Loading...
Logo TinLit
Read Story - Through This Letter (Sudah Terbit / Open PO)
MENU
About Us  

Kejadian itu terjadi sangat cepat. Yang kutahu setelahnya adalah aku jatuh terjengkang dengan rasa nyeri luar biasa pada tulang ekor juga bagian pipi sebelah kanan. Rasanya seperti membengkak, panas, dan berdenyut-denyut. Pandanganku pun buyar. Telingaku hanya mendengar suara lantang Dinda yang memanggil namaku, bersamaan dengan tubuhku yang perlahan terangkat.

Hari ini aku benar-benar sangat sial. Tertabrak orang hingga jus yang belum diminum tumpah mengenai pakaian dan sekarang pipi tak sengaja tertampar permukaan bola basket. Lemparan Joy ternyata kuat juga. Beruntung rahangku tidak bergeser akibat lemparannya.

Sekarang aku sudah berada di ruang UKS. Sebenarnya tidak perlu diperlakukan sampai segininya, hanya saja Dinda memaksa. Menjadikanku seperti orang yang terasingkan. Duduk seorang diri sambil mengompres pipi kananku yang memerah saat kulihat di cermin. Setiap kali mencoba digerakkan atau disentuh dengan jari, tetap tidak kurasakan apa-apa. Mendadak mati rasa. Bagaimana ini? 

Suara engsel pintu menarik perhatianku. Sosok Yogi muncul dari balik pintu.

“Gimana? Udah baikan?” tanyanya mendekat. Kepalaku bergeleng menandakan bahwa belum cukup baik. “Sebenarnya ada semacam obat krim, tapi kebetulan banget lagi abis dan anak PMR belum beli.”

Aku ingat sekarang. Yogi adalah ketua PMR sewaktu kelas XI. Tidak heran jika dia begitu perhatian pada orang yang sakit. 

“Ngga apa-apa kok. Dikompres pakai es batu juga udah cukup. Tapi udah mau abis juga.”

“Oke kalau gitu gue ambil es batunya lagi. Tunggu ya,” ujar Yogi pergi dengan cekatan.

“Eh, Yogi—”  

Dia tidak mendengar panggilanku. Seharusnya tidak perlu dia yang berlari keluar. Aku sendiri bisa melakukannya, karena yang sakit bukan kakiku, jadi aku masih bisa berjalan. Aku tidak ingin merepotkannya. Apa mungkin Yogi masih merasa bersalah atas kejadian jus tadi, makanya sekarang dia berusaha bersikap baik padaku? 

“Anaa!” jerit seseorang yang tiba-tiba muncul dari luar ruang UKS. Yogi lupa menutup pintunya, jadi Joy seenaknya masuk tanpa mengetuk pintu. Membuatku kaget. “Ana maaf yaa. Gue ngga sengaja. Aduh pipi lo jadi merah gini. Gimana nih?” tanyanya panik.

Meski terkadang gengnya sedikit menyebalkan, tapi Joy lah yang paling baik dan perhatian di antara dua orang yang lain. Dia yang paling manis juga. 

“Ngga apa-apa, Joy. Tenang aja nanti juga ilang.”

“Ih, tapi gue tetep ngerasa ngga enak. Nih gue bawain minuman dingin,” ujarnya menyodorkan sebotol minuman kopi dingin untukku.

Dahiku mengernyit. Memikirkan bagaimana aku harus menolaknya. 

“Kalau gue terima minumannya, apa lo bakal berhenti ngerasa salah? Soalnya gue ngga suka kopi. Jadi kalau gue terima pun, yah, udah bisa dibilang effort buat gue.”

“Loh, kata Randa lo suka kopi. Ah ngeselin Randa bohongin gue,” gerutunya memberengut. Perempuan yang satu ini memang mudah dikerjai.

“Lagian kenapa lo tanya Randa? Dia ngga bakal tau apa yang gue suka.”

“Ah iya bener juga.”

“Yaudah sini gue terima. Makasih ya.”

Secercah senyuman langsung menghiasi bibir Joy. 

