Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Maze Of Madness
MENU
About Us  

Kieran memastikan Nora memakai semuanya—mantel hangat, kaus kaki, sepatu bot, jubah panjang, revolver beserta magasinnya yang entah Kieran dapatkan dari mana, bahkan jimat perlindungan dan tali rambut.

“Tidak sekalian alat pemotong kuku dan sisir?”

Kieran tahu Nora bercanda. Ia menarik tudung gadis itu hingga menutup kepalanya. “Kalau kau mau bawa, silakan. Tapi aku tak menyediakan wadah.”

Nora mencibirnya.

Mereka berangkat ketika sore. Nora menyempatkan berbicara dengan Patrice selama setengah jam sebelum berangkat. Daphne kembali berkunjung untuk menjaga Patrice dan Logan, bersama seorang teman yang ia ajak dari Kementerian. Daphne mendeskripsikannya sebagai seorang asisten. Pada saat itu, Nora baru tahu Daphne memegang jabatan penting di sana.

“Temanmu tangan kanan Menteri? Mainmu jauh sekali.” Nora berbisik sewaktu mereka berjalan bersama ke halaman kabin.

"Begitulah. Keberuntunganku menarik orang-orang besar untuk menjadi relasiku.”

Nora memutar bola matanya. “Kepercayaan diri yang berlebih bisa membunuhmu, kau tahu?”

“Aku tahu.” Kieran menjawab dengan senyum kecil. Ia menghentikannya di tengah-tengah halaman dan memegang kedua tangannya. Kilat kecil melintas di bola mata Kieran, Nora melihatnya. “Omong-omong, aku sudah bilang kau mungkin tidak akan menyukai ini. Pegangan padaku kalau kau tidak kuat.”

Angin di sekitar mereka berdesir lebih kencang dari biasanya. Sensasi dingin kembali menyergap tengkuk Nora. Ia tak lagi melihat Daphne dan teman berambut coklatnya di teras kabin. Kelebat hitam-putih-kelabu melingkupi Kieran dan Nora. Nora sempat ketakutan ketika indra penciumannya menangkap aroma yang sama dengan yang ia dapatkan malam itu. Juga saat melihat Kieran memejamkan matanya. Meskipun demikian, pegangan laki-laki itu tak sedetikpun melemah.

Jari jemari Kieran justru semakin erat menggenggamnya selaras dengan cepatnya angin berpusar mengitari mereka. Nora maju selangkah demi selangkah. Ia mulai gusar ketika melihat makhluk berkepala tengkorak rusa dan bersayap gagak membayangi langit di atas kepalanya. Mata Nora seakan dibutakan, dikantukkan, hingga ia mengikuti langkah Kieran untuk memejamkan mata.

Dunianya terasa berputar. Dan saat ia membuka mata, trotoar berbatu menggantikan tanah bersalju yang semula ia pijak. Tubuh Nora limbung. Kieran menangkap bahunya ketika ia hendak jatuh ke dasar gang tempat mereka tiba.

“Wow.”

“Mau muntah? Berbaring? Atau tidur sebentar? Aku tak masalah jika kau butuh kugendong—”

“Tidak.” Nora menjawab dengan susah payah. Ia tidak mungkin digendong Kieran di tempat seramai ini.

Ia berusaha berdiri tegak. Pandangannya masih memburam dan bergoyang ketika ia mendongak menatap Kieran. Ia tetap tak bisa menyeimbangkan tubuhnya saat ia memaksakan diri lepas dari Kieran. Jadi Kieran tertawa kecil dan dengan sigap memindahkan tubuh Nora ke punggungnya.

Nora mengeluh, bergumam sebal. Ia berusaha menyembunyikan wajahnya dari orang-orang yang mulai memandang mereka.

“Ini akan berlalu cepat.” Kieran mulai melangkah keluar dari gang. Pipi Nora bergesekan dengan jubah Kieran yang sedikit kasar. “Pertama kali Daphne berpindah tempat bersama Moralki, dia muntah-muntah.”

“Lalu, kau menggendongnya?” Suara Nora sedikit teredam. Kieran menahan diri untuk tak terkekeh.

“Tentu saja.”

“Siapa Moralki?”

Kieran menoleh sejenak ke belakang, tak lagi mendapati bayangan makhluk berkepala tengkorak rusa yang beberapa saat lalu membantu mereka. Nora bersyukur makhluk itu tak ikut serta.

“Moralki banyak membantuku sejak orang tuaku meninggal. Aku tidak tahu dari mana asalnya, dia datang begitu aku terbangun di rumahku, sebelum ayahmu datang menjemput.”

