Gilbert pada pada kehidupan kedua memang tidak merasa apapun intensi Maria saat itu. Ia hanya berpikir Maria hanya berlaku baik karena ia adalah pelayan dari temannya. Namun setelah itu, ia bertemu dengan entitas unik, pada kehidupan selanjutnya.
Awalnya ia benar-benar tidak tahu sedang berada dimana ia sekarang. Tempat yang serupa berada di atas awan dan memiliki hawa yang begitu asing. Terdapat singgasana besar dihadapannya dengan sesosok pria duduk diatas singgasana tersebut. Ia bertemu dengan pria yang memiliki rambut pendek dan wajah yang sangat tampan.
Memang sedikit aneh mengalami pengalaman seperti ini. Namun, di dunia yang masih memiliki sihir, Gilbert tidak merasa tidak perlu merisaukannya. Sihir dapat mengubah sesuatu menjadi mengagumkan dan dapat juga merusak apa yang sudah ada. Mungkin saja ada orang yang berniat untuk melakukan hal buruk padanya dengan sihir seperti ini. Walaupun Gilbert tidak tahu sihir apa ini.
“Aku adalah Eros, putra Aphrodite. Dewa yang kalian kenal sebagai dewa cinta dan nafsu seksual. Sesuai dengan namaku, aku akan membantumu menemukan takdir bagimu. Panahku tidak akan pernah meleset.” Seperti itulah perkenalan singkat Eros sang dewa kepada Gilbert saat itu.
“Aku adalah dewa yang mengawasi anak manusia dari atas langit, tetapi aku juga dapat berkunjung langsung menemui yang terpilih. Kemampuan berkomunikasi langsung dengan para dewa seperti ini sebetulnya selalu diberikan kepada Priest, tetapi memang ada beberapa manusia yang didatangi langsung oleh kehendak dewa. Aku mendatangimu karena aku tertarik dengan kisahmu.
“Aku juga sudah menembakkan panah kepada seseorang yang akan menjadi soulmate bagimu. Sekarang aku hanya perlu menembakkan panah satunya padamu,” jelas dewa yang bernama Eros tersebut.
Gilbert sebenarnya masih bingung saat itu, tetapi Eros tidak memberikan penjelasan lebih lanjut kepadanya. Ia tiba-tiba merasakan seperti ada sesuatu yang menembus dadanya.
Gilbert agak sedikit terhuyung karena gaya yang diberikan sesuatu tak kasat mata tersebut. Hanya sedikit nyeri memang, tetapi Gilbert masih tidak mengerti. Ia hanya melihat seringai tampan Eros sebelum ia kembali ke dunia mimpi absurdnya yang lain.
-
Gilbert tersadar lagi dari ingatannya seputar kehidupan lampaunya. Di sebelahnya masih ada Patricia yang menatapnya. Raut wajahnya juga seperti baru saja melihat sesuatu.
“Gil, apa kau juga melihatnya?” tanya Patricia.
Gilbert hanya mengangguk pelan. Sejujurnya ia juga tidak mengerti apa yang ia alami selama beberapa hari ini. Apa yang Eros coba sampaikan padanya? Apakah ia begitu marah karena terakhir kali ia membahas hal tersebut?
Namun, mengapa tampaknya Patricia juga mengalami hal yang serupa dengannya? Mengapa gadis ini juga terseret kepada masalah yang ia buat sendiri? Apakah ini salah satu cara Eros mendekatkannya pada gadis ini? Begitu banyak pertanyaan yang memenuhi pikiran Gilbert saat ini.
“Patricia, apakah Eros tetap menemuimu dalam beberapa hari ini?” Gilbert mencoba bertanya pada gadis itu.
Patricia menggeleng.
Gilbert menghela napas panjang. Sudah pasti Eros mengamuk padanya dan melibatkan Patricia. Juga, mungkin ini adalah salah satu cara Eros untuk balas dendam dan memaksanya. Benar-benar, apakah semua dewa akan gigih dan pemaksa seperti Eros.
“Gil, sepertinya Eros mencoba mendekatkan kita, deh.” Patricia pura-pura batuk kecil. “Jadi sepertinya kita memang harus cepat jadian.”