“Ana emang paling baik deh. Tenang aja lo tetep cantik kok,” akunya senang sekaligus memancingku untuk tertawa. Perempuan sepertiku masih saja mendapat rayuan.

“Tetep aja ngga secantik lo,” balasku.

“Ooh kalau itu sih pasti,” balasnya berseri-seri. “Yaudah gue pergi ya. Get well soon.” Joy memberikan kiss bye padaku.

Aku harus bersyukur bahwa yang membuatku celaka adalah Joy, bukan Bella. Jika ternyata benar perempuan itu, tentu aku yang akan disalahkan atas musibah ini dan tidak akan ada bagian dimana dia meminta maaf ataupun menjengukku seperti yang dilakukan Joy.

Tunggu. 

Apa susahnya sih menutup pintu? 

Sama seperti Yogi, Joy juga pergi meninggalkan ruang UKS tanpa menutup kembali pintunya. Risi rasanya jika setiap kali orang berlalu lalang di koridor, kemudian mereka menyempatkan diri menoleh ke dalam ruang UKS, dan melihatku berada di dalamnya. Serasa ada bagian dari tubuhku yang terbuka dan kubiarkan saja dilihat banyak orang.

Saat aku berdiri di ambang pintu, terlihat sudah giliran anak lelaki yang bermain basket. Dinda dan anak perempuan lainnya tampak sedang istirahat di kantin. Dan kelihatannya, Dinda sedang mengobrol dengan Joy perihal insiden tadi. Perempuan itu memang sudah seperti bodyguard-ku. Aku sangat berterima kasih memiliki sahabat seperti Dinda.

Setelah puas melihat-lihat, kutarik gagang pintu dengan maksud ingin menutupnya, tapi tiba-tiba saja tertahan oleh cengkeraman tangan yang muncul dari balik pintu. Perlahan pintu pun kembali terbuka, diikuti dengan sosok Randa yang menampakkan diri. Dia muncul dengan membawa baskom aluminium berisi beberapa bongkah es batu.

“Apa lo ngga mau izinin gue masuk?”

Tubuhku refleks meminggir ketika sadar jika aku berdiri mengadang jalan, lalu kembali menutup pintu saat Randa sudah masuk ke dalam. 

Sorry, niatnya tadi cuma mau tutup pintu. Soalnya agak risi aja kalau kebuka. Gue ngga tau kalau lo mau ke sini.”

“Santai aja. Tapi apa malah ngga aneh?"

“Aneh kenapa?” balasku bingung.

“Lo malah tutup pintu di saat cuma ada kita berdua di sini. Apa situasi begini ngga lebih buat lo ngerasa risi?” tanyanya menatapku. Sesaat kupikir yang dikatakan Randa ada benarnya. Namun, mustahil. Memangnya dia mau melakukan apa? 

“Apa es itu buat gue?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. Sekilas kulihat Randa menarik satu sudut bibirnya dan meletakkan baskom di atas meja obat-obatan.

“Yogi minta tolong ke gue buat bawain ini, soalnya sekarang giliran timnya main.”

Aku mengangguk-angguk paham. Mengambil alih baskom itu dan memindahkannya ke atas meja yang tak jauh dari tempat tidur. Memasukkan satu per satu es ke dalam kantong kompres.

“Oya, kopi ini buat lo aja,” ujarku memberikan minuman kopi tadi pada Randa. “Dari Joy. Kebetulan gue ngga suka kopi, jadi sayang kalau ngga diminum,” tuturku lebih memberi penekanan saat menyebut nama Joy. Sengaja agar Randa tahu bahwa kopi inilah yang merupakan usulan darinya.

Tanpa membahas apa pun, dia mengambilnya. 

“Udah, ‘kan? Ngga ada yang lain?” tanyanya langsung membuka tutup botol dan meminumnya dengan santai.

“Udah kok. Makasih banyak. Jangan lupa tutup pintunya.”

Memang setelah itu aku tidak melihatnya lagi, karena sedang fokus dengan aktivitasku sendiri. Hanya saja aku tahu kalau Randa sudah berbalik pergi. Setelah kantong kompres penuh dengan batu es, aku kembali duduk di atas tempat tidur. Dan rupanya, sejak tadi Randa masih berdiri di ambang pintu.

