Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

“Huh ....” Tisha mengusap peluh di dahi dengan ujung lengan baju. Pandangannya lekat tertuju pada sekumpulan wadah yang menghiasi meja makan.

“Beres?” Riana muncul dan berdiri di seberang meja. Matanya ikut memindai berbagai olahan sayuran yang dia yakini rasanya pasti sangat lezat. Ada salad, gorengan bala-bala gehu, manisan terong ungu, dan berbagai jus buah.

Tisha mengangguk-angguk. “Segini cukup?”

“Di sana ada berapa orang, sih? Nyampe dua puluh enggak, ya?” Riana menggerak-gerakkan jemari tangan, mencoba memperkirakan jumlah penghuni bangunan panti.

“Bayi satu, anak-anak tujuh, remaja empat, dewasa tiga,” ucap Tisha tanpa ragu.

“Hah?” Seketika Riana mendongak, keningnya mengerut dalam. “Apaan?”

“Orang di panti.” Tisha menyahut sekenanya sambil menutup wadah-wadah berbahan plastik itu satu per satu. “Enggak nyampe dua puluh.”

Riana cengo, lantas menatap sang adik penuh selidik. “Kenapa kayak yang yakin gitu?”

Tisha berdeham. “Bukan kayak lagi, tapi emang yakin.”

Riana langsung memangkas jarak. “Kok bisa?”

Decakan lolos dari bibir Tisha karena Riana merentangkan tangan di depannya, menghalangi lajunya untuk menumpuk wadah. “Karena aku pernah ke sana. Udah lihat semuanya.”

“Waktu kita ke sana kan enggak lama. Itu pun hanya sampai ruang tamu, cuma ketemu satu ibu panti.” Riana melipat tangan di dada dengan kepala kian condong ke muka Tisha.

Beberapa waktu lalu mereka memang sempat datang ke tempat itu, tetapi tidak lama. Riana sendiri yang merasa cukup perhatian pada sekitar belum cukup mengetahui semuanya. “Gimana bisa orang apatis macam kamu seyakin itu?”

Tisha memutar bola mata malas. Frontal sekali ucapan sang kakak, beruntung dia sudah kebal. “Aku pernah ke sana lagi.” Tisha meliukan tubuh, lihai memutari posisi Riana untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. “Sama Kak Sawala.”

“Kapan?”

“Beberapa hari lalu.” Tisha membuka tote bag berukuran besar.

Riana bergegas mendekati sang adik untuk membantunya memasukkan wadah-wadah. “Kenapa enggak cerita ke Teteh?”

Tisha menghentikan aktivitas sejenak. Mengingat kembali hari melelahkan itu. “Waktu itu Teteh pulang agak malam, mukanya kelihatan lelah. Aku enggak enak mau cerita. Lagipula aku juga sama lelahnya karena Kak Sawala baru ngantar pulang beberapa saat sebelum Magrib.”

“Wah petang juga, ya. Ngapain aja emang?”

Tisha terdiam. Pikirannya melayang pada dua hari lalu.

***

“Kakak Baik!”

Tisha mendongak, matanya menyipit ke arah bingkai pintu di belakang anak-anak yang sedang berlarian. Di sana ada Sawala yang berdiri dengan seorang anak perempuan di sebelahnya.

Itu kan ....

“Alhamdulillah, akhirnya kamu mau keluar, Nala.” Itu bukan suara Tisha, melainkan Ibu Panti yang sedari tadi menemaninya.

Dengan dituntun Sawala, anak yang dipanggil Nala itu memangkas jarak dengan orang-orang yang duduk di bangku dekat pintu. “Tadi Kak Sawala nyuapin aku makan dan ngasih hadiah, jadi aku udah sembuh,” katanya riang sembari mengibaskan rambut yang dikuncir ekor kuda.

“Sudah bilang terima kasih?” Ibu Panti bertanya.

“Sudah,” jawab Nala cepat, mengalihkan atensi, fokus pada Tisha. “Sekarang aku juga mau bilang terima kasih ke Kakak Baik ini.”

Tisha menelan ludah susah. “A-aku?”

Nala mengangguk-angguk dengan binar mata yang indah. “Terima kasih, ya, Kakak sudah menolong aku saat jatuh dari sepeda.”

“Itu ....” Lidah Tisha menjadi kelu, terlalu terkejut dengan fakta yang tersaji.