“Kenapa namanya Moralki? Nama Albarian dari Daphne lagi?”

Kieran menggumam, mengiyakan tanpa menggerakkan bibir.

Nora semakin dalam menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher Kieran yang terbalut kerah tinggi. Mereka melalui kota yang ramai dan dingin. Entah kenapa banyak sekali orang yang berjalan-jalan ketika salju turun seperti ini. Jika Nora bisa, Nora akan tetap bertahan di dalam rumah, mau seindah atau sekeren apapun pemandangan kota ini di malam hari.

Sepintas Nora melihat air mancur di tengah kota, dikelilingi penyanyi dan pelukis jalanan. Sekumpulan dari mereka menyapa Kieran.

"Hei, bung, apa yang terjadi?"

Nora mendengar kekehan Kieran yang seperti dekat sekali dengan telinganya. "Istriku sedang tidak enak badan, Tuan-Tuan. Kami harus bergegas."

Nora mendadak memberontak. Tapi Kieran menahan tangan gadis itu yang melingkar di lehernya dan dengan sengaja melonggarkan pegangannya pada kaki Nora. Gadis itu memekik, meninju pinggang kanan Kieran, meloloskan sebuah tawa.

"Aku minta maaf, oke?"

Nora mendengus. "Kau terdengar menikmatinya."

"Dan kau juga menikmati gendonganku di belakang sana." Kieran tak menghiraukan tubuh Nora yang kaku dan was-was dari tadi, setengah nyaman karena yang menggendongnya adalah Kieran.

Gadis itu tak menjawab apapun, membuat Kieran buru-buru berdehem dan melanjutkan. "Insiden keluarga Hathaway sudah menyebar ke sekitar Gresnin, seperti kota kecil ini. Kau diberitakan menghilang. Aku tak yakin kau ingin wajahmu dilihat orang-orang dan mendatangkan halangan yang tidak kita inginkan, bukan? Jadi, yah..."

Nora bergumam, merasakan Kieran tengah kikuk saat ini. "Aku mengerti."

Sementara laki-laki itu berdehem, lalu menjawab pelan, "baiklah."

Kieran berbelok ke tempat dimana orang-orang tak lagi banyak berseliweran. Lampu-lampu jalan terpasang secara konsisten setiap belasan meter. Semuanya menyala remang begitu matahari mulai menghilang di cakrawala, menyinari butiran salju yang turun dalam gerakan lambat. Ada banyak rumah dengan pelataran luas nan hijau, serta berpagar tinggi. 

"Kieran, turunkan aku."

Kieran sedikit menoleh ke arahnya. "Sebentar lagi sampai."

Laki-laki itu berhenti di depan pintu sebuah rumah yang tak diberi pagar. Halamannya asri, dipenuhi bunga-bunga berwarna putih dan oranye yang senada dengan tembok yang dicat kuning pucat. 

Nora bergerak turun dari gendongan Kieran. Limbung sedikit, tapi ia segera bisa menyesuaikan. Nora hanya menonton Kieran menekan bel rumah, menunggu dengan ujung sepatu yang terus digerak-gerakkan, tak bisa diam.

"Kau mungkin ingin menutupi wajahmu dengan syalku."

Begitu Kieran menyelesaikan kalimatnya, pintu rumah akhirnya terbuka. Kieran segera menarik syalnya dan menyerahkannya pada Nora, bersamaan dengan senyumnya yang terkembang lebar.

Nora mengintip di balik bahu Kieran sembari merapikan syal Kieran di setengah wajahnya. Ia melihat figur seorang wanita paruh baya, yang rambutnya telah beruban separuhnya. Bibirnya terus berkedut walaupun ia tak bicara. Tatapannya awas, menyelidik Kieran dengan observasi cepat, juga orang di belakang Kieran dan dunia di sekitarnya. Nora, belum apa-apa sudah merasa curiga.

"Halo, Julie." Kieran menyapanya dengan senyum penuh.

"Hall. Aku memahami bahwa kau selalu punya jam kerja yang aneh dan jam kunjungan yang aneh pula. Dan bahwa kau membutuhkan bantuanku, sering sekali membutuhkan bantuanku. Tapi, sungguh, apa ada hal yang belum selesai di antara kita?" Wanita itu merendahkan suaranya, semakin membuat Nora diam-diam mendengus.

Kieran meloloskan tawa canggung yang terlihat sekali jika sedang dibuat-buat. "Kau... menebak dengan benar,  Julie! Dan bisakah kita masuk saja? Aku dan temanku sudah sangat kedinginan di luar sini, serta kami hanya membutuhkan sedikit bantuan darimu." Kieran menunjuk Nora yang bingung setengah mati, lalu menunjukkan ujung jari telunjuknya. "Sekecil ini, Julie!"