Gilbert mendelik. Bagaimana gadis ini bisa mengatakan hal seperti ini dengan lantang? Ia semakin merasa aneh. Tunggu, Gilbert menemukan kata yang cocok. Ia semakin merasa illfeel. Bagaimana mungkin ia dapat berakhir bersama gadis ini, membayangkannya saja sudah membuat Gilbert ngeri.
“Ayolah sekali saja. Mungkin saja ketika melihat kita mulai menunjukkan kedekatan kita tidak akan diganggu oleh Eros seperti itu.”
Gilbert ingin menyanggah. ‘Bukankah dia dewa yang melihat apa yang ada di bumi? Mana mungkin ia tidak tahu rencana diam-diam ini’ namun ia memilih menelannya sendiri.
“Kamu tidak pernah menerima ajakanku, bukan? Ayolah sekali ini saja. Demi mengenyahkan perbuatan Eros..” Patricia kembali membujuk Gilbert agar dapat berjalan dengannya. Patricia juga menggoyang-goyangkan lengan Gilbert.
“Ck. Baik-baik kuturuti tapi jangan menyentuhku!” Gilbert menepis tangan Patricia dari lengannya. “Mau pergi kemana?” tanyanya sambil merapikan barang bawaannya.
Patricia yang melihat Gilbert yang menerima tawarannya menjadi sangat girang. Ia juga sama seperti Gilbert yang memasukkan laptop mereka ke tas. Buku-buku skripsi dibiarkan begitu saja di meja karena peraturan yang seperti itu. Selepas mengambil skripsi dari rak dan membawanya ke meja dibiarkan saja di meja. Petugas perpustakaan yang akan menyusunnya kembali.
“Biasanya anak muda pergi ke café, kan? Aku juga suka sih menikmati minuman dan camilan. Namun, kamu sepertinya tidak akan suka. Berduaan denganku yang akan mengajakmu ngomong terus,” kata Patrcia.
Ia kembali berpikir untuk menentukan destinasi pas untuk mahasiswa seperti mereka. Patricia dan Gilbert juga masih membawa laptop sehingga mencari lokasi yang tidak mengharuskan mereka lelah berjalan.
“Bagaimana kalau kita ke mall terlebih dahulu? Ada banyak yang dapat dilihat, bukan? Kita dapat menyegarkan mata dengan melihat fashion yang ada. Kalau kamu ingin bermain untuk menjernihkan pikiran juga bisa. Ketika lapar, terdapat beberapa stand makanan, bukan?”
Patricia memikirkan semunya dengan benar. Gilbert akhirnya menyetujui ide Patricia agar mereka pergi ke mall. Patricia mengajaknya untuk berkeliling di toko pakaian terlebih dahulu.
Melihat pakaian dengan berbagai design memang sangat memanjakan mata. Apalagi ketika bertemu dengan pakaian yang sesuai dengan selera membuat rasa ingin membeli melejit tinggi. Karena masih mahasiswa mereka masih berada dalam budget terbatas dan menekan keinginan seperti itu. Bukan mahasiswa pun tidak baik membeli secara impulsif.
Patricia lebih senang ketika mereka akan memasuki sebuah toko buku yang masih berada di satu areal dengan mall tersebut. Ia akan berseru girang menatap novel-novel dengan cover menawan di atasnya. Dilihat dari tingkahnya, Patricia sepertinya menyukai membaca novel.
“Enak banget aromanya,” kata Patricia sambil menghirup dalam aroma buku yang tidak dilapisi plastik. Gilbert mengernyit heran melihat tingkah gadis itu. Ia juga melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang yang melihat tingkahnya.
Gilbert sendiri kurang suka membaca buku baik fiksi ataupun non fiksi. Ia lebih suka melihat sesuatu yang bergerak seperti animasi atau film. Walau terkadang memang melihat film terlalu lama juga membuatnya mengantuk.
Selepas mengunjungi toko buku tanpa membeli apapun, Patricia mengajaknya untuk bermain. Mereka pergi ke lantai ketiga dalam mall utama. Patricia dan Gilbert memainkan permainan yang diiinginkan masing-masing. Patricia juga sesekali menempeli Gilbert dan melihat bagaimana progress game yang ia mainkan.
