masa-masa kelamnya, hingga ia tidak sadar melupakan sosok laki-laki bernama Fathir yang menyayanginya. Lalu, setelah sepuluh tahun berlalu dan mereka dipertemukan lagi, apakah yang akan dilakukan keduanya? Akankah Fathir t...
Seharap
7662      2641     2     
Inspirational
Tisha tidak pernah menyangka, keberaniannya menyanggupi tantangan dari sang kakak untuk mendekati seorang pengunjung setia perpustakaan akan menyeretnya pada sebuah hubungan yang meresahkan. Segala kepasifan dan keteraturan Tisha terusik. Dia yang terbiasa menyendiri dalam sepi harus terlibat berbagai aktivitas sosial yang selama ini sangat dihindari. Akankah Tisha bisa melepaskan diri dan ...