Halo semua ... perkenalin gue adalah seorang laki-laki yang ketus, penuh rahasia, puitis, dimana cerita cinta remajanya sempat booming selama belasan tahun dan sempat ditunggu banget kelanjutannya. Sekarang ini gue mau cerita tentang masa-masa pacaran gue dengan seorang cewek yang jadi first-sight gue di SMA. Tepatnya waktu ngejalanin masa-masa MOS .....
“....”
Kefokusan dan keheningan kami mendadak buyar ketika Jeff mendadak berhenti membaca tanpa sebab. Padahal mata juga telinga kami sudah terpaku padanya, menunggu kelanjutan cerita. Hingga akhirnya suara entakan mengambil alih perhatian dan itu berasal dari Jonathan.
“Dasar bule, cepet lanjutin!”
“Jo …,” protesku pelan.
“Jojo dengerin Ana, Jo,” celetuk Eca dan sedetik kemudian dia pun langsung cengengesan. Bertingkah seperti meminta ampun saat salah seorang teman di sebelahnya menyikut pinggangnya.
“Aduh, kok lo masih diem aja sih?” tanya Jonathan kembali. Entah dia gemas atau kesal, kami tidak tahu, karena di mata Jonathan apa pun yang dilakukan Jeff selalu salah.
Jujur saja Jonathan memang tampan, tapi sayang tidak setampan sifat dan sikapnya. Terkadang dia menyenangkan, terkadang pula menyebalkan. Selalu saja bertingkah dan bicara seenaknya. Berlagak layaknya lelaki paling dikenal di antero sekolah. Aku cukup lega karena tidak terlalu antusias menyukainya seperti kebanyakan perempuan. Bagiku, sempat menaruh hati pada Jonathan ketika kelas X dulu adalah sebuah kesalahan. Maka dari itu, sekaranglah waktunya untukku membayar kesalahan itu dengan menyukai seseorang yang tepat dan aku selalu berharap dialah orang yang tepat.
Kulihat Jeff merapatkan bibirnya.
“Maaf, semuanya. Maaf sekali, tapi … MOS itu apa?”
“Astaga,” keluh Jonathan membenamkan wajahnya ke dalam dua telapak tangan.
Serentak kami yang berperan sebagai penonton sekaligus pendengar langsung menghela napas panjang. Mengeluh. Ada juga yang mengelus dada, seolah memberi nasihat pada diri sendiri agar tetap sabar menghadapi ketidaktahuan Jeff untuk yang terakhir kali. Bahkan kepalaku pun ikut bergeleng pelan sembari tersenyum melihat kepolosannya yang tidak pernah habis.
“MOS itu singkatan dari Masa Orientasi Siswa. Semacam kegiatan pengenalan lingkungan sekolah untuk siswa baru, Jeff. Kalau itu kamu tahu, 'kan?” jelasku membantu.
"Iya. Aku tahu. Cuma tidak tahu sebutan lainnya," balas Jeff mengangguk paham seraya membalas senyumanku.
Aku dan Jeff memang dikenal dekat. Banyak orang yang mengatakan jika aku adalah babysitter atau penerjemah khusus untuk Jeff, karena hanya aku yang selalu begitu sabar meladeninya. Sampai akhirnya kedekatan kami menjadi awal munculnya gosip bahwa akulah perempuan yang menyebabkan hubungan Jeff dan Mia tidak berlanjut. Namun, gosip itu sudah lama terbawa angin. Orang-orang kini sudah terbiasa dengan apa yang terjadi padaku dan Jeff. Mereka sudah tahu bahwa perhatianku padanya hanya sekadar untuk membantunya beradaptasi di sekolah dan hubungan kami juga hanya sebatas teman.
“Duh, Ana ... jangan terlalu perhatian. Awas nanti ada yang cemburu,” celetuk seseorang dari bagian kananku. Si perempuan berambut ikal, Oni. Leoni lebih tepatnya, tapi kami sudah biasa memanggilnya cukup dengan Oni.
Sialnya, celetukan Oni barusan berhasil membuatku tak bisa berkutik.
“Hei, Danu. Kapan selesainya kalau banyak yang ngomong?” protes Randa yang akhirnya membuka mulut.
Menerima komentar Randa, Danu pun mengangkat tangan. Menghentikan kicauan-kicauan penghambat berlangsungnya acara.
“Guys, stop dulu ya. Ayo lanjutin, Jeff.”
“Okay.”
Kalian mungkin ngga terlalu tau siapa cewek ini. Dia ngga seterkenal gue.
“Bukan gue. Serius.”
Jonathan segera mengklarifikasi tepat di saat mataku bergerak ke arahnya. Dan kenyataannya, tidak hanya aku. Kami semua secara serentak langsung menoleh padanya, sebab pemikiran kami sama. Siapa lagi lelaki yang sangat percaya diri mengatakan bahwa dirinya begitu terkenal, kalau bukan Jonathan?
Sebenernya dia biasa aja. Ngga cantik juga. Tapi ngga tau kenapa, gue suka. Gue mulai ngerasa kami berdua jodoh, waktu tau kalau kami ternyata masuk di kelompok yang sama selama MOS. Dari situ deh dimulai. Seneng, sedih, dan capek bareng. Sampai akhirnya gue ngerasa udah suka bangetlah sama dia. Perasaan gue waktu itu tuh ya, udah kayak berlayar naik perahu!
“Naik perahu bukannya buat mabok ya?” celetuk Joy dimana setelahnya langsung menutup mulut dengan kedua tangan. Bola mata besarnya bergulir memandangi tiap-tiap dari kami yang memandangnya balik.
“Mulut lo gue lakban ya.”
“Apa sih Dinda dari tadi marah-marah terus,” balas Joy dengan bibir yang mengerucut. Sementara aku hanya bisa mengelus punggung Dinda untuk menenangkan emosinya.
Sayangnya dia agak cuek gitu. Gue deketin, dia malah ngejauh. Banyak cara gue lakuin, tapi kayaknya ngga meaning di mata dia. Sampai akhirnya gue tau kalau ada cowok lain yang juga suka sama dia, saingan lah gue. Gue harus berantem sama tuh cowok buat perjuangin dia (yang kalau gue pikir-pikir sekarang, ngga mutu juga. Ngapain gitu dulu sampai rela berantem kayak gitu ckck). Padahal gue tau pasti dia bakal lebih milih gue, soalnya radar cinta gue kuat banget! Dan pasti bakal langsung dirasa sekaligus ditemuin sama dia.
“Lebay nih.”
"Yakin bukan lo, Jo?"
"Ya coba aja tebak," cetus Jonathan santai.
“Maksudnya apa sih?” timpal Eca sambil garuk-garuk kepala. Tidak mengerti dengan cerita yang sedang disampaikan.
Meluangkan waktu sedetik untuk melihat Eca, membuatku kembali melihat dirinya. Semakin lama memperhatikannya, semakin meredup pula suara Jeff. Sampai tidak terdengar lagi di telinga. Hingga akhirnya cerita yang dibacanya tidak tertangkap lagi olehku.
“Lo udah tau siapa orangnya?” bisikan Dinda berhasil menyadarkanku dari lelapnya lamunan.
Aku menggeleng, karena memang kenyataannya aku tidak mendengar cerita Jeff dengan baik. Kata kunci atau apa pun itu yang mengarah pada nama dari para tokoh-tokohnya juga belum berhasil aku temukan. Aku justru diam-diam mengambil waktu untuk melamun sekaligus memandang lelaki lain di seberang sana. Memandang sembari mencoba menyusun cerita sendiri. Merangkai kembali rentetan kisah yang pernah kualami dengannya.