Read More >>"> Seharap (21. Naik Angkot) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

Waktu belum tengah hari, tetapi Sawala sudah menggandeng tangan kiri Tisha untuk melewati gerbang. Barusan di jam keempat, siswa dibubarkan karena guru harus mengadakan rapat.

 Begitu tiba di pinggir jalan, dari arah kanan terlihat sebuah kendaraan beroda empat dengan warna kuning. Segera saja Sawala melambai-lambaikan tangan untuk menarik perhatian supir angkot jurusan rumah Tisha.

 Tak lama kemudian, tepat saat akan melewati dua gadis itu, angkot berhenti. Segera saja Sawala mengode Tisha untuk naik lebih dulu, sementara dia mengikuti. Akibat tadi pagi motor Sawala tiba-tiba mogok, jadilah mereka harus pulang naik angkot.

 Ternyata di dalam angkot itu sudah ada cukup banyak penumpang, sebelas orang, mereka duduk berdempetan, menyisakan sedikit bagian kosong di paling pinggir yang tepat berada di belakang supir dan sebuah bangku pendek dekat pintu yang menghadap ke belakang.

 Sebenarnya Tisha ingin duduk di bangku kecil itu, tetapi karena telanjur masuk lebih dulu dia terpaksa mengisi bagian dekat supir, bersisian dengan seorang ibu yang memegangi balita perempuan, yang berdiri di dekat kakinya.

 Setelah Sawala duduk, angkot pun bergerak. Berbeda dengan Tisha yang memasang wajah datar, Sawala malah memamerkan senyum lebar. Sawala tak segan mengangguk sopan pada penumpang lain yang bertemu tatap dengannya. Bahkan Sawala juga mencandai balita yang tadi dilihat Tisha.

 Balita itu tampak kesenangan, sampai tertawa malu-malu. Sayangnya itu tak bertahan lama, karena tiba-tiba dia berbalik menghadap sang ibu.

 "Mau duduk...."

 Rengekan terdengar, meskipun suara balita itu tak terlalu keras, tetapi karena berada dalam jarak yang begitu dekat, maka Tisha dan Sawala dapat menangkapnya.

 Dari sudut matanya, Tisha meihat sang ibu menggeleng kemudian mengusap perutnya yang membuncit, ternyata sedang hamil dengan usia yang Tisha perkirakan sudah mendekati kelahiran karena ukurannya cukup besar.

 "Pegal, Bu." Mengabaikan kondisi sang ibu, balita itu masih terus merengek, bahkan kini wajahnya sudah memerah dan matanya berkaca-kaca.

 Mungkin karena tak ada pilihan lain, akhirnya sang ibu hanya bisa menghela napas, kemudian menyelipkan jemari tangannya ke ketiak sang anak, bersiap mengangkatnya ke pangkuan.

 Namun, suara Sawala menginterupsi. "Coba sini sama Kakak, Dek." 

 "Eh?" Sang ibu terkesiap.

 Sawala terus menggerak-gerakkan tangannya untuk menarik perhatian si anak, sehingga balita itu memandang bergantian pada ibunya dan Sawala. "Enggak apa-apa, ya, Bu? Biar sama saya aja adeknya."

 Sang ibu tersenyum segan, tetapi kemudian melepaskan jemarinya, sehingga sang anak langsung beralih mendekat ke Sawala. "Terima kasih, ya, Nak."

 "Sama-sama." Sawala tersenyum. Setelah balita itu nyaman di pangkuannya, dia kembali mencandai balita itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah luar, pada apa saja yang dilalui.

 Lagi-lagi Tisha dibuat tertegun karena aksi Sawala. Kenapa kakak kelasnya itu mudah sekali menawarkan bantuan? Apa motivasi Sawala? Kenapa terlihat tidak memiliki rasa keberatan atas apa pun yang dilakukannya? Benarkah Sawala setulus itu?