Kini, tanpa diharapkan, Tisha bertemu kembali dengan anak yang ditolongnya dengan Riana. Ya, Nala adalah anak yang lengannya berdarah di depan sekolah satu minggu lalu. Setelah dari Puskesmas, Tisha mengantarnya ke panti ini.

“Terima kasih, ya, Kak.” Nala mengulang kalimatnya karena melihat Tisha bergeming.

“Sama-sama.” Meski kaku, Tisha berusaha membalasnya.

“Masih hujan, ya?” Sawala akhirnya bersuara setelah sesaat hening menyelimuti.

“Iya, sering petir juga,” balas Ibu panti. “Kalian jangan pulang sekarang, bahaya.”

Tisha menatap Sawala lama, berharap suara hatinya yang mendamba segera pergi dari sana bisa terdengar Sawala.

Namun, Sawala malah menyatakan hal yang bertolak belakang dengan Tisha. “Iya, Bu, nanti pulangnya nunggu agak reda dulu.”

“Asyik, Kakak masih lama di sini!” Nala berseru kesenangan dan menggoyang-goyang tangan Sawala.

Sementara itu, Tisha malah melebarkan bola mata. Dia tidak terima dengan keputusan Sawala. Dia sudah sangat ingin pulang. Dia ingin makan. Namun, dia tidak sanggup mengatakan apa-apa.

“Ayo kita menggambar!” Nala sudah hampir membalikkan badan bersama Sawala, tetapi dia kembali dan meraih jemari Tisha. “Kakak juga ikut, yuk? Eh, nama Kakak siapa?”

“Namanya Kak Tisha.” Malah Sawala yang menjawab.

Tisha hanya bisa diam dan pasrah terseret menapaki ruangan demi ruangan, hingga berakhir di sebuah sudut dekat rak buku.

Nala melepaskan pegangan pada Tisha, kemudian sibuk mencari-cari sesuatu.

“Mari duduk,” ajak Sawala sambil menunjuk karpet plastik yang membentang.

Akhirna, Tisha terpaksa membaur dengan mereka yang sibuk mencorat-coret kertas HVS dengan krayon.

***

“Aku merhatiin semua yang ada di sana waktu itu, jadi tahu. Udah, itu aja,” pungkas Tisha setelah mengakhiri ingatannya. 

“Wah ... seru kayaknya di sana?”

Tisha mengedikkan bahu. Tidak baginya. Yang ada energinya terkuras banyak. Sampai rumah tubuhnya bahkan sampai agak gemetar, terelebih perutnya melilit karena menahan lapar.

“Nanti Teteh ikut antar ke sana, deh.”

Mata Tisha menyipit. “Terus Kak Sawala gimana?”

Omong-omong tentang Sawala, kemarin di chat, setelah meminta maaf dia pun menyampaikan ajakan untuk pergi ke panti. Dia bilang akan menjemput Tisha agar mereka bisa pergi bersama.

“Ikut naik mobil, nanti motor dia simpan aja di sini. Lagian bawaan kalian banyak gini, repot kalau naik motor.”

“Semaunya Teteh aja, deh.” Tisha tidak minat berargumen lagi. Yang penting untuknya adalah cepat berangkat dan cepat kembali ke rumah.

“Ya udah, ayo angkut ke depan!” Riana menjinjing kantong besar yang kini sudah terisi penuh.

Tidak banyak kata, Tisha mengekor dengan mendekap box penahan dingin berisi botol-botol jus.

Begitu pintu terbuka, ujaran salam terdengar. Ternyata Sawala telah tiba. Dengan gamis merah muda dan kerudung coklat gadis itu berdiri di ujung teras.

“Masukkan saja motornya ke garasi, Sawala,” kata Riana setelah membalas salam dan melirik motor Sawala yang terparkir di luar gerbang.

“Maaf, bagaimana, Bu?” Sawala kebingungan.

“Kita pergi bersama naik mobil saja, Ibu yang antar.”

“Oh, baik, sebentar, Bu.” Sawala segera menuruti titah sang guru.

“Mari berangkat!” sorak Riana penuh semangat setelah semua duduk di mobil.

