Klontang !
Suara gaduh dari lantai bawah membuatku terjaga dalam sekejap. Mungkinkah pencuri masuk dan menyebabkan kegaduhan? Aku perlu sesuatu untuk melindungi diri. Untungnya ada tongkat bisbol di dalam lemari. Dengan mengendap-endap aku menuruni tangga. Ada siluet lelaki sedang berdiri di area dapur. Aku tidak bisa melihat dengan jelas sosok lelaki itu karena minimnya pencahayaan. Maklum masih jam 1 dini hari. Ayahku tidak suka ruangan terlalu terang karenanya semua lampu utama selalu dimatikan saat malam dan hanya menyisakan lampu kecil di sudut ruangan. Kukumpulkan semua sisa keberanianku pada pukulan tongkat bisbol ini.
Akh !
Dia memekik kesakitan. Pukulanku mengenai bagian tubuhnya. Sekarang aku bersiap memukulnya lagi. Tiba-tiba dapur menjadi sangat terang. Mataku mengerjap berulang kali berusaha beradaptasi dengan cahaya yang tiba-tiba. “Rupanya anak durhaka ini yang sudah memukulku ?!” bentak Ayah.
Hah ?!
“AYAH ! Kenapa berdiri di situ seperti pencuri?” Aku tertegun.
“Kamu menganggap Ayahmu sebagai pencuri? Dasar anak kurang ajar !”
“Lalu kenapa berdiri di situ dan membuat kegaduhan?”
Oh, seketika aku tersadar dengan sosok putih di bawah meja makan. Si kucing persia- lah yang membuat kegaduhan dengan mencari sisa makanan di bak sampah. Akibatnya semua isian berhamburan keluar dan menyebabkan keributan. “Maafkan aku, Yah. Semalam aku membawa kucing ini karena kondisinya begitu menyedihkan. Seharusnya aku menutup pintu kamarku dengan benar sehingga dia tidak perlu mengobrak-abrik rumah seperti sekarang.”
“Ya sudahlah. Sekarang mari bantu Ayah membereskan kekacauan ini dan segera istirahat kembali setelahnya.”
“Huh.. Baiklah.”
Setelah membereskan kekacauan di dapur, aku meminta maaf sekali lagi karena telah memukul Ayah. Syukurlah pukulanku tidak mengenai titik vital hanya mengenai lengan atas sebelah kanan. Meski demikian, pasti rasa sakit itu masih terasa.
“Sudah tidak perlu dipikirkan. Sekarang Ayah akan kembali tidur. Kamu juga cepat tidur dan bawa kucing itu.” Ayah melotot pada kucing yang kugendong.
Hiiissshhh
“Lihatlah, kucing itu sudah tertular olehmu. Diberi nasihat orangtua malah mendesis seperti itu. Ckckck perilaku anak zaman sekarang.”
Ayah meninggalkan kami dengan suara bantingan pintu cukup keras. Namun aku malah merasa lucu dengan reaksinya barusan. Aku mengelap tangan dan kaki kucing lucu ini. Setelah membersihkannya, aku membawanya ke kamar dan menutup pintu dengan benar. “Nah karena kau membuat gaduh rumah pada dini hari, sekarang kau harus tidur. Jangan nakal, ok?”
Meow!
Jam masih menunjukkan pukul 3 dini hari dan aku tidak bisa tidur lagi. Kuputuskan untuk mulai bekerja saja. Tiba-tiba sebuah notifikasi chat dari Ibu Editor Tercinta muncul. Haahh.. apa beliau memiliki mata batin? Isinya sesuai dengan perkiraanku.
Rachel ! Segera selesaikan project team ! See you !