 Menit berlalu, angkot terus melaju. Satu per satu penumpang mulai menyerukan kata 'kiri' kemudian turun, termasuk pasangan ibu-anak itu, mereka pun turun setelah berterima kasih banyak pada Sawala. Kini, lengang, hanya tersisa Tisha dan Sawala.

 "Kamu sering naik angkot, Dek?" Sawala memecah keheningan. Kini dia sudah berpindah ke sebelah Tisha.

 Tisha yang belum lama merasa lega karena turunnya penumpang lain, kini harus kembali menahan napas, tegang karena kedekatan tubuhnya dengan Sawala. Akhirnya sembari menggosok-gosok kedua telapak tangan, Tisha menyahut pelan, lebih seperti cicitan. "Enggak terlalu."

 "Kalau boleh tahu biasanya kalau pergi ke mana kamu naik angkot?"

 Sesaat Tisha terdiam. Mengingat kenangan ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, saat-saat orang tuanya masih ada. Dulu Tisha pernah beberapa kali naik angkot untuk mengerjakan tugas kelompok dengan temannya yang berasal dari dusun sebelah. Namun, Tisha tidak terlalu menyukainya. Baginya yang dulu sangat manja, naik kendaraan pribadi adalah kenyamanan yang tidak mau dia lepaskan.

 Seketika sesak kembali menyeruak ke dada Tisha. Ah, andai dulu dia bisa sedikit berusaha untuk menyukai naik kendaraan umum ini, mungkin orang tuanya tak akan tiada setelah mengantarnya. Ah, Tisha benci dirinya sendiri.

 "Dek!"

 Tisha terkesiap karena tepukan di pundaknya. Ternyata dia terlalu larut dalam pengalaman gelapnya.

 "Kamu nangis?" tanya Sawala khawatir begitu sorot tatap mereka bertemu, dan dilihatnya sudut mata Tisha berair.

 Tisha membuang pandangan. Cepat mengangkat kain kerudung untuk digunakan mengusap muka. Sial. Kenapa dia tidak bisa mengendalikan diri? Biasanya dia selalu bisa menyembunyikan segala perasaan, terlebih di hadapan orang yang tidak dianggap dekat. Bagaimanapun menyentuhnya suasana atau perkataan orang lain, Tisha senantiasa memasang ekspresi datar. Lalu kenapa dia sekarang?

 "Duh, maaf kalau pertanyaan aku bikin kamu gak nyaman. Tidak perlu dijawab." Suara Sawala sarat rasa bersalah. "Maaf banget, ya, Dek."

 Tisha memejam sesaat, mengembuskan napas panjang, kemudian menggeleng. "Enggak ada yang salah dengan pertanyaan Kakak." Meski masih bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri, tetapi Tisha seolah tak mau membuat Sawala merasa tak enak dengannya.

 Usai berdeham dan menetralkan mimik, Tisha melanjutkan, "Aku hanya pernah naik angkot saat SD. Ini baru naik lagi."

 "Tapi kamu gak apa-apa, kan? Maksudku, kan kamu udah lama gak naik angkot, sekarang gimana perasaan kamu?"

 Sendu, bikin kangen ortu, balas Tisha dalam hati. 

 "Enggak pusing?" Sawala kembali bertanya melihat Tisha hanya bungkam. "Kalau pusing kita naik ojek saj---"

 "Aku baik, Kak." Tisha memotong tegas.

 Sawala memundurkan wajah. "Oke, oke."

 Tisha panik. Mendapati raut Sawala yang seperti itu mengingatkannya pada beberapa hari lalu, saat Sawala seperti cuek padanya. Seketika Tisha menelan ludah susah payah. Tidak! Jangan sampai itu terjadi lagi. Dia kan kini memiliki tantangan tambahan dari Riana, jika Sawala cuek maka langkah Tisha akan terganggu.