Julie tampak menimbang-nimbang. Ujung kakinya digerak-gerakkan seperti yang Kieran lakukan beberapa saat lalu.

"Sebenarnya, Kieran, dan Mrs. Hall—" Julie menoleh pada Nora yang berubah merah padam wajahnya. "Aku sedang tidak, uh,..."

Nora menahan pintu rumah wanita itu dengan rahang mengeras. "Dengar Nyonya, aku bukan Mrs. Hall karena aku bukan siapa-siapa pria ini. Dan kami hanya membutuhkan informasi mengenai pengalamanmu dengan Alhok. Temanku saat ini sedang dalam bahaya karena makhluk itu dan jika kau bisa lolos dari serangan Alhok, maka temanku akan bisa. Jadi aku memohon dengan sangat—"

Tanpa diduga-duga, Julie memekik. Matanya membelalak ketika melihat Nora dari ujung rambut hingga kakinya. Badannya terus gemetaran tanpa henti sejak tadi. Hingga Nora akhirnya sadar syalnya telah turun.

"K-Kau yang ada di berita-berita. Hathaway. Aku tahu kau. Pergilah. Jangan— jangan ke rumahku lagi. Aku akan membuat seseorang menjemputmu dari sini— Pergilah!"

Julie memaksa menutup pintu dan menguncinya dari luar. Bahkan sebelum Kieran mampu merangsek maju untuk mencegahnya. 

"Dia akan memanggil polisi." Nafas Kieran memburu. Ia mengumpat dan memukul tembok dengan tinjunya.

"Kita harus segera pergi." 

Noa menarik tangan Kieran, Kieran mengangguk dan mengikutinya. Laki-laki itu menaikkan syal dan jubah yang menutupi wajah Nora. Nafasnya terburu di samping gadis itu.

"Aku minta maaf." Ia memohon, "harusnya aku menanyainya waktu itu. Harusnya aku—"

"Kieran, sudah." Nora menarik lengan laki-laki itu, menyembunyikan wajah di belakangnya. "Kita harus segera pergi. Dengan Moralki. Kau tahu apa yang bisa kita lakukan?"

Kieran mengangguk, semakin merengkuh tubuh Nora saat mereka melewati sepasang suami-istri lansia. "Kita harus mencari tempat sepi, dan cukup terbuka."

Keduanya berjalan beriringan menyusuri jalanan yang sepi. Rumah-rumah menguarkan cahaya, asap perapian, dan kebisingan yang hangat di sekitar mereka. Nora tanpa sadar merapat pada Kieran untuk mencari kehangatan lebih. Namun aksinya tak bertahan lama karena suara sirine mobil terdengar di kejauhan.

"Kenapa polisi-polisi itu seperti mengejar kita?"

Nafas Kieran berderu. "Mereka memang mengejar kita. Maksudnya, mereka memang harusnya mengejar kita."

"Jika mereka melihat kita seperti ini," tukas Nora, "mereka akan mengira aku hilang karena kau culik."

"Secara teknis aku memang menculikmu."

Nora sontak memutar bola mata.

Keduanya sama-sama terperanjat saat menyadari mobil polisi itu berbelok ke jalan yang mereka lalui. Cahayanya sempat merefleksikan bayangan mereka di jalanan, sebelum Kieran menarik tubuh Nora dan membawanya bersembunyi di suatu bekas bangunan.

Tembok-temboknya sudah menghitam dan daun pintunya entah hilang kemana. Lantai yang dipijak Nora penuh dengan puing-puing kecil, pecahan kaca dan potongan kayu, juga perabotan yang hancur. Mereka dengan mudah bersembunyi di bekas-bekas ruangan yang temboknya masih kokoh, berdiri berhimpitan.

"Kenapa kau malah lari?" Kieran hendak tertawa. "Kalau kau mendatangi mereka, kau akan bebas dari penculikmu."

Nora mendengus, meraih lengan Kieran yang tidak mencengkram lengannya. "Justru aku butuh ikut penculikku untuk membebaskan diri."

Kieran terkekeh. "Baiklah."

Keduanya berpegangan tangan. Nora menikmati kilat samar di mata Kieran sebelum laki-laki itu memejamkannya. Nora kemudian mengikutinya.

Suhu dingin di sekitarnya berdesir semakin dingin dan mendatangkan kantuk. Kieran membisikkan nama Moralki dan Nora akhirnya jatuh terlelap. 