Pesan yang singkat, padat, dan mengintimidasi. Aku menoleh ke kiri dan kanan takut ada CCTV tersembunyi milik Bu Alisha di kamarku. Nyatanya, tingkat stres malah meningkat untuk sesuatu yang tidak penting. Kulihat buket bunga mawar merah muda yang tergantung di balkon kamarku. Semilir angin membawa keharuman bunga mawar yang mulai mengering ini. Ketika aku menatap bunga mawar itu, gambaran kasar pria yang sudah menolongku perlahan memenuhi pikiranku. Siapa ya pria tampan itu? Andai saja aku bisa berbincang sedikit lebih lama dengannya. Aha ! Aku menemukan ide untuk penulisan novelku.
Tanpa terasa sudah 5 jam aku menatap layar laptop. Saat menulis aku akan terhanyut di dalam ceritanya sampai tidak menyadari waktu yang berlalu. Aku pun tertidur di samping laptop yang masih menyala. Meskipun matahari semakin tinggi aku tetap tidak beranjak sampai kaki-kaki kecil mencolek pipiku. Ya Tuhan ternyata sudah jam 11 siang. Aku terlambat meeting online dengan rekan-rekanku. Tidak terhitung berapa jumlah panggilan dan chat yang masuk begitu kunyalakan HP. Agung, Doni, dan Silvia mereka semua mencemaskanku.
“Hai, guys ! I’m sorry . Aku terlalu asyik menulis lembar revisi sampai tidak sadar tertidur di samping laptop yang masih menyala.”
“Kamu sangat terlambat, Ra ! Kukira kamu mening....-gal” ucap Doni spontan yang langsung disanggah Agung.
“Husshh.. kalau ngomongin orang pakai bahasa yang bagus donk, Don !”
“O-omongan itu doa loh kak Doni. Jadi jangan sembarangan!” saran Silvia.
“Iya sorry, Ra. Sorry juga guys.” Doni yang merasa bersalah hanya bisa tertunduk lesu.
"It's okay guys! Jangan berantem lagi ya. Aku yang salah." ucapku untuk mencairkan ketegangan diantara kami.
Meow !
Kucing ini seolah tahu cara mencairkan suasana. Ia duduk di pangkuanku dan menyapa rekan-rekanku di monitor dengan wajah imut polosnya. Rekan-rekanku takjub dengan kondisinya yang sudah lebih baik dari kemarin. “Bulunya sudah lebih bersih dan terawat daripada kemarin. Kamu pasti tambah kesulitan tidur gara-gara dia. Maafin kita ya, Ra” ujar Agung menyesal. Aku pun tidak menceritakan kejadian semalam yang membuatku terpaksa begadang karena malah akan membuat mereka tidak bersemangat. Aku meyakinkan mereka bahwa semua baik-baik saja.
Kembali ke topik, meeting berjalan dengan baik. Cerita antar penulis bisa kami gabungkan dan hanya tinggal menyempurnakannya saja. Sebagai informasi, cerita awal ditulis oleh Silvia dengan tema awal jatuh cinta, cerita kedua oleh Agung dan Doni tentang tragedi percintaan, dan cerita terakhir adalah karyaku tentang kerinduan. Perpaduan cinta yang manis, tragis, dan sedih menjadi satu. “Novel ini sepertinya akan jadi the next compilation terbaik dari era sebelumnya.” kataku. Semua rekan-rekanku mengamini dan berharap setelah ini tidak perlu ada revisi lagi dari Bu Alisha.
“Iya Ra. Meng-capek rasanya.” ucap Doni yang diamini kami semua.
Aku pun menceritakan kejadian chat ajaib dari Bu Alisha semalam yang membuatku tidak tidur dan menuntaskan penulisan novelku. Rekan-rekanku merinding ngeri akan teror Bu Alisha sambil mengawasi area kamarnya masing-masing. Setelah menyelesaikan meeting, kami pun kembali ke - kesibukan masing-masing.
