Gil membelalakkan kedua matanya. Ia sangat terkejut ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan. Ia memang sudah merasakan suatu firasat dengan Luke, tetapi ia tidak menyangka benar-benar seperti ini.
Banyak spekulasi bermunculan dalam pikirannya. Bagaimana mungkin—bagaimana mungkin dia bisa mengetahui hal tersebut? Apakah dia benar-benar Vince?
Luke tersenyum semakin lebar. Umumnya, bila orang yang tidak berhubungan dengan hal itu, akan bertanya kembali dan menganggapnya aneh. Luke pernah mencoba seperti itu kepada orang lain, dan tidak mendapat hasil yang baik. Namun dengan reaksi teman sekelasnya ini, ia yakin bahwa Gil adalah kawannya sejak 7 kehidupan yang lalu. Lagipula namanya mirip dengan kehidupannya yang terakhir kali. Luke sangat senang karena dia dengan mudah menemukannya.
“Apakah kamu Gilbert yang memiliki jiwa pertama bernama Ray?”
Gil benar-benar terguncang, perasaan rindu mulai menjalari tubuhnya dan membuat sensasi aneh. Pupilnya bergetar karena emosi yang menyeruak. Gil tidak menyangka tebakannya selama ini benar.
“Vince…?”
“Hehehe senang bertemu denganmu kembali, Ray. Aku senang melihatmu dalam keadaan sehat. Kamu bodoh sekali, jangan pernah pergi tiba-tiba dengan cara seperti itu. Aku dan Selene sangat sedih mengetahui keadaanmu di kehidupan kemarin. Tapi aku senang bertemu denganmu dalam lini masa ini.”
Gil menjadi emosional sekarang. Kedua matanya memanas dan ia ingin menangis. Namun ia sadar ia masih di sekolah sekarang dan masih banyak orang berlalu-lalang. Bila mereka melihatnya menangis, mereka pasti akan berpikiran aneh. Seorang anak SMA berbadan tinggi menangis, terutama dengan Luke yang masih sibuk tersenyum di hadapannya.
“Jangan nangis, dong Gil. Ah, sifat cengengmu itu tidak pernah berubah, ya.”
“Diam!” seru Gil. Ia tidak sungguhan berteriak seperti itu, sih. Namun malu karena hal itulah yang paling diingat Vince sedari dulu.
“Kamu sudah melewati semuanya, kan? Dewa memberimu kesempatan dan Eros tidak akan mencampuri urusanmu lagi.”
“Ya, dia sudah tidak akan menembakkan panahnya lagi kepadaku.”
“Baguslah.”
Mereka terdiam beberapa saat. Hening menjalar diantara mereka, tetapi bukan hening yang canggung atau mencekam. Walaupun hujan namun terasa hangat karena keberadaan satu sama lain. Hal itulah yang membedakan bagaimana bersama dengan orang yang akrab dengan kita. Kita merasa nyaman dan tidak terganggu, bila hening tidak perlu merasa canggung dan repot untuk mencari topik. Karena kita tahu sifatnya dan paham mengenai keberadaannya.
“Gil… Aku minta maaf, ya.”
“Hm?” Gil merasa Luke beringsut mendekat padanya, seperti ingin mengatakan sesuatu. Luke menarik Gil pergi ke bagian yang cukup sepi. Gil akan mendengarkan apa yang Vince ingin bicarakan kepadanya.
“Aku dulu memaksamu untuk menerima Patricia. Aku pikir kamu benar-benar tidak ingin karena takut dan… tidak ingin melangkah maju. Aku sudah menekankan bahwa kamu keluargaku bukan pelayanku. Kamu berhak menentukan hidupmu.
Jadi mencintai itu adalah salah satu yang dapat dicoba dalam hidup dan Eros sudah membantumu. Aku pikir begitu. Namun aku malah terus menggoda dan memaksamu tanpa memikirkan kemungkinan lainnya.