“Mau gue bawain jus mangga?” tanyanya menawarkan diri.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
1'
4285      1423     5     
Romance
Apa yang kamu tahu tentang jatuh cinta? Setiap kali ada kesempatan, kau akan diam-diam melihatnya. Tertawa cekikikan melihat tingkah konyolnya. Atau bahkan, kau diam-diam mempersiapkan kata-kata indah untuk diungkapkan. Walau, aku yakin kalian pasti malu untuk mengakui. Iya, itu jarak yang dekat. Bisa kau bayangkan, jarak jauh berpuluh-puluh mil dan kau hanya satu kali bertemu. Satu kese...
Tulus Paling Serius
9746      1055     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?
Asoy Geboy
5927      1646     2     
Inspirational
Namanya Geboy, motonya Asoy, tapi hidupnya? Mlehoy! Nggak lengkap rasanya kalau Boy belum dibandingkan dengan Randu, sepupu sekaligus musuh bebuyutannya dari kecil. Setiap hari, ada saja kelebihan cowok itu yang dibicarakan papanya di meja makan. Satu-satunya hal yang bisa Boy banggakan adalah kedudukannya sebagai Ketua Geng Senter. Tapi, siapa sangka? Lomba Kompetensi Siswa yang menjadi p...
Seharap
7658      2641     2     
Inspirational
Tisha tidak pernah menyangka, keberaniannya menyanggupi tantangan dari sang kakak untuk mendekati seorang pengunjung setia perpustakaan akan menyeretnya pada sebuah hubungan yang meresahkan. Segala kepasifan dan keteraturan Tisha terusik. Dia yang terbiasa menyendiri dalam sepi harus terlibat berbagai aktivitas sosial yang selama ini sangat dihindari. Akankah Tisha bisa melepaskan diri dan ...
Of Girls and Glory
4101      1640     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
Gunay and His Broken Life
8150      2469     0     
Romance
Hidup Gunay adalah kakaknya. Kakaknya adalah hidup Gunay. Pemuda malang ini telah ditinggal ibunya sejak kecil yang membuatnya secara naluri menganggap kakaknya adalah pengganti sosok ibu baginya. Hidupnya begitu bergantung pada gadis itu. Mulai dari ia bangun tidur, hingga kembali lagi ke tempat tidur yang keluar dari mulutnya hanyalah "kakak, kakak, dan kakak" Sampai memberi makan ikan...
AUNTUMN GARDENIA
152      132     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...
RIUH RENJANA
513      372     0     
Romance
Berisiknya Rindu membuat tidak tenang. Jarak ada hanya agar kita tau bahwa rindu itu nyata. Mari bertemu kembali untuk membayar hari-hari lalu yang penuh Renjana. "Riuhnya Renjana membuat Bumantara menyetujui" "Mari berjanji abadi" "Amerta?"eh
Aku baik-baik saja ¿?
3708      1381     2     
Inspirational
Kayla dituntut keadaan untuk menjadi wanita tangguh tanpa harus mengeluh, kisah rumit dimulai sejak ia datang ke pesantren untuk menjadi santri, usianya yang belum genap 17 tahun membuat anak perempuan pertama ini merasa banyak amanah yang dipikul. kabar tentang keluarganya yang mulai berantakan membuat Kayla semakin yakin bahwa dunianya sedang tidak baik-baik saja, ditambah dengan kisah persaha...
Jelek? Siapa takut!
3442      1472     0     
Fantasy
"Gue sumpahin lo jatuh cinta sama cewek jelek, buruk rupa, sekaligus bodoh!" Sok polos, tukang bully, dan naif. Kalau ditanya emang ada cewek kayak gitu? Jawabannya ada! Aine namanya. Di anugerahi wajah yang terpahat hampir sempurna membuat tingkat kepercayaan diri gadis itu melampaui batas kesombongannya. Walau dikenal jomblo abadi di dunia nyata, tapi diam-diam Aine mempunyai seorang pac...