Sore itu, aku berencana membawa kucing persia cantik ini ke salon. Namun, aku tidak tahu salon mana yang bagus untuk hewan peliharaan. Google adalah solusi terbaik saat ini. Munculah rekomendasi salon kucing terbaik tidak jauh dari rumahku, Neko-nyaw. Kesan pertamaku untuk salon ini adalah imut. Karena lokasinya tidak terlalu jauh, aku memutuskan berjalan kaki sambil menggendong kucing ini.
“Irasshaimase !” seorang pelayan wanita berkostum maid seperti di kartun Jepang, membukakan pintu untukku. Ternyata tidak hanya namanya yang Jepang namun eksterior serta interiornya semua didesain serba Jepang. Dekorasinya berwarna kuning dan memiliki ornamen kartun kucing. Sambil mengangguk aku pun membalas sapaan pelayan ‘Irasshaimase’ yang kurang lebih artinya selamat datang.
“Siapa nama kucing Anda, Nona?” tanya pelayan itu.
“Hmm.. saya belum memberinya nama. Kucing ini baru saja saya rawat beberapa waktu yang lalu. Apakah Anda bisa mengisinya dengan nama saya saja? Saya akan memikirkan namanya lagi nanti.”
“Ah.. baiklah.”
“Aku mau mendaftarkan kucing ini untuk treatment. Namun aku bingung menetukan namanya. Jika boleh bisakah menggunakan nama saya sementara?”
“Konnichiwa Josei sama *. Ada yang bisa saya bantu?” Suara seorang pria terdengar familier di telingaku. Namun setelah aku bertemu pandang dengannya, aku tidak mengenalinya. Perawakannya memang mirip dengan pria yang menolongku di pesta pernikahan Cecilia. Rambut hitam dan berperawakan tinggi besar. Tapi bisa saja kan itu hanya kebetulan. Apalagi aku tidak ingat wajah pria yang sudah menolongku itu. Pelayan itu membungkuk kepada pria tadi dan pergi meninggalkan kami. Sepertinya pria ini adalah si empunya salon.
“Bagaimana jika saya merekomendasikan sebuah nama? Jasumin?”
“Jasu-nim? Nama korea?”
“Bukan bahasa Korea melainkan Jepang. Jasumin artinya bunga melati. Kucing persia Anda sangat menawan dan bulunya putih bersih. Kebetulan bunga melati adalah bunga kesukaan saya. Jadi saya ingin memberinya nama seperti bunga kesukaan saya. Oh, jika Anda tidak berkenan, maka saya tidak akan memaksa.”
“Tidak. Saya suka artinya. Terima kasih sudah mau memberinya nama. Bagaimana cantik apa kamu menyukai nama barumu?” tanyaku sambil menggendong kucing itu.
Mee-o-uuww
“Sepertinya ia menyukai nama yang Anda berikan.” kataku kepada pria itu dengan tersenyum. “Terima kasih, Tuan.”
“Doitashimashite! **. Josei sama sembari menunggu silahkan menikmati kudapan yang ada di ruang tunggu.”
Ruang tunggunya sangat nyaman. Sebuah ruangan berukuran 20 meter persegi yang didominasi warna kuning, sebuah AC, dan alunan musik klasik lembut. Sofanya dipesan secara khusus sehingga memiliki bentuk kucing yang sedang tidur. Ruangannya wangi seperti aroma minyak bayi sehingga para pengunjung tidak perlu khawatir dengan bau tidak sedap yang mungkin saja muncul. Selain itu, kudapan yang mereka sajikan adalah dua makaron dan secangkir teh chamomile. Wah, tidak salah kalau salon ini menjadi rujukan favorit para ‘babu’ kucing. Saking nyamannya ruang tunggu yang disediakan, aku menjadi mengantuk. Tiba-tiba suara seorang pelayan mengembalikan kesadaranku yang sempat hilang beberapa waktu.
“Maaf Nona. Treatment kucing Anda sudah selesai. Mari saya bantu untuk pengurusan administrasinya.”
“Ya? Berapa totalnya?”