Maaf juga karena … Um aku merasa ini terlalu percaya diri. Namun, kamu tahu bahwa aku terikat dengan Alice. Entah apa yang dipikirkan Eros berbuat seperti itu. Aku senang, sih terus terikat dengan Alice, aku mencintainya—"
Oke—Gil merasa tercekat mendengar pengakuan itu. Gil memang selalu melihat mereka bersama. Gil menghabiskan banyak masa kanak-kanak dan remaja dengan mereka berdua. Vince dan Alice yang begitu akrab, nyaman dan cocok bersama. Mungkin mereka memang saling menyukai, tetapi kalau soal cinta… Gil tidak menyangka mendengar hal semacam itu dari Vince.
“—namun kau tahu, aku hanya membuatmu susah.” Lanjutan perkataan Luke membuatnya tersadar kembali. “Kau menerima perlakuan tidak wajar Eros selagi melihat aku dan Alice yang mendapat panah emas Eros. Aku merasa kau pasti kesal… Aku belum mengerti dirimu dan maaf aku belum menjadi teman yang baik.”
Gil tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Ini hari pertama ia bersekolah dan sudah menerima fakta yang membuat emosinya bergejolak. Gil mengusap wajahnya dan mendesah.
“Itu bukan salahmu, Vince…” Gil memanggil dengan nama pertamanya. “Aku tidak pernah berpikiran seperti itu. Aku memang cukup kesal karena terus dipaksa untuk mencintai, tetapi bukan kesal padamu. Aku kesal pada Eros, pada diriku. Mengapa aku harus menurutinya sementara aku tidak merasa apapun.
Aku juga tidak menyesal berteman dengan Alice. Aku dan ia memang sering adu mulut dan ia terkadang berkelakuan gak jelas. Selalu tiba-tiba menantangku. T-Tapi dia teman … yang baik, aku … senang bertemu dengannya.”
“Ahh Gil malu-malu mengungkapkan perasaannya pada Alice~”
“Kau cemburu, kan!”
“Tidak mungkin! Jangan mengalihkan ejekanku!”
“Aneh.”
Luke menyambar lagi. “Tapi aku belum bertemu dengannya…” Luke menunduk lesu.
“Ha?”
“Iya aku belum bertemu dengan Alice huhuu.. Kamu juga belum bertemu dengan Maria, kan? Nahh, mari kita mencari pujaan hati kita bersama~!!” seru Luke sambil merangkul Gil.
Mereka bergulat dan beradu mulut beberapa menit. Sampai Gil menangkap pemandangan mobil sang kakak yang tiba di depan gedung mereka. Sang kakak Dean membunyikan klakson mobilnya untuk memberi kode pada Gil.
Gil menoleh untuk bertanya pada Luke. “Kamu yakin dijemput? Tidak mau ikut saja?”
“Aku masih menunggu ayahku.”
“Ya sudah, aku pergi dulu.” Gil mengucap salam sebelum berlari menerobos hujan menuju mobil.
Sesampainya di dalam mobil Dean memberi handuk dan menanyakan kabarnya. Dean juga bertanya mengenai Luke yang ia liat tampak berbicara akrab dengan adiknya.
“Teman akrabmu, kah Gil? Tadi kakak lihat kamu dekat dengan dia, tapi kakak belum pernah melihat dia.”
Nah, Gil bingung harus menjawab apa. Jawaban jujurnya adalah ‘ia teman dekat dari 7 kehidupan lalu, kak’. Namun Gil hanya menjawab seadanya “Hm iya kak.”
“Siapa yang menjemputnya? Dia tidak mau ikut kita saja?”
“Dia tidak apa-apa. Ayahnya akan menjemputnya.”
“Ohh oke baiklah.”
Dean mengangguk-angguk mengerti akan perkataan adiknya. Ia mengemudikan mobil dan mereka pulang ke rumah.