Tisha memutar bola mata malas. Lebay! cibirnya dalam hati sembari membenahi posisi untuk semakin nyaman di kursi belakang, di depannya ada Riana yang sudah berada di balik kemudi dengan Sawala di sebelahnya. Saat perlahan mobil bergerak melintasi jalan, Tisha memilih menutup mata, berusaha menyimpan energi karena yakin di panti nanti akan banyak hal mengejutkan menghampirinya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
A Freedom
150      130     1     
Inspirational
Kebebasan adalah hal yang diinginkan setiap orang. Bebas dalam menentukan pilihan pun dalam menjalani kehidupan. Namun sayang kebebasan itu begitu sulit bagi Bestari. Seolah mendapat karma dari dosa sang Ayah dia harus memikul beban yang tak semestinya dia pikul. Mampukah Bestari mendapatkan kebebasan hidup seperti yang diinginkannya?
KSATRIA DAN PERI BIRU
179      147     0     
Fantasy
Aku masih berlari. Dan masih akan terus berlari untuk meninggalkan tempat ini. Tempat ini bukan duniaku. Mereka menyebutnya Whiteland. Aku berbeda dengan para siswa. Mereka tak mengenal lelah menghadapi rintangan, selalu patuh pada perintah alam semesta. Tapi tidak denganku. Lalu bagaimana bisa aku menghadapi Rick? Seorang ksatria tangguh yang tidak terkalahkan. Seorang pria yang tiba-tiba ...
Asmaraloka Jawadwipa (Sudah Terbit / Open PO)
11617      2748     1     
Romance
Antara anugerah dan kutukan yang menyelimuti Renjana sejak ia memimpikan lelaki bangsawan dari zaman dahulu yang katanya merupakan sang bapa di lain masa. Ia takkan melupakan pengalaman dan pengetahuan yang didapatnya dari Wilwatikta sebagai rakyat biasa yang menyandang nama panggilan Viva. Tak lupa pula ia akan indahnya asmara di Tanah Blambangan sebelum mendapat perihnya jatuh cinta pada seseor...
PATANGGA
856      593     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...
Cinta Sebelum Akad Itu Palsu
132      102     1     
Inspirational
Hayy dear...menurut kalian apa sih CINTA itu?? Pasti kalian berfikir bahwasanya cinta itu indah, menyenangkan dan lainnya. Namun, tahukah kalian cinta yang terjadi sebelum adanya kata SAH itu palsu alias bohong. Jangan mudah tergiur dan baper dengan kata cinta khususnya untuk kaum hawa niii. Jangan mudah menjatuhkan perasaan kepada seseorang yang belum tentu menjadi milikmu karena hal itu akan ...
Fallin; At The Same Time
3154      1427     0     
Romance
Diadaptasi dari kisah nyata penulis yang dicampur dengan fantasi romansa yang mendebarkan, kisah cinta tak terduga terjalin antara Gavindra Alexander Maurine dan Valerie Anasthasia Clariene. Gavin adalah sosok lelaki yang populer dan outgoing. Dirinya yang memiliki banyak teman dan hobi menjelah malam, sungguh berbanding terbalik dengan Valerie yang pendiam nan perfeksionis. Perbedaan yang merek...
Niscala
350      235     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
ALMOND
1071      617     1     
Fan Fiction
"Kamu tahu kenapa aku suka almond?" Anara Azalea menikmati potongan kacang almond ditangannya. "Almond itu bagian penting dalam tubuh kita. Bukan kacang almondnya, tapi bagian di otak kita yang berbentuk mirip almond." lanjut Nara. "itu amygdala, Ra." Ucap Cio. "Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di dunia." Nara ...
Mendung (Eccedentesiast)
8304      2167     0     
Romance
Kecewa, terluka adalah hal yang tidak bisa terhindarkan dari kehidupan manusia. Jatuh, terpuruk sampai rasanya tak sanggup lagi untuk bangkit. Perihal kehilangan, kita telah belajar banyak hal. Tentang duka dan tentang takdir yang kuasa. Seiring berjalannya waktu, kita berjalan maju mengikuti arah sang waktu, belajar mencari celah kebahagiaan yang fana. Namun semesta tak pernah memihak k...
The Black Heart
1473      856     0     
Action
Cinta? Omong kosong! Rosita. Hatinya telah menghitam karena tragedi di masa kecil. Rasa empati menguap lalu lenyap ditelan kegelapan. Hobinya menulis. Tapi bukan sekadar menulis. Dia terobsesi dengan true story. Menciptakan karakter dan alur cerita di kehidupan nyata.