“Untuk layanan grooming 150 ribu. Jasa dokter 50 ribu. Jadi totalnya 200 ribu. Mau dibayar dengan tunai atau pakai kartu?”
“D-dua ratus ribu? Ini saya bayar tunai saja.” ucapku setengah tidak percaya dengan apa yang kudengar.
“Sebentar, ini ada bingkisan untuk kedatangan nona yang pertama kali ke salon kami. Isinya paket vitamin dan tool kit untuk perawatan mandiri kucing Anda di rumah.”
“Terima kasih banyak. Saya pamit dulu.”
“Baik. Hati-hati di jalan, Nona. Arigatou gozaimasu ***.”
Hampir saja aku menarik kembali uangku dari tangan pelayan tadi. Uang 200 ribu untuk satu kali perawatan satu kucing. Itu belum termasuk jika aku membelikan obat-obatan maupun aksesori seperti pakaian dan tempat tidurnya atau kontrol ke dokter hewan bila Jasumin sakit.
Jasumin tertidur sangat lelap di gendonganku. Sepertinya dia senang dengan perawatan yang didapatnya hari ini. Mungkin salon Neko-nyaw cocok baginya sampai bisa tertidur pulas. Tentu service mewah seperti tadi juga sebanding dengan kenyamanan yang kami dapatkan. Ya bagaimanapun ‘babu’ ini juga ikut merasa bahagia dan sedih di saat bersamaan.
“Jasumin, sayang jangan sampai jatuh sakit ya. ‘Babu’ akan bekerja dengan giat agar kamu bisa grooming mewah seperti tadi.” Aku pun tidak berhenti untuk mengelusnya sambil menikmati waktu sore kami yang berharga. Aku sempat memfoto beberapa pose Jasumin sewaktu di salon tadi. Setelah memilih beberapa foto terbaik, aku segera menguploadnya di IG dengan caption Jasumin. Hasilnya dalam beberapa menit foto Jasumin mendapatkan 200+ likes. Tiba-tiba dalam sekejap kepopularitasanku direbut oleh Jasumin. Bahkan kolom komentar sudah terisi 50+ orang yang menyatakan kecantikan Jasumin secara gamblang.
Baru saja aku sampai rumah, sebuah pesan masuk di HP ku. Pesan dari Bu Alisha. Isinya kurang lebih meminta revisi naskah terbaru dari aku, Silvia, Agung, dan Doni untuk segera diserahkan kepada beliau. Berhubung ketua yang mengkoordinir proyek adalah aku jadi mau tidak mau Bu Alisha akan mengejar deadline melalui ketua proyek. Hah.. untung saja tadi kami sudah menyempatkan untuk memperbaikinya.
Ah ! Selamat sore Rachel. Kumpulkan hasil revisi terbaru kalian malam ini. Ini HARUS JADI REVISI TERAKHIR ! Semoga beruntung.
Aarrghh
Apanya yang dimaksud revisi terakhir? Setiap kali mengirimkan hasil revisi naskah selalu ada saja yang harus ditambahi atau malah dikurangi di kesempatan berikutnya. Sulit menemukan kata yang memiliki artian ‘terakhir’ secara nyata di kamus Bu Alisha. Terkadang beberapa lembar teks sudah dikurangi, besoknya Bu Alisha minta ditambahi beberapa lembar lagi supaya ceritanya lebih mendramatisir. Beginilah memang kehidupan editor dan penulis yang terkadang sangat susah untuk menemukan titik pasti. Butuh berpuluh-puluh episode untuk bisa klik satu sama lainnya. Ah ! Baik, Bu. Terima kasih. Lega rasanya sudah menjawab pesan dan sekarang tinggal menanti hasil pekerjaan kami. Sebelum mengirim email, aku memeriksa sekali lagi seluruh hasil pengerjaan kami dan menambahkan beberapa perbaikan yang diperlukan.
* Selamat sore, Nona
** Dengan senang hati
*** Terima kasih