 Kepala Tisha bercabang. Memikirkan topik yang mungkin dia ucapkan untuk mencegah Sawala menjadi jutek. Beberapa detik kemudian dia mengerjap, lalu memandang lekat Sawala yang sedang memerhatikan tautan tangannya di atas rok.

 "Uhm ... Kak." Tisha menahan gugup,.

 Sawala mengubah atensi. "Kenapa, Dek?"

 "Kakakkenalibutadi?" tanya Tisha merepet sambil memejamkan mata.

 "Hah?" Sawala mengernyit. "Minta tolong pelan-pelan bicaranya, Dek."

 Tisha menggigit bibir bawah, perlahan membuka kelopak matanya. "Kakak ... kenal ibu tadi?"

 Sejenak Sawala mencerna. "Yang barusan turun?"

 Tisha mengangguk.

 Sawala menggeleng. "Baru pertama bertemu sekarang. Kenapa memangnya? Kamu kenal, kah?"

 "Enggak!" sahut Tisha kelewat cepat.

 "Jadi, kenapa bertanya?"

 "Itu ...." Tisha memainkan ujung kerudung.

 "Sebentar, Dek!" Sawala menepuk paha Tisha, sementara kepalanya melongok ke dekat supir. "Kiri, Mang!" serunya begitu mendekati pertigaan daerah Tisha.

 Tisha baru sadar bahwa perjalanannya sudah hampir selesai. Dia turun lebih dulu atas perintah Sawala, sementara kakak kelasnya itu membayar ongkos. Sawala memang akan mampir ke rumah Tisha karena bibinya, Bu Sindi, bilang akan menjemputnya di sana.

 "Ini, Kak." Tisha mengangsurkan uang lima ribu saat mereka mulai menapaki pinggiran jalan menuju rumahnya.

 Sawala menggerak-gerakkan telapak tangan. "Enggak usah, aku traktir," katanya sembari memamerkan senyuman. "Waktu di angkot tadi, kamu mau ngomong apa?"

 Tangan Tisha yang telah memasukkan uang, tertahan di saku rok. Mendapati tatapan Sawala begitu intens, tenggorokannya terasa seret. "Kalau enggak kenal kenapa Kakak mau bantu mangku anak ibu tadi?"

 Sawala mengangkat kedua sudut bibir. "Membantu itu tidak perlu memandang orangnya, kan, Dek?"

 Tisha tetap merapatkan bibir. Dia tahu itu pertanyaan retoris. Sedikit membaca arahnya, perasaan Tisha mulai tak enak.

 "Selama bukan untuk sesuatu yang buruk, kita boleh membantu siapa saja yang membutuhkan, terlepas dari kenal atau tidak."

 Nah, kan ... ini tentang kebaikan. Hal yang beberapa tahun ini luput–ah lebih tepatnya sengaja Tisha lupakan–dari pikirannya. "Untuk yang lainnya?"

 Sawala menggerakkan alis. "Gimana?"

 Tisha berdeham, mengeratkan cengkraman pada tali tasnya. "Aksi membantu orang-orang di perpus, musala, warung bakso, pinggir jalan, dan ... panti. Apa alasan Kakak melakukan itu semua?"

 Sawala menghentikan langkah sejenak. Kepalanya mendongak pada langit tengah hari. "Itu semua aku lakukan sebagai upaya mengejar mimpi tertinggi."

 Tisha turut menengadah dengan raut bingung. "Memang apa mimpi Kakak? Menggapai langit?"

 Sawala malah terkekeh renyah. "Langit memang tinggi, tetapi aku menginginkan yang lebih dari itu."

 Tisha melepas pandangannya dari atas. "Apa itu?"

 Sawala menghirup udara dalam-dalam. "Menjadi ... sebaik-baiknya manusia, yang bermanfaat bagi sesama. Untuk meraih keberkahan dari Allah SWT. Aku sangat-sangat berharap bisa meraih itu."