Patricia tertarik melihat sebuah mesin capit yang berisi makanan ringan. Ia juga tertarik dengan mesin capit yang berisi boneka disebelahnya, sih. Namun, makanan lebih menggoda. Ia juga dapat memakannya bersama Gilbert nanti.
“Aissh kok gabisa terus sih,” keluhnya ketika sudah lima kali gagal mendapatkan makanan ringan tersebut. Ia juga segera mengeraskan suaranya, tetapi sang target tidak bereaksi sedikitpun.
Mungkin saja ia tidak mendengar karena ia masih terfokus dengan permainan di hadapannya. Patricia mencoba, tetapi ia juga tidak kunjung mendapatkannya. Ia menjadi lesu dan tidak semangat. Apakah ia begitu tidak beruntung atau memang ia begitu bodoh untuk memainkan ini saja?
Ia juga sedikit berharap hari ini akan menjadi hari dimana ia akan merasakan kisah romantis seperti di novel-novel. Bagaimana sang puan meninginkan sesuatu yang lucu di mesin capit dan ia berusaha mendapatkannya, tetapi tak kunjung berhasil.
Si pria yang peka menghampiri puan tersebut lalu membantunya dan akhirnya yay dia berhasil mendapatkannya! Si pria memberikannya sambil memberikan kalimat-kalimat manis yang membuat sang puan semakin jatuh hati.
Contohnya bila si puan menginginkan boneka yang lucu, dia akan berkata ‘boneka yang imut untuk gadis yang imut’. Atau bila pria itu bertipe tsundere dengan perkataan sedikit nyelekit ia akan mengatakan, ‘b-bukannya aku ingin mengambilkannya untukmu, ya. Namun wajah murammu jelek sekali, nanti oang-orang pada takut datang kesini.’
‘Ternyata apa yang terjadi dalam novel benar terjadi dalam novel saja’, pikir Patricia. Ia tersenyum pedih. ‘Yah memang aku mengharapkan pada siapa, sih. Dia juga bukan siapa-siapa bagiku, kan. Bukannya dia juga tidak pernah menyukaiku.’
Ray sudah merasakan lirikan mata Patricia sebenarnya. Ia sebetulnya ingin memeriksa apa yang tengah dilakukan dan diinginkan gadis itu sehingga menatapnya terus. Namun egonya tidak mengizinkannnya.
Pada akhirnya, saat Patricia tampak menyerah dan mencoba permainan lain yang letakknya sedikit tertutup darinya, ia pergi memeriksa mesin capit tersebut. Dilihat dari sebuah snack yang keluar dari posisi rapinya membuat Gilbert berasumsi bahwa itulah yang gadis itu incar.
Beberapa kali mencoba dan Gilbert berhasil mendapatkan makanan ringan tersebut. Ia juga mendapat dua snack kecil lainnya. Gilbert hanya melakukan ini atas dasar kemanusiaan yang umum, membantu sesama. Ya tidak lebih dari itu.
“Gil, apakah kamu sudah bosan? Bagaimana kalau kita—” Patricia terpaku dengan snack yang dipegang oleh Gilbert.
Patricia mencoba mengalihkan tatapannya ke arah lain. “A-Ah kamu juga mencoba mesin capit ya. Beruntungnya bisa dapat snack..”
Gilbert mengulurkan tiga snack itu pada Patricia. “Ini untukmu,” katanya.
Patricia terpaku pada Gilbert dihadapannya. Ia sudah berputus asa dan tertampar realita tadi. Namun sekarang Gilbert berlaku seperti harapannya. Bukannya Gilbert juga tidak suka dengannya?
Bukannya kembali halu, ia malah merasa seperti tengah dipermainkan. Berandai dan berekspetasi namun menyerah karena sudah tahu tidak pernah akan sesuai. Dan sekarang ekspetasinya malah terpenuhi sendiri? Gilbert tidak pernah tahu bahwa Patricia juga diam-diam tidak terlalu menyukai Cupid.
“Makasih, ya!” Patricia menampakkan wajah sumringah.
“Ayo kita duduk dan makan bersama!” seru Patricia lalu menarik Gilbert menuju bangku terdekat.