Begitu ia terbangun, Nora menangkap eksistensi sebuah manor di kejauhan, di tengah-tengah padang ilalang dan tanaman-tanaman perdu. Bangunannya tampak suram dengan cat gelap. Separuh bangunannya sudah termakan tumbuhan-tumbuhan merambat. Kaut seolah menutup lantainya, membawa kesan horor yang membuat Nora berpijak ke belakang dengan ekspresi jeri.

"Dimana ini?"

Kieran menatap sekitar, lalu merasakan desiran halus angin yang biasa ia dapatkan dari Moralki. Ia kemudian menatap Nora yang terheran-heran. 

"Di rumah Oberon Priam. Moralki mengantar kita kemari."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
One-Week Lover
1821      928     0     
Romance
Walter Hoffman, mahasiswa yang kebosanan saat liburan kuliahnya, mendapati dirinya mengasuh seorang gadis yang entah dari mana saja muncul dan menduduki dirinya. Yang ia tak tahu, adalah fakta bahwa gadis itu bukan manusia, melainkan iblis yang terlempar dari dunia lain setelah bertarung sengit melawan pahlawan dunia lain. Morrigan, gadis bertinggi badan anak SD dengan gigi taring yang lucu, meng...
Bee And Friends
2989      1174     1     
Fantasy
Bee, seorang cewek pendiam, cupu, dan kuper. Di kehidupannya, ia kerap diejek oleh saudara-saudaranya. Walau kerap diejek, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Di dunianya, ia suka sekali menulis. Nyatanya, dikala ia sendiri, ia mempunyai seseorang yang dianggap sebagai "Teman Khayalan". Sesosok karakter ciptaannya yang ditulisnya. Teman Khayalannya itulah ia kerap curhat dan mereka kerap meneman...
Stuck in the Labyrinth
5805      1575     4     
Fantasy
“Jay, Aku kesal! mengapa ayah tak pernah bilang padaku tentang hal itu? Setidaknya sebelum dia menghilang, dia memberi tahu ibu kemana dia akan pergi. Setahun lamanya aku menunggu kedatangannya, dan aku malah menemuinya di tempat yang sangat asing ini bagiku, aku tidak habis pikir Jay...” suara tangisnya memecah suasana pada malam hari itu. Langit menjadi saksi bisu pada malam itu. Jay menger...
PATANGGA
855      592     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...
ALMOND
1070      616     1     
Fan Fiction
"Kamu tahu kenapa aku suka almond?" Anara Azalea menikmati potongan kacang almond ditangannya. "Almond itu bagian penting dalam tubuh kita. Bukan kacang almondnya, tapi bagian di otak kita yang berbentuk mirip almond." lanjut Nara. "itu amygdala, Ra." Ucap Cio. "Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di dunia." Nara ...
Blocked Street
15681      3737     5     
Horror
Ada apa dengan jalan buntu tersebut? Apa ada riwayat terakhir seperti pembunuhan atau penyiksaan? Aryan dan Harris si anak paranormal yang mencoba menemukan kejanggalan di jalan buntu itu. Banyak sekali yang dialami oleh Aryan dan Harris Apa kelanjutan ceritanya?
Reality Record
3002      1039     0     
Fantasy
Surga dan neraka hanyalah kebohongan yang diciptakan manusia terdahulu. Mereka tahu betul bahwa setelah manusia meninggal, jiwanya tidak akan pergi kemana-mana. Hanya menetap di dunia ini selamanya. Namun, kebohongan tersebut membuat manusia berharap dan memiliki sebuah tujuan hidup yang baik maupun buruk. Erno bukanlah salah satu dari mereka. Erno mengetahui kebenaran mengenai tujuan akhir ma...
Tanpa Kamu, Aku Bisa Apa?
120      95     0     
Romance
Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan Anne dan Izyan hari itu adalah hal yang terbaik bagi kehidupan mereka berdua. Anne tak pernah menyangka bahwa ia akan bersama dengan seorang manager band indie dan merubah kehidupannya yang selalu menyendiri menjadi penuh warna. Sebuah rumah sederhana milik Anne menjadi saksi tangis dan canda mereka untuk merintis 'Karya Tuhan' hingga sukses mendunia. ...
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
628      283     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
IRIS
526      391     2     
Short Story
Alf terlahir dalam dunianya yang gelap, sementara Faye hidup dalam sisi yang berlawanan dengannya. Namun, siapa sangka jika ternyata sesekali Faye menginginkan hidup di posisi Alf. Sedangkan Alf telah memutuskan untuk mengakhiri kehidupan hitamnya, bukan beralih ke dunia putih milik Faye, namun ke kehidupan yang sebelumnya telah dipilih ibunya, Sang Pengkhianat.