 Bagi Tisha, waktu seakan berhenti. Kata-kata Sawala menggaung keras dalam kepalanya. Kenapa bisa ada yang bermimpi seperti itu?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
Dunia Tanpa Gadget
7845      2335     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
ASA
2766      1091     0     
Romance
Ketika Rachel membuka mata, betapa terkejutnya ia mendapati kenyataan di hadapannya berubah drastis. Kerinduannya hanya satu, yaitu bertemu dengan orang-orang yang ia sayangi. Namun, Rachel hanya diberi kesempatan selama 40 hari untuk memilih. Rachel harus bisa memilih antara Cinta atau Kebencian. Ini keputusan sulit yang harus dipilihnya. Mampukah Rachel memilih salah satunya sebelum waktunya ha...
Jelek? Siapa takut!
2099      997     0     
Fantasy
"Gue sumpahin lo jatuh cinta sama cewek jelek, buruk rupa, sekaligus bodoh!" Sok polos, tukang bully, dan naif. Kalau ditanya emang ada cewek kayak gitu? Jawabannya ada! Aine namanya. Di anugerahi wajah yang terpahat hampir sempurna membuat tingkat kepercayaan diri gadis itu melampaui batas kesombongannya. Walau dikenal jomblo abadi di dunia nyata, tapi diam-diam Aine mempunyai seorang pac...
The Skylarked Fate
4097      1508     0     
Fantasy
Gilbert tidak pernah menerima takdir yang diberikan Eros padanya. Bagaimanapun usaha Patricia, Gilbert tidak pernah bisa membalas perasaannya. Seperti itu terus pada reinkarnasi ketujuh. Namun, sebuah fakta meluluhlantakkan perasaan Gilbert. Pada akhirnya, ia diberi kesempatan baru untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Patricia.
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
541      420     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
3702      1080     1     
Romance
Seorang wanita berdarah Sunda memiliki wajah yang memikat siapapun yang melihatnya. Ia harus menerima banyak kenyataan yang mau tak mau harus diterimanya. Mulai dari pesantren, pengorbanan, dan lain hal tak terduga lainnya. Banyak pria yang datang melamarnya, namun semuanya ditolak. Bukan karena ia penyuka sesama jenis! Tetapi karena ia sedang menunggu orang yang namanya sudah terlukis indah diha...
MAMPU
4154      1844     0     
Romance
Cerita ini didedikasikan untuk kalian yang pernah punya teman di masa kecil dan tinggalnya bertetanggaan. Itulah yang dialami oleh Andira, dia punya teman masa kecil yang bernama Anandra. Suatu hari mereka berpisah, tapi kemudian bertemu lagi setelah bertahun-tahun terlewat begitu saja. Mereka bisa saling mengungkapkan rasa rindu, tapi sayang. Anandra salah paham dan menganggap kalau Andira punya...
DI ANTARA DOEA HATI
703      343     1     
Romance
Setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Sang mantan kekasih, membuat Kanaya Larasati diliputi kecemasan. Bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya. "Siapapun yang akan menjadi pasanganmu akan berakgir tragis," ucap seorang cenayang. Hal tersebut membuat sahabat kecilnya Reyhan, seorang perwira tinggi Angkatan Darat begitu mengkhawatirkannya. Dia berencana untuk menikahi gadis itu. Disaa...
Rembulan
645      342     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Gunay and His Broken Life
4551      1852     0     
Romance
Hidup Gunay adalah kakaknya. Kakaknya adalah hidup Gunay. Pemuda malang ini telah ditinggal ibunya sejak kecil yang membuatnya secara naluri menganggap kakaknya adalah pengganti sosok ibu baginya. Hidupnya begitu bergantung pada gadis itu. Mulai dari ia bangun tidur, hingga kembali lagi ke tempat tidur yang keluar dari mulutnya hanyalah "kakak, kakak, dan kakak" Sampai memberi makan ikan...