Read More >>"> Seharap (5. Tanpa Jarak) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharap
MENU
About Us  

Mengernyit.

Itulah yang Tisha lakukan begitu tubuhnya berhasil melewati bingkai pintu dan tiba di luar kelas. Kening gadis itu berlipat dengan mata yang menyipit, memperhatikan lamat-lamat Sawala yang memamerkan senyuman tidak jauh dari posisinya berada.

“Halo, Dek!” sapa Sawala dengan riang. Sebelah tangannya terangkat, bergerak melambai.

Tisha mengedarkan pandangan, melihat satu per satu teman sekelasnya yang juga baru meninggalkan ruangan. Dia berpikir mungkin Sawala sedang menyapa salah satu dari mereka.

Namun ....

“Sudah beres kan belajarnya, Dek Tisha?”

“Hah?" Tisha melongo. Telunjuk tangan kirinya terarah kaku ke dada sendiri. “Aku?”

“Iya.” Sawala mengangguk mantap dengan kekehan kecil, seperti merasa lucu melihat kekikukkan Tisha. Sembari tersenyum sopan pada beberapa siswa yang sedang memusatkan atensi padanya, Sawala bergerak cepat memangkas jarak. “Sudah bisa pergi dari kelas sekarang, kan?”

“I-iya ....” Ah, Tisha kesal. Selalu saja saat berhadapan dengan Sawala dia diserang kegagapan. Tenggorokannya senantiasa serak.

“Ya udah, ayo pergi!” Sawala menggandeng Tisha dan membawanya berjalan beriringan menyusuri teras-teras kelas yang ramai.

Tisha yang tertegun dengan gerakan Sawala yang terlalu tiba-tiba, hanya bisa turut beranjak dengan penuh kekakuan. Gadis itu berjalan bagai robot yang terseret-seret. Badannya sangat tegang, sendinya bergerak patah-patah, dan wajahnya sarat ketakutan. Ini sungguh tidak nyaman! Dia menahan jeritan dalam hati sembari menggigit bibir bawah.

Tisha menyesal telah terlalu lambat berpikir. Seharusnya setelah tadi kabur dari perpustakaan, dia segera menyusun rencana sebaik mungkin untuk menghindari kebersamaan dengan Sawala. Terlebih dia sadar betul masih sangat-sangat tidak siap untuk melanjutkan interaksi lagi.

Namun, kini Tisha hanya bisa bergulat dengan penyesalan. Sebab, baru juga saat bel pulang otaknya bercabang memikirkan jalan terbaik untuk menjauhi Sawala, tahu-tahu saja gadis berbaju longgar itu sudah menjemputnya di luar kelas dan kini tanpa jarak di sisinya.

Sementara itu, langkah Sawala begitu ringan. Sepanjang perjalanan dia tak henti-hentinya bertukar sapa dengan orang yang ditemui. Dari yang seangkatan sampai kakak-adik kelas, tidak sedikit yang menyeru namanya.

“Sawala!” Adalah panggilan ke-13 yang Tisha dengar sepanjang melewati deretan kelas IPA.

“Eh, hai!” sambut Sawala.

Karena Sawala menghentikan langkah, Tisha juga ikut terdiam dan membenarkan posisi helm yang tersampir di tangan kanannya. Kini mereka berdiri berhadapan dengan tiga gadis yang berjejer tepat di dekat persimpangan ruang kelas 12.

“Pulang sekarang, Sa?” tanya siswi yang berada di tengah.

“Sebentar lagi.” Sawala menunjukkan cengiran. “Kakak-kakak gimana? Mau langsung?”

Gadis yang tadi bertanya hampir saja mengangguk, tetapi kemudian menggeleng kecil dan merangkul dua orang di sisinya. “Aku mau antar mereka dulu ke TU, terus ke musala, baru pulang.”

“Em, baiklah.” Sawala manggut-manggut.

“Ya sudah, kalau gitu kami duluan, ya.”

“Iya, Kak, fii amanillah.” 

Lambaian Sawala berikan mengiringi kepergian tiga orang itu. Setelahnya Sawala mengeratkan pegangan pada Tisha. “Lanjut, Dek!” ajaknya sembari berbelok ke kiri, arah yang berlawanan dengan posisi parkiran berada.

Sembari maju, berbagai tanya memenuhi kepala Tisha. Dia sibuk menerka ke tempat apa Sawala akan membawanya, hingga kaki mereka melewati lorong-lorong ruangan ekstrakurikuler. Mungkinkah Sawala akan mengajaknya bergabung ke salah satu organisasi?

Oh, tidak! Tisha menggeleng. Jangan sampai! Dia sudah teramat puas menjadi murid biasa-biasa saja yang eksistensinya cukup di kelas! Sama sekali tidak merasa perlu bergabung ke perkumpulan di luar kegiatan belajar apa pun.

“Kenapa, Dek?” Sawala memandang Tisha penuh selidik. Sedikit heran pada teman jalannya itu yang sedari tadi hanya diam, lalu tiba-tiba malah menggerak-gerakkan kepala gelisah.

“Ah?” Tisha mengerjap. Aish! Lagi-lagi dia melamun. Sebenarnya aura apa yang dimiliki Sawala hingga membuat Tisha seringkali tidak fokus?

“Pusing?” Nada bicara Sawala sarat kekhawatiran. Tatapannya hangat, lalu sebelah tangannya terulur ke atas hampir menyentuh dahi Tisha.

Refleks Tisha segera menghindar. “Aku enggak apa-apa,” katanya secepat mungkin sambil berusaha mengurai pegangan.

Namun, Sawala tak semudah itu percaya. Dia masih memandang lekat wajah Tisha. “Kalau sakit jangan ditutupi, Dek. Ayo kita ke UKS buat periksa.” Tangannya kembali meraih jemari Tisha.

Tisha menggigit bibir. Kukuh sekali ternyata Sawala. “Aku enggak apa-apa, Kak!” Sembari menahan intonasi agar tidak meninggi, Tisha memberikan tekanan pada setiap katanya. Berharap Sawala akan mengerti dan memberi jarak di antara mereka.

Saat Sawala hendak membuka mulut, Tisha buru-buru mendahului, berusaha mengalihkan perhatian. “Kenapa berhenti di sini? Kakak ada yang perlu bur mengelilingi bangunan berkubah. Seketika dia malah menepuk kening. “Astaghfirullah!”

“Kenapa, Kak?” Sedikit banyak Tisha diselimuti cemas jika sesuatu tidak baik menimpa Sawala. Bagaimanapun kini mereka sedang bersama–tanpa jarak–otomatis dia juga akan terkena imbasnya.

“Aku tuh mau ngajak kamu salat Ashar berjamaah. Ayo-ayo! Keburu azan!” Terburu-buru Sawala membawa Tisha ke pelataran musala untuk membuka sepatu.

Tisha melongo. Tak menyangka akan menyaksikan orang kelimpungan hanya karena takut telat salat. Sungguh sangat luar biasa baginya. Mengingat dia sendiri teramat sering melaksanakannya di akhir waktu.

“Buruan, Dek!” Setelah Tisha menyimpan helmnya di teras, dengan tak sabaran Sawala menyeret Tisha ke bagian pinggir, tempat mengambil wudu.

Tisha seperti kerbau dicocok hidung, mengekor ke mana pun Sawala bergerak tanpa suara. Sebab, kini dia sadar, sudah tidak mungkin untuk mundur, kepalang tanggung telah melibatkan diri, maka dia akan melanjutkan perjuangan menaklukan tantangan dari Riana apa pun yang terjadi.

***

Dengan wajah basah dibingkai kerudung segiempat yang tak dipeniti, Tisha melangkah menuju lemari tak berpintu yang berada di sudut musala, meninggalkan Sawala yang terlebih dahulu mengambil barang dari tasnya yang tersimpan di dekat tempat masuk.

Jika biasanya Tisha hanya akan asal ambil yang paling gampang dijangkau karena terburu-buru banyak orang, kali ini gadis itu menelisik seluruh isi tempat penyimpanan itu dengan saksama karena kebetulan suasana musala belum terlalu ramai. Semua mukena dilipat dan disusun dengan rapi. Tisha jadi penasaran siapa yang menatanya. Apakah itu pekerjaan penjaga sekolah?

“Udah, Dek?” 

Tisha menoleh. Keasyikan mengamati, membuatnya tak menyadari Sawala sudah berada di belakangnya dengan menenteng kantong mukena bermotif bunga. “Uhm ....” Tisha kembali menghadap lemari, kemudian jemarinya terulur mengambil mukena berwarna merah tua yang berada di tengah tumpukan dengan kurang berhati-hati, sehingga membuat mukena yang terletak di atasnya berantakan. Namun, Tisha tak mengambil pusing hal tersebut, dengan lempeng dia membalik badan. “Udah, Kak.”

“Sebentar.” Sawala menahan pergerakan Tisha di langkah kedua. Gadis itu maju, menggantikan posisi Tisha, kemudian membawa beberapa mukena yang posisinya telah acak-acakan.

“Ayo cari tempat!” Meski bawaannya tak sedikit, Sawala mengupayakan semua terpegang dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya dia naikan ke pundak Tisha. Membawa sang adik kelas menuju shaf pertama yang masih menyisakan banyak bagian kosong.

Dalam gandengan itu, kening Tisha berkerut tipis. Heran. Kok Sawala seperti berlebihan sekali, ya? Dia kan cuman sendiri, tetapi kenapa perlengkapan salatnya sebanyak itu? Juga ... Tisha masih tak habis pikir, kenapa Sawala tidak mau jauh-jauh darinya?

***

Catatan:

Fii amanillah (Bahasa Arab) artinya semoga engkau selalu dalam perlindungan Allah SWT.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
Dunia Tanpa Gadget
7845      2335     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
ASA
2766      1091     0     
Romance
Ketika Rachel membuka mata, betapa terkejutnya ia mendapati kenyataan di hadapannya berubah drastis. Kerinduannya hanya satu, yaitu bertemu dengan orang-orang yang ia sayangi. Namun, Rachel hanya diberi kesempatan selama 40 hari untuk memilih. Rachel harus bisa memilih antara Cinta atau Kebencian. Ini keputusan sulit yang harus dipilihnya. Mampukah Rachel memilih salah satunya sebelum waktunya ha...
Jelek? Siapa takut!
2099      997     0     
Fantasy
"Gue sumpahin lo jatuh cinta sama cewek jelek, buruk rupa, sekaligus bodoh!" Sok polos, tukang bully, dan naif. Kalau ditanya emang ada cewek kayak gitu? Jawabannya ada! Aine namanya. Di anugerahi wajah yang terpahat hampir sempurna membuat tingkat kepercayaan diri gadis itu melampaui batas kesombongannya. Walau dikenal jomblo abadi di dunia nyata, tapi diam-diam Aine mempunyai seorang pac...
The Skylarked Fate
4097      1508     0     
Fantasy
Gilbert tidak pernah menerima takdir yang diberikan Eros padanya. Bagaimanapun usaha Patricia, Gilbert tidak pernah bisa membalas perasaannya. Seperti itu terus pada reinkarnasi ketujuh. Namun, sebuah fakta meluluhlantakkan perasaan Gilbert. Pada akhirnya, ia diberi kesempatan baru untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Patricia.
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
541      420     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
3702      1080     1     
Romance
Seorang wanita berdarah Sunda memiliki wajah yang memikat siapapun yang melihatnya. Ia harus menerima banyak kenyataan yang mau tak mau harus diterimanya. Mulai dari pesantren, pengorbanan, dan lain hal tak terduga lainnya. Banyak pria yang datang melamarnya, namun semuanya ditolak. Bukan karena ia penyuka sesama jenis! Tetapi karena ia sedang menunggu orang yang namanya sudah terlukis indah diha...
MAMPU
4154      1844     0     
Romance
Cerita ini didedikasikan untuk kalian yang pernah punya teman di masa kecil dan tinggalnya bertetanggaan. Itulah yang dialami oleh Andira, dia punya teman masa kecil yang bernama Anandra. Suatu hari mereka berpisah, tapi kemudian bertemu lagi setelah bertahun-tahun terlewat begitu saja. Mereka bisa saling mengungkapkan rasa rindu, tapi sayang. Anandra salah paham dan menganggap kalau Andira punya...
DI ANTARA DOEA HATI
703      343     1     
Romance
Setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Sang mantan kekasih, membuat Kanaya Larasati diliputi kecemasan. Bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya. "Siapapun yang akan menjadi pasanganmu akan berakgir tragis," ucap seorang cenayang. Hal tersebut membuat sahabat kecilnya Reyhan, seorang perwira tinggi Angkatan Darat begitu mengkhawatirkannya. Dia berencana untuk menikahi gadis itu. Disaa...
Rembulan
645      342     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Gunay and His Broken Life
4551      1852     0     
Romance
Hidup Gunay adalah kakaknya. Kakaknya adalah hidup Gunay. Pemuda malang ini telah ditinggal ibunya sejak kecil yang membuatnya secara naluri menganggap kakaknya adalah pengganti sosok ibu baginya. Hidupnya begitu bergantung pada gadis itu. Mulai dari ia bangun tidur, hingga kembali lagi ke tempat tidur yang keluar dari mulutnya hanyalah "kakak, kakak, dan kakak" Sampai memberi